Mohon tunggu...
Satrio Wahono
Satrio Wahono Mohon Tunggu... magister filsafat dan pencinta komik

Penggemar komik lokal maupun asing dari berbagai genre yang kebetulan pernah mengenyam pendidikan di program magister filsafat

Selanjutnya

Tutup

Book

Indonesia 1998: Komik Jenaka Perangkum Sejarah Reformasi Indonesia

24 Maret 2025   16:26 Diperbarui: 24 Maret 2025   16:31 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kover Komik Indonesia 1998 Karya Mice (dokpri)

Tahun 1998 bagi sejarah Indonesia bagaikan Janus, dewa Romawi bermuka dua yang menandakan awal atau perubahan sehingga bulan Januari diambil dari namanya. Tahun itu bisa diibaratkan masa penuh penderitaan dan pergolakan karena merupakan puncak dari krisis ekonomi moneter yang terjadi sejak 1997. Di sisi lain, tahun yang sama menandai perubahan era dari era demokrasi semu Orde Baru menuju era Reformasi seiring pergantian kepemimpinan nasional dari Presiden Soeharto ke Presiden BJ Habibie.

Meski merupakan babakan kelam yang membuka lembaran baru sejarah Indonesia, tahun 1998 beserta rangkaian peristiwa politik yang terjadi saat itu dirangkum secara jenaka oleh komikus Muhammad Mice Misrad atau akrab dipanggil Mice dalam komik strip Indonesia 1998. Komik ini kali pertama terbit pada 1999 dan kemudian diluncurkan ulang pada 2014 oleh penerbit Octopus Garden.

Membaca komik ini, kita akan dibawa tersenyum getir menyaksikan betapa perubahan politik yang terjadi pada tahun itu harus diawali dulu dengan berdasawarsa retorika para pejabat negara yang berbusa-busa mengampanyekan jargon-jargon muluk seperti "menuju era tinggal landas dan pasar bebas", "sukses memberantas kemiskinan," "berdasarkan UUD 1945 dan Pancasila," dan lain sebagainya (lihat gambar di bawah).

Retorika pejabat negara menjelang reformasi 1998 dalam komik Indonesia 1998 (dokpri)
Retorika pejabat negara menjelang reformasi 1998 dalam komik Indonesia 1998 (dokpri)

Sayangnya, retorika para pejabat kala itu dibarengi dengan kenyataan pahit bahwa demokrasi Pancasila yang didengang-dengungkan selama ini hanya berlaku di atas kertas. Dalam kenyataan, perbedaan pendapat diharamkan dan kebebasan pers dibungkam atau 'digebuk' sebagaimana terlihat dalam panel di bawah ini.

Suasana pembungkaman masyarakat sipil dan media yang digambarkan dalam komik Indonesia 1998 (sumber: dokpri)
Suasana pembungkaman masyarakat sipil dan media yang digambarkan dalam komik Indonesia 1998 (sumber: dokpri)

Pemerintah saat itu dapat cukup leluasa melakukan penyumbatan terhadap kebebasan sipil karena prestasi ekonomi luar biasa yang dicapainya membuat orang menganggap ekonomi sebagai panglima dan politik sebagai urusan sekunder. Hanya sayangnya, pada Juli 1997 terjadilah krisis finansial Asia yang bermula di Thailand dan merembet ke Indonesia secara parah. Pemerintah tidak banyak berkutik menghadapi krisis 1997, yang membuktikan bahwa fundamental ekonomi kita sebenarnya rapuh di masa tersebut. Efek ikutannya adalah gelombang PHK di mana-mana dan kesulitan ekonomi yang kian menyergap masyarakat (lihat gambar di bawah).

Ilustrasi komik Indonesia 1998 mengenai kesulitan ekonomi masyarakat karena gelombang PHK akibat krisis 1997-1998 (sumber: dokpri) 
Ilustrasi komik Indonesia 1998 mengenai kesulitan ekonomi masyarakat karena gelombang PHK akibat krisis 1997-1998 (sumber: dokpri) 

Gelombang PHK, kenaikan harga, dan kesulitan ekonomi masyarakat akhirnya membuat masyarakat mulai menggulirkan tuntutan reformasi dari lintas-profesi dan generasi, mulai dari ibu rumah tangga hingga intelektual dan mahasiswa seperti terlihat pada panel komik di bawah. Salah satu kulminasi dari rangkaian demonstrasi ini adalah tewasnya empat mahasiswa Trisakti pada 12 Mei 1998, sehingga bergulir menjadi eskalasi tinggi suhu politik.

Ilustrasi komik Indonesia 1998 tentang demonstrasi menuntut reformasi politik pada 1998 (Sumber: dokpri)
Ilustrasi komik Indonesia 1998 tentang demonstrasi menuntut reformasi politik pada 1998 (Sumber: dokpri)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun