Mohon tunggu...
Satrio Wahono
Satrio Wahono Mohon Tunggu... Penulis - magister filsafat dan pencinta komik

Penggemar komik lokal maupun asing dari berbagai genre yang kebetulan pernah mengenyam pendidikan di program magister filsafat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Manfaat Gobak Sodor Memupuk Mentalitas Produktif

9 Februari 2025   05:52 Diperbarui: 9 Februari 2025   05:52 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto anak-anak sedang bermain Gobak sodor (sumber: news.okezone.com)

Terlepas dari potensi sumber daya alam dan manusianya yang besar, Indonesia tak bisa dimungkiri belum bisa lepas dari stempel "negara berkembang" atau "berpenghasilan menengah." Lihat saja, selepas era Orde Baru, kita tak pernah bisa melampaui pencapaian pertumbuhan ekonominya yang di kisaran 7 persen. Angka tertinggi adalah di masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yaitu 6,8 persen. 

Memang, pertumbuhan ekonomi bukanlah indikator satu-satunya untuk menentukan citra ekonomi suatu negara, tapi tetap ia yang paling penting dan dipantau. Oleh karena itu, segala upaya yang bisa mendongkrak pertumbuhan ekonomi (economic growth) haruslah dieksplorasi dan ditekuni.

 Meminjam pendapat Peter Schiff dalam How an Economy Grows and Why It Crashes (Wiley, 2010), kunci pertumbuhan ekonomi sebenarnya satu: produktivitas kerja. Sebab, produktivitaslah yang menghasilkan komoditas tambahan sehingga orang bisa menabung kelebihan dari kebutuhan (surplus) konsumsinya. Lewat penghimpunan tabungan dan investasi masyarakat inilah suatu bangsa akan mendapati ekonominya tumbuh pesat dan sejahtera. 

Rumus pentingnya produktivitas adalah M V = P Y, di mana M mewakili suplai uang, V melambangkan kecepatan pembiakan uang, P merepresentasikan harga, dan Y merupakan variabel simbol bagi produktivitas warga (Ahamed Kameel Mydin Meera, Perampok Bangsa-Bangsa, Mizan, 2010). Berdasarkan persamaan ini, suplai uang yang dibiakkan secara lepas kendali lewat kredit membabibuta---terutama kredit konsumtif---akan menghasilkan kenaikan harga jika tidak ada peningkatan produktivitas kerja guna menghasilkan aset dan tabungan riil masyarakat. Jika itu yang terjadi, suatu bangsa akan mendapati diri mereka "termiskinkan" pelan-pelan tanpa mereka ketahui penyebab pastinya.

Karena itu, satu-satunya cara menghindari perangkap "kemiskinan senyap" itu adalah lewat peningkatan produktivitas kerja masyarakat (variabel Y). Bukan zamannya lagi kita memupuk mentalitas instan yang hanya mau melakukan kegiatan konsumtif dan hidup enak bersenang-senang tanpa rela bekerja keras. Etos kerja keras dan mentalitas pembangunan harus ditanamkan sejak dini. Dan mengejutkannya, permainan olahraga gobak sodor atau galasin sebagai salah satu khazanah permainan tradisional kita bisa menjadi piranti untuk itu.

Koordinasi dan kerja tim

 Gobak sodor adalah permainan yang melibatkan dua kelompok. Di satu sisi, kelompok "penyerang" yang terdiri dari dua orang harus melewati tiga bidang permainan untuk mencetak skor. Sementara, kelompok "bertahan" yang terdiri dari empat orang---tiga penjaga yang bergerak horisontal dan satu peluncur bergerak vertikal---harus berusaha menyentuh badan semua anggota kelompok penyerang demi menggagalkan serangan. Melalui galasin, pemain dilatih melakukan koordinasi antara anggota tim dan membangun kemampuan teamwork. Sasaran utamanya adalah mencapai tujuan organisasi secara keseluruhan. Dan jelas semua itu adalah elemen kunci bagi mentalitas produktif yang niscaya dalam proses pembangunan ekonomi berkualitas yang mengupayakan kesejahteraan.

 Nilai lain yang bisa dipetik dari gobak sodor adalah pemain harus melewati tiga petak atau wilayah secara bertahap sebelum mencetak skor. Ini bisa mengajarkan bahwa produktivitas yang sukses itu tidak bisa dicapai secara instan, melainkan harus melalui proses dan tahapan-tahapan kerja maupun kehidupan yang harus dijalani secara cermat lagi penuh perencanaan. Ini mengingatkan kita pada pernyataan terkenal begawan manajemen Peter Drucker bahwa "if you fail to plan, it means you are planning to fail" atau jika Anda gagal menyusun perencanaan, itu sama saja Anda sedang merencanakan kegagalan Anda sendiri.

Akhirulkalam, gobak sodor adalah permainan tradisional yang seharusnya tidak dijadikan banal hanya karena keasyikan bermain teknologi digital. Sebab, dolanan itu ternyata bisa menjadi sarana paripurna bagi sosialisasi strategi pembangunan bangsa kita. Semoga!

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun