Mohon tunggu...
Satrio Wahono
Satrio Wahono Mohon Tunggu... Penulis - magister filsafat dan pencinta komik

Penggemar komik lokal maupun asing dari berbagai genre yang kebetulan pernah mengenyam pendidikan di program magister filsafat

Selanjutnya

Tutup

Financial

Mengenal Refleksivitas, Resep Jitu Investasi dari George Soros

21 Januari 2025   17:18 Diperbarui: 21 Januari 2025   16:09 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
George Soros, investor legendaris yang sempat dituduh berada di balik krisis ekonomi Asia 1997 (Sumber: cnn.com)

Bagi kalangan investor dan pemain bursa, nama George Soros adalah legenda. Saking legendarisnya nama Soros, mantan Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohamad,  sempat menuduh Soros sebagai tokoh spekulan di balik krisis finansial Asia pada 1997-1998. Namun, Mahathir akhirnya menarik tuduhannya itu pada 2006. 

Selain investor ulung, Soros sejatinya juga seorang filsuf yang memiliki basis teoretis handal bagi aksi pencetak uangnya di berbagai bursa dunia. Tak tanggung-tanggung, ia pernah belajar langsung di bawah bimbingan filsuf penggagas mazhab rasionalisme kritis, Karl Raimund Popper dan memang sangat terpengaruh oleh sang guru, terutama oleh gagasan Popper mengenai Masyarakat Terbuka (Open Society).

Adapun  salah satu gagasan Soros yang paling terkenal dan mampu dengan jitu meramalkan krisis kredit perumahan berkualitas rendah di AS adalah konsep refleksivitas, yang juga mendasari konsep teori boom-and-bust.

Sebagaimana dikemukakan Soros dalam memoar intelektualnya The Age of Fallibility (terjemahan, Tempo, 2008), Soros mengkritik teori korespondensi yang mengatakan pengetahuan itu dikatakan benar apabila ia berkorespondensi dengan fakta. Misalnya, pernyataan "Saat ini cuaca cerah" dikatakan benar jika ia berkorespondensi dengan fakta bahwa memang saat ini matahari memang bersinar cerah di luar. Bagi Soros, teori seperti ini mengasumsikan adanya perpisahan antara pikiran dan realitas. Padahal,
manusia saat mengkognisi realitas juga melibatkan dirinya dalam membentuk realitas itu. Keterlibatan itulah yang dinamai fungsi partisipasi, untuk membedakan fungsi kognisi yang mencoba memahami realitas. Kedua fungsi itu lantas membentuk konsep refleksivitas manusia dalam menggapai realitas. 

Konsekuensinya, tidak ada lagi kepastian dalam realitas sebagaimana diidamkan teori korespondensi. Sebaliknya, realitas bersifat indeterminate (tak pasti). Sebab, realitas juga dipengaruhi oleh penafsiran subyektif, distorsi ide, spekulasi, dan lain-lain dari  pemikiran sang pengkognisi.

Sebagai contoh, pernyataan "kamu adalah musuh saya" tidak mesti berkorespondensi dengan realitas (karena bisa saja sang lawan bicara sebenarnya tidak merasa demikian pada awalnya). Akan tetapi, akibat pernyataan ini, lawan bicara akhirnya sebal dan ikut mengafirmasi bahwa dia memang musuh sang penutur awal. Jadi, pernyataan sang penutur awal menjalankan fungsi partisipasi karena telah mengubah seseorang yang tadinya tidak punya ganjalan apa-apa menjadi musuh sejati.

Berdasarkan konsep refleksivitas ini, situasi-situasi yang ada kerap kali merupakan situasi jauh-dari-keseimbangan. Kembali merujuk pada contoh di atas, situasi seimbang seharusnya adalah relasi damai. Namun, akibat dari pernyataan "kamu adalah musuh saya" dapat menggeser situasi seimbang itu menjadi situasi penuh permusuhan alias jauh-dari-keseimbangan.

Operasionalisasi

Konsep refleksivitas dan jauh-dari-keseimbangan menjadi cocok jika diaplikasikan pada pasar finansial berdasarkan teori boom-and-bust. Inilah teori yang menyatakan satu sektor dapat menggelembung begitu pesat hanya untuk tiba-tiba kempes, sebagaimana misalnya terjadi pada awal 2000-an di sektor perusahaan Teknologi Informasi.

Meski bersifat absrak-filosofis, teori ini punya kekuatan operasional tinggi. Terbukti Soros secara jitu menggunakan teorinya ini untuk meramalkan krisis subprime mortgage di AS pada 2007 setahun sebelum terjadi. Yaitu, Soros memberikan ramalan berbasis konsep refleksivitas bahwa, "saya percaya kita berada di tengah-tengah gelembung raksasa sektor perumahan. Lembaga-lembaga hipotek menurunkan standar pinjaman dan memperkenalkan produk baru seperti adjustable rate mortgages (ARMs) dan "suku bunga promosi penggoda (teaser rates). Ini memperkuat spekulasi dan kenaikan harga rumah membuat pemiliknya merasa kaya, sehingga terjadi ledakan konsumsi.'

Kita lihat bahwa suku bunga promosi penggoda adalah fungsi partisipasi yang dilakukan oleh lembaga keuangan untuk mengubah realitas demi memperkuat spekulasi dan meningkatkan harga rumah. Namun, hasilnya adalah sebuah situasi-jauh-dari-keseimbangan dalam bentuk krisis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun