Aku bebas, melepas kesengitan dalam lubuk.
Ketika amarah membentang diantara lembaran hati yang tipis
Suatu hari kau bilang “Jangan menjadi wanita top!!”
Ku tanya mengapa?
Aku memiliki hak,
“Jangan menjadi wanita karier!!”
Ku serukan lagi, lalu bagaimana dengan dirimu?
Aku memiliki hak,
“Mereka adalah perampas HAM” katamu setengah meninggi.
Ku serngitkan dahi, bagaimana bisa?
“Perampas hak laki-laki!!”
Ku tanya lagi, bagaimana dengan hak perempuan yang sering terampas.
“Mereka mengambil posisi laki-laki!!”
Kuhardik sambil melotot, siapa suruh laki-laki berpangku tangan, kataku.
Wanita mana yang kuat hidup melarat, sedangkan si suami berpangku tangan?
Engkau menyeru lagi,
“Wanita kodrati tercipta berada dibawah ketiak suami!!”
Bagaimana jika suami berada pada taraf tiarap?
Apakah kami wanita berada pada posisi yang jauh lebih rendah dari tiarap?
Berada dibawah, berharap bebas, tapi melemas.
Terkadang dielu-elukan, jarang dilepas, sering dicumbu.
Mengapa tak mencoba untuk mendongak, sekedar bangkit misalnya.
Bodoh!!!
Masih saja engkau diperbudak kodrati,
“Manusia lemah!!” katamu mengeras.
Engkau masih mencibir?
Ahhh, lalu makhluk macam apa engkau?
Nyatanya engkau berwujud manusia, berkelamin dan bertedeng wanita,
Lalu, mengapa engkau berteriak semacam bajing penjilat ludah?
Dimatamu salah, tapi tetap terlakoni.
Dengan kerendahan hati kupersilahkan engkau memilih
Diam atau Ganti kelamin mu,
Jangan bertedeng wanita!!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI