Mohon tunggu...
Satrio Wahono
Satrio Wahono Mohon Tunggu... Penulis - magister filsafat dan pencinta komik

Penggemar komik lokal maupun asing dari berbagai genre yang kebetulan pernah mengenyam pendidikan di program magister filsafat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Spirit Ramadan dan Islam Sebagai Agama Perdamaian

2 Februari 2025   06:46 Diperbarui: 2 Februari 2025   05:47 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kover buku Humanisme dalam Islam karya Marcel Boisard (Sumber: koleksi pribadi)

Umat Muslim saat ini sedang bergembira menyongsong akan datangnya bulan Ramadan, bulan penuh berkah di mana mereka diwajibkan menjalani ibadah puasa. Meski harus menahan lapar dan dahaga di bulan puasa, umat Muslim jelas bersuka-cita karena Ramadan adalah momentum bagi mereka untuk menghadirkan kembali kekhusyukan batin selepas selama sebelas bulan bergulat dengan hiruk-pikuk kehidupan duniawi,

Tambahan lagi, bulan Ramadan sesungguhnya merupakan momentum untuk menegaskan betapa Islam merupakan agama cinta damai yang ingin menjadi rahmat bagi alam semesta dan menjanjikan keteduhan bagi dunia. Pasalnya, di bulan puasa inilah---berasal dari kata Arab shiyam yang artinya "menahan"---umat Muslim diminta untuk menahan diri dari segala perbuatan angkara mungkar dan justru bergiat diri menebar amal kebajikan di dunia.

Cinta damai

Setidaknya ada beberapa fakta tambahan yang mendukung citra sejati Islam sebagai agama cinta damai alias agama perdamaian. Pertama, umum diketahui bahwa kata Islam sendiri secara etiomologis (asal-usul kata) berasal dari kata salam, yang bermakna "damai" atau "sejahtera, selamat" dan "penyerahan diri." Tidak ada satu pun dari makna-makna tersebut yang memiliki konotasi dengan kekerasan.

Kedua, Islam bukanlah agama yang menjadikan emosi---akar dari kekerasan---sebagai fokus. Justru sebaliknya, sebagaimana mengutip Max Rodinson dalam Islam and Capitalism (Penguin Books,1977), Alquran---kitab suci yang diturunkan di bulan suci Ramadan---sangat mengagungkan akal budi, rasio, atau kepala dingin. Tak kurang kata rasio (aqala) disebut sekitar 50 kali dalam Alquran. Juga, kalimat "Apakah kalian tidak berpikir" diulang sebanyak tiga belas kali. Artinya, Islam sangatlah jauh dari sentimen-sentimen emosional beraroma kekerasan dan justru mengutamakan akal pikiran atau rasio kritis dalam menyikapi suatu permasalahan.

Ketiga, sebagaimana dikutip dari buku klasik Prof. Marcel A. Boisard, Humanisme dalam Islam (Penerbit Bulan Bintang, Jakarta, 1986), sifat belas kasih dan sayang justru merupakan tema yang pokok dalam Alquran. Begitu banyak bagian dalam Alquran yang melukiskan bagaimana Tuhan memperhatikan segala makhluk.

Keempat, Islam tidak pernah membenarkan paksaan dalam beragama. Salah satu ayat Alquran yang terkenal adalah "Tidak ada paksaan dalam agama, sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dan jalan yang sesat." (surah Al-Baqarah ayat 256). Karena itu, Islam bukan agama yang bersifat agresif-ekspansif, melainkan agama yang defensif. Artinya, Islam dan umat Muslim hanya dibenarkan menggunakan kekerasan dalam rangka pembelaan diri jika Islam mendapat serangan atau cercaan dari pihak lain. Justifikasinya adalah surah At-Taubah ayat 12 dalam Alquran yang berbunyi, "Jika mereka merusak sumpah (janji)nya sesudah mereka berjanji, dan mereka mencerca agamamu, maka perangilah pemimpin-pemimpin orang-orang kafir itu, karena sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang (yang tidak dapat dipegang) janjinya, supaya mereka berhenti." (lihat Alquran dan Kerukunan Hidup Umat Beragama, Quanta, Jakarta, 2011).

Oleh karena itu, Islam seyogianya tidak boleh distigmakan negatif sebagai agama yang sarat ajaran kekerasan. Sebab, semua agama sesungguhnya punya sejarah kekerasan masing-masing. Misalnya, kita tahu sejarah agama Yahudi atau Judaisme yang ideologi Zionismenya terbukti begitu lama menjajah Palestina dan bahkan mengusir bangsa Palestina dari tanah leluhurnya sendiri. Karena itu, kita harus membedakan antara oknum penganut agama yang melakukan tindak kekerasan yang hina dengan doktrin agama sendiri yang sejatinya mengajarkan nilai-nilai luhur demi kemuliaan umat manusia. Sebagai contoh, bahkan dari kalangan penganut Yahudi pun terdapat para aktivis yang justru mengecam Zionisme. Salah satunya, Gilad Atzmon, seorang musisi jazz dan pemikir beragama Yahudi yang justru aktif menyerukan solusi negara Palestina sembari mendoakan lenyapnya negara Israel dari peta bumi (Buya Ahmad Syafi'i Ma'arif, Gilad Atzmon, Bandung, Mizan, 2011).

Akhirulkalam, Islam dengan kata lain jelas bukan agama yang sarat dengan ajaran kekerasan. Sebaliknya, Islam adalah agama penuh cinta yang ingin menyebarkan kedamaian dan keselamatan di alam semesta. Kedatangan bulan Ramadan di mana umat Islam diserukan untuk menahan diri bisa menjadi momen bagi kita semua merenungkan makna kedamaian Islam tersebut.  

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun