Mohon tunggu...
Satrio Wahono
Satrio Wahono Mohon Tunggu... Penulis - magister filsafat dan pencinta komik

Penggemar komik lokal maupun asing dari berbagai genre yang kebetulan pernah mengenyam pendidikan di program magister filsafat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ziarah Kubur, Tradisi Peredam Dua Ekstremisme

27 Januari 2025   21:30 Diperbarui: 27 Januari 2025   23:29 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi orang sedang berziarah kubur, yang biasa dilakukan menjelang datangnya bulan suci Ramadan (Sumber: tvonenews.com)

Menjelang datangnya bulan suci Ramadan atau bulan puasa, banyak umat Islam di Indonesia yang memiliki tradisi mengunjungi makam orang-orang terdekat mereka. Ritual ini disebut sebagai ziarah kubur. Namun, lebih dari sekadar ritual, ziarah kubur secara filosofis sejatinya bisa menjadi mediator yang meredam dua jenis ekstremisme, yaitu ekstremisme agama dan ekstremis sekular.

Ekstremisme Islam

Pertama, ziarah kubur, terutama ke makam orang-orang suci seperti para wali, dapat menangkal ekstremisme agama. George Quinn dalam studi antropologisnya, "Melempar Uang di Pintu Suci: Ziarah Lokal di Jawa dari Sudut Pandang Komersial," (dalam buku Expressing Islam, terjemahan, Komunitas Bambu, 2012) menunjukkan bahwa praktik ngalap berkah yang dilakoni peziarah ke makam orang suci adalah ekspresi dari teologi jarak dan kedekatan: pandangan bahwa Tuhan dianggap lebih dekat kepada manusia di tempat-tempat dan saat-saat tertentu. Ada pula orang-orang tertentu yang dianggap telah berhasil mendekatkan diri kepada-Nya, yaitu mereka yang disebut sebagai wali atau kekasih Allah. Upaya peziarah mendatangi makam para wali adalah bagian dari ikhtiar mereka melakukan tawassul, yaitu memanfaatkan seorang wali Allah sebagai perantara. Semakin dekat seseorang kepada Allah, semakin dekat pula ia kepada sumber segala kebajikan dan rezeki, termasuk harta benda material.

Alhasil, teologi jarak dan kedekatan akan efektif meredam ekstremisme Islam yang pada titik terjauhnya seperti gerakan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) ingin memberantas praktik pengeramatan dan berniat meluluh-lantakkan tempat-tempat suci yang dianggap sebagai sarang kemusyrikan atau syirik. Praktik ekstremisme Islam yang ingin melakukan purifikasi ajaran dengan berkiblat sepenuhnya kepada segala yang berbau Arab akan bertemu dengan ritual Islam yang bersenyawa dengan budaya setempat seperti terekspresikan dalam praktik ziarah. Pertemuan inilah yang akan melahirkan mekanisme checks and balances (saling mengendalikan dan menyeimbangkan) antara apa yang disebut sebagai "Islam tekstual" dan "Islam kontekstual."

Ekstremisme sekular

Kedua, ziarah kubur ke makam siapa pun adalah upaya mengingatkan peziarah alias mereka yang hidup untuk selalu mengingat kematian dan betapa mereka memiliki waktu yang terbatas di dunia ini. Segala sesuatu pasti ada akhirnya, tak ada yang abadi. 

Ini adalah antidot bagi sikap ekstremisme sekuler, yang meminggirkan peran agama hanya ke wilayah privat (pribadi) tanpa boleh memasuki urusan duniawi, termasuk ekonomi. Akibat dari sekularisme ekstrem ini, manusia sibuk mencari hajat ekonomi tanpa mengindahkan nilai agama. Kemudian, kesibukan pencarian akan materi tersebut membuat persepsi atau horizon waktu mereka
menyempit dalam arti mereka "kerasan" hidup di dunia ini dan di saat ini karena kenikmatan jasmani yang mereka reguk. Akibatnya, mereka lupa akan kepastian datangnya ajal, sehingga abai terhadap adanya dunia akhirat "nanti" dan melupakan pula norma-norma moral yang berasal dari keyakinan luhur agama. Nah, ritual ziarah kubur persis akan mengingatkan para penganut ekstremis sekuler betapa horison waktu mereka tinggal di dunia ini hanyalah sementara. Dengan begitu, sikap mereka akan kehidupan bisa lebih seimbang, lebih bermoral, dan lebih berkualitas. Sastrawan Radhar Panca Dahana menyebut sikap ini sebagai kultur ekonomi-cukup yang seimbang (Radhar Panca Dahana, Ekonomi Cukup, Penerbit Kompas, 2015).

Akhir kata, ziarah kubur merupakan perjalanan suci (pilgrimage) raga maupun batin manusia untuk menjembatani kehidupan dunia di sini dan masa kini dengan dunia akhirat sana. Sekaligus, ritual tersebut mampu menjadi penawar bagi dua ekstremisme, yaitu ekstremisme Islam maupun ekstremisme sekular. 


 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun