Mohon tunggu...
Satrio Wahono
Satrio Wahono Mohon Tunggu... Penulis - magister filsafat dan pencinta komik

Penggemar komik lokal maupun asing dari berbagai genre yang kebetulan pernah mengenyam pendidikan di program magister filsafat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sepak Bola dan Strategi Diplomasi Politik

21 Januari 2025   18:26 Diperbarui: 21 Januari 2025   17:53 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemain sepak bola legendaris Chelsea, Didier Drogba (sumber: wikipedia)

Sudah jadi pengetahuan umum sepak bola adalah olahraga paling populer sejagat. Banyak analisa mengupas mengapa permainan mengolah kulit bundar ini begitu masyhur. Salah satunya, karena pengaruh sepak bola ternyata begitu signifikan menjalar ke berbagai aspek: ideologi, sosial-politik, ekonomi, budaya, dan bahkan pertahanan keamanan. 

Dalam konteks politik internasional, misalnya, sepak bola secara mengejutkan mampu menjadi alat diplomasi politik ampuh bagi negara-negara tertindas memperjuangkan kedaulatan mereka ataupun menyelesaikan perang saudara di antara mereka.

Sebagai contoh, jagat sepak bola mengenal satu organisasi pinggiran bernama Nouvelle Fdration-Board (NF-Board). Inilah satu badan yang membawahkan asosiasi-asosiasi sepak bola yang dibentuk oleh wilayah tak diakui, koloni atau kelompok marginal di suatu negara berdaulat. Badan yang dibentuk pada 12 Desember 2003 di Belgia tersebut memosisikan diri sebagai otoritas alternatif pengelola sepak bola yang ingin mendobrak hegemoni FIFA dan menerima asosiasi sepak bola apa pun dari seluruh dunia dengan tangan terbuka. Sejauh ini, NF-Board sudah memiliki puluhan anggota tetap yang kini masih memperjuangkan kedaulatan dan kemerdekaan bangsa mereka, termasuk negara-negara separatis yang tidak diakui PBB, seperti: Tibet, Chehchnya, Irak Kurdistan, dan Siprus Utara.  Lebih jauh lagi, NF-Board rutin menggelar VIVA World Cup sejak 2006 sebagai ajang kejuaraan para anggotanya.

Sejauh ini, peran NF-Board dalam perjuangan negara-negara marginal menegakkan kedaulatan mereka tidaklah kecil. Bahkan secara fenomenal, anggota NF-Board akhirnya mampu menjalin kerja sama pertandingan dengan sejumlah asosiasi sepak bola anggota FIFA, seperti Indonesia, Tunisia, Vietnam dan Mauritania. Itulah ketika Irak Kurdistan sebagai anggota NF-Board berpartisipasi dalam Piala Al Nakba 2012 yang digelar Palestina pada Hari Nakba ("Hari Malapetaka") 15 Mei, yaitu momen tatkala ratusan ribu warga Palestina harus mengungsi satu hari setelah warga Yahudi mendirikan Negara Israel pada 14 Mei 1948. Tujuan Piala Al Nakba adalah memperkuat pengakuan dunia internasional terhadap kedaulatan Palestina.

Piala Al Nakba yang kemudian dijuarai tuan rumah Palestina itu merupakan momen penting bagi kekuatan sepak bola sebagai alat perjuangan kedaulatan karena ia memenuhi dua tujuan sekaligus. Pertama, Piala ini mampu memberikan sinyal desakan bagi dunia untuk mengakui status Palestina sebagai negara berdaulat yang mendapatkan dukungan dari sesama negara berdaulat lain, seperti
Indonesia yang ikut berpartisipasi dalam turnamen itu. 

Kedua, sebagai alat solidaritas bagi bangsa mana pun yang masih merasa tertindas di tanah air mereka sendiri, hal mana dibuktikan dari keikutsertaan Irak Kurdistan di turnamen Al Nakba yang dihadiri sejumlah anggota FIFA. Inilah kali pertama anggota NF-
Board akhirnya punya kesempatan bertanding dengan negara anggota FIFA.

Menariknya, Indonesia memainkan posisi unik di sini. Sebab, sebagai salah satu anggota FIFA terbesar di dunia, Indonesia tetap menjalankan komitmen kemanusiaan dan politik luar negerinya sebagaimana digariskan tegas dalam Pembukaan UUD 1945 alinea pertama "Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus
dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan."

Juru damai konflik

Contoh lainnya adalah perubahan politik dari konflik horizontal beraroma kekerasan menjadi suasana damai di Pantai Gading. Prestasi Didier Drogba sebagai legenda hidup di tim besar Liga Inggris, Chelsea, ikut membantu stabilitas politik di Pantai Gading, suatu negara Afrika yang mengalami bentrok antara pemberontak yang menguasai wilayah selatan dan pemerintah yang mengontrol daerah utara.

Konflik berkepanjangan sejak 1999 ini baru surut ketika pada Oktober 2005, Drogba membawa Pantai Gading untuk kali pertama menembus Piala Dunia 2006 setelah menekuk Sudan 3-1. Ribuan orang turun ke jalan merayakan hal ini. Saat itu, Drogba memimpin rekan-rekannya berpidato, "Saudara-saudaraku di utara dan selatan, kami berlutut untuk memohon agar kalian menghentikan peperangan ini. Negara hebat seperti Pantai Gading tidak boleh tenggelam dalam genangan darah."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun