Mohon tunggu...
Satrio Wahono
Satrio Wahono Mohon Tunggu... Penulis - magister filsafat dan pencinta komik

Penggemar komik lokal maupun asing dari berbagai genre yang kebetulan pernah mengenyam pendidikan di program magister filsafat

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Semangat Koperasi Terlupakan, Mari Kita Gali Kembali Esensinya

30 Januari 2025   13:20 Diperbarui: 30 Januari 2025   13:20 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Bapak Koperasi, Bung Hatta (Sumber: www.okeline.com)

Di tengah berbagai gelombang pelemahan ekonomi yang melanda dunia akhir-akhir ini, termasuk Indonesia, kita pasti sepakat bahwa agenda terpenting pemimpin kita di negeri tercinta ini adalah mensejahterakan kehidupan ekonomi rakyat sebagaimana diamanatkan sila kelima Pancasila "Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia" dan alinea keempat Pembukaan UUD 1945,
"memajukan kesejahteraan umum." Ini terutama di tengah kenyataan bahwa orientasi perekonomian kita cenderung hanya menghasilkan pertumbuhan yang menafikan pemerataan. Ini tercermin dalam rasio Gini kita yang mencapai 0,381 saat ini. Artinya, negeri kita selama ini terkesan melupakan spirit dasar yang menjiwai orientasi perekonomian kita, yaitu spirit koperasi.

Supaya negeri ini lebih baik, karenanya, pemimpin negeri ini harus memiliki pemahaman mendalam tentang spirit koperasi tersebut.  

Esensi koperasi

Sejatinya, semangat koperasi adalah antitesis dari filsafat kapitalisme liberal yang begitu dominan dalam kehidupan perekonomian dunia kala Bung Hatta merenungkan kontribusi besar pemikirannya bagi pasal 33 UUD 1945 yang menjadi sendi ekonomi Pancasila.

Sebagaimana termaktub dalam disertasi Zulfikri Suleman, Demokrasi Untuk Indonesia: Pemikiran Politik Bung Hatta (Penerbit Kompas, 2010), Bung Hatta mengecam keras praktik demokrasi liberal yang terbukti hanya mengutamakan nilai kemerdekaan politik (liberte) tapi melupakan kemerdekaan individu dalam kehidupan ekonomi (egalite dan fraternite). Sebab, paham ekonomi kapitalis yang dilahirkan demokrasi liberal hanya mengunggulkan aspirasi ekonomi individu (baca: kelas pemodal dan swasta) sehingga menimbulkan kepincangan dalam masyarakat dan penindasan terhadap golongan tidak mampu.

Oleh karena itu, Bung Hatta menolak demokrasi liberal di Indonesia. Hatta justru menawarkan demokrasi sosial berbasiskan semangat kekeluargaan/kebersamaan yang mewujud dalam paham ekonomi sosialisme demokrasi bersendikan ajaran agama (sosialisme religius). Semangat kekeluargaan itulah yang juga dinamakan sebagai semangat kerja sama, kegotongroyongan, alias kooperasi (cooperative). Perhatikan bahwa Bung Hatta sebenarnya memberi sebutan kooperasi, bukan koperasi. Sebab, kooperasi adalah badan hukum  berbentuk perkumpulan orang-orang yang membentuk kesatuan sistem kekerabatan/kekeluargaan ekonomi sosial budaya serta merupakan lawan dari kompetitivisme.  (lihat Francis Wahono, Kooperasi Kredit Daulat Rakyat, Penerbit Buku Kompas, 2021)

Secara spesifik, Hatta lebih jauh merumuskan haluan perekonomian ini dalam Pasal 33 UUD 1945 ayat 1 yang berbunyi, "Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan." Menurut Sri Edi Swasono dalam Menolak Neoliberalisme (Penerbit Yayasan Hatta, 2010), kata 'disusun' ini mengindikasikan bahwa perekonomian tidak tersusun dengan sendirinya melalui mekanisme pasar bebas dan peran minimal pemerintah (laissez faire) sebagaimana diusung oleh paham kapitalisme.

Sebaliknya, harus ada pihak yang mengemban tanggung jawab secara sadar untuk menyusun usaha bersama itu, yaitu Negara (state). Artinya, negara tidak boleh menjadi sekadar wasit atau "penjaga malam", tapi harus berperan aktif membangun struktur perekonomian berkeadilan bagi seluruh masyarakat lewat berbagai instrument seperti regulasi, proteksi, jaminan sosial, subsidi, dan lain sebagainya

Sebagai tambahan, Hatta dalam pidato radio berbahasa Inggrisnya untuk pendengar luar negeri pada 23 Agustus 1945, Indonesia's Aims and Ideals (Tujuan dan Cita-cita Indonesia), mengatakan, "What we Indonesians want to bring into existence is a co-operative commonwealth", kita orang Indonesia ingin mewujudkan kemakmuran masyarakat berasaskan koperasi. Pendek kata, Hatta mengidam-idamkan sebuah masyarakat yang segenap jiwanya dirasuki ruh koperasi lewat peranan aktif negara.

Jelas, filsafat ekonomi Hatta pada akhirnya bertujuan memperjuangkan pemberlakuan prinsip-prinsip koperasi pada berbagai kegiatan manusia dan lembaga sehingga semangat koperasi memberikan pengaruh dominan dalam masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun