Mohon tunggu...
Satrio Wahono
Satrio Wahono Mohon Tunggu... Penulis - magister filsafat dan pencinta komik

Penggemar komik lokal maupun asing dari berbagai genre yang kebetulan pernah mengenyam pendidikan di program magister filsafat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sepak bola sebagai Civil Religion

21 Januari 2025   19:32 Diperbarui: 21 Januari 2025   18:05 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
JJ Rousseau, filsuf pencetus istilah civil religion (Sumber: wikiart.org))

Sepak bola memang bukan sekadar olahraga. Bahkan, ada yang sampai mengibaratkan sepak bola seperti agama. Namun, memang sepak bola sebenarnya bisa berperan sebagai civil religion atau "agama sipil" yang punya peran penting dalam memecahkan berbagai masalah. Indonesia pun bisa memetik manfaat dari sini.

Agama Sipil

Meminjam pendapat intelektual Islam, Azrumaydi Azra (2010), sepak bola sesungguhnya bisa dikategorikan sebagai agama sipil (civil religion) sebagaimana digagas oleh sosiolog Robert N. Bellah yang terinspirasi dari filsafat JJ Rousseau. Artinya, meskipun sepak bola memang tidak memiliki rukun iman atau kredo tertentu, tetapi ada lima hal pokok yang membuat sepak bola dapat disebut sebagai "agama sipil".

Pertama, adanya "pemujaan" yang berbau sakral dan bahkan mitos "pemujaan" terhadap pemain, pelatih, dan kesebelasan tertentu. 

Kedua, adanya berbagai ketentuan yang telah mengalami "sakralisasi" sehingga tidak lagi bisa dipersoalkan, seperti aturan soal fair play, perlunya kebebasan sepak bola dari segala intervensi politik dan lain sebagainya.

Ketiga, adanya lembaga dan orang-orang yang menjadi semacam penjaga keyakinan (the guardian of the faith), seperti FIFA, federasi sepak bola sampai wasit dan hakim garis. Keempat, adanya fanatisme buta yang kadang menyebabkan gesekan atau konflik yang
bahkan berbaru kekerasan atas nama sepak bola. Di luar negeri, kita tentu kenal fenomena hooliganism atau di dalam negeri terdapat aksi para bonek.  

Kelima, adanya sumpah dan janji setia pada tim sepak bola tertentu, lengkap dengan lagu-lagu "kerohanian" pembangkit semangat (chant). Salah satu contoh legendaris dari kesetiaan lengkap dengan lagu-lagu suci ini adalah fanatisme pendukung Liverpool yang tak luput mengumandangkan lagu "You'll Never Walk Alone" untuk menyemangati tim kesayangan mereka.

Berbekal kesadaran teoretis "agama sipil," jelas sepak bola punya potensi besar untuk memainkan peran layaknya "agama" bagi para "pemeluknya" (baca: fans), yaitu untuk memberikan suntikan semangat dan spiritualitas bagi jiwa-jiwa yang gundah akibat didera
berbagai masalah. Dan yang unik, karena posisinya sebagai "agama sipil", sepak bola bisa lebih luwes merasuk ke aneka ragam manusia dengan mendobrak sekat-sekat pemisah tradisional, seperti: sekat ras, sekat etnis, sekat sosial ekonomi, dan lain sebagainya. Singkat kata, sepak bola menjadi bahasa sangat universal, termasuk bagi para pribadi resah.

Karena itu, di tengah begitu banyak masalah ekonomi yang menimpa rakyat Indonesia belakangan ini: mulai dari pelemahan daya beli hingga kenaikan harga-harga, sepak bola adalah "agama" pelipur lara paripurna yang memberikan energi spiritual luar biasa
bagi rakyat kita untuk sejenak melupakan masalahnya.  

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun