politik kontemporer, politik pencitraan adalah hal lazim. Apabila ada yang menuduh suatu rezim berwatak keropos karena menonjolkan politik pencitraan, itu adalah pandangan anakronistis (ketinggalan zaman). Permasalahan sebenarnya bukanlah soal apakah politik pencitraan itu palsu atau nista. Masalah sesungguhnya adalah bagaimana memainkan politik pencitraan yang paripurna, yaitu politik pencitraan yang tak hanya mengedepankan retorika, melainkan aksi nyata.
Dalam duniaBukti politik pencitraan paripurna tergelar dalam sejarah, yaitu dari jantung demokrasi itu sendiri, Amerika Serikat (AS), dalam diri Presiden Ronald Reagan dari Partai Republik (1981 -- 1989). Reagan adalah salah satu presiden AS tersukses pada abad ke-20. Beberapa prestasi politiknya yang paling fenomenal adalah andilnya dalam demokratisasi Uni Soviet lewat kebijakan glasnost dan perestroika Gorbachev. Juga, dorongan politiknya untuk meruntuhkan tembok Berlin yang menandakan unifikasi antara Jerman Barat yang demokratis dan Jerman Timur yang komunis.
Ronnie, demikian Reagan akrab dipanggil, adalah salah satu pengejawantahan politik citra yang paripurna. Dialah satu-satunya presiden AS berlatar belakang entertainer, yaitu bintang film Holywood, di mana citra adalah jualan utamanya. Latar belakang demikian justru bermanfaat bagi politik AS. Pasalnya, Reagan naik ke puncak kekuasaan saat AS masih babak belur akibat kalah dalam Perang Vietnam dan terpukul oleh dampak Revolusi Iran 1979. Selain itu, konflik Perang Dingin (Cold War) dengan Uni Soviet sedang panas-panasnya. Akan tetapi, dengan kejeliannya memainkan citra, Reagan mampu memanfaatkan momentum buruk tersebut dengan mencanangkan slogan legendaris, "Kita jadikan Amerika besar kembali" (mirip dengan slogan sesama Presiden AS dari partai Republik, Donald Trump). Artinya, sedari awal rezim Reagan adalah pemerintahan yang menyadari perlunya pencitraan.
Meski demikian, ada beberapa hal yang menjadikan politik pencitraan Reagan istimewa. Reagan seusai pelantikannya langsung menggebrak dengan aksi nyata lewat peluncuran tiga kebijakan kuat. Pertama, perbaikan ekonomi. Agenda ini ia sukseskan dengan menggelontorkan Reaganomics, sebuah paket ekonomi berbahan bakar pemangkasan pajak yang bertujuan membuka lapangan kerja dan menekan inflasi. Meski banyak dikritik karena membengkakkan defisit fiskal, terbukti paket ini berdampak nyata bagi rakyat Amerika: pertumbuhan ekonomi melesat, 19 juta lapangan kerja baru tercipta, dan inflasi terkendali.
Kedua, perwujudan perdamaian lewat kekuatan. Berangkat dari filsafat klasik "butuh perang untuk mengakhiri perang", Reagan lugas menunjukkan ketegasannya merespons segala ancaman terhadap Amerika. Sebagai contoh, tentara Amerika tak segan-segan menghajar Libya. Belum lagi kasus Iran-Contra di mana Amerika menembak pesawat sipil Iran dan menewaskan 200 orang. Reagan bahkan tanpa ragu-ragu mengganyang Grenada, negeri kecil di Karibia yang ia pandang terlalu dekat dengan dua musuh abadi Amerika: Kuba dan Uni Soviet.
Walaupun dikritik sana-sini dari komunitas internasional, langkah militeristik Reagan disambut hangat oleh publik Amerika sendiri. Rakyat di sana bisa merasakan ketegasan Presiden mereka. Apalagi ketika Reagan di penghujung masa pemerintahannya berhasil menorehkan prestasi gemilang yang akan selalu dikenang: pengembangan sistem persenjataan baru, seperti rudal MX, pesawat tempur F-117, pesawat pengebom B-2, dan tank M-1. Â
Ketiga, memberikan harapan masa depan bagi warga negara. Keberhasilan dua agenda pertama Reagan memuluskan langkahnya mewujudkan agenda ketiga ini. Melihat posisi terdepan Amerika dari segi ideologi dan ekonomi, rakyat Amerika mampu mengangkat kepala tegak menyongsong masa depan dengan penuh harapan. Jadi, langkah nyata Reagan di bidang ekonomi, militer, dan politik kian mengukuhkan citra Reagan sebagai tokoh pujaan rakyat yang terpercaya dan mampu membangkitkan emosi positif kolektif rakyat Amerika. Itulah sebabnya Reagan sampai dijuluki sebagai "salah satu presiden Amerika Tersukses abad ke-20" oleh The
Economist.
Tiga Syarat
Untuk konteks Indonesia, siapa pun pemimpinnya, ia haruslah menjalankan politik pencitraan tingkat tinggi dengan menyandarkan diri pada langkah-langkah nyata guna memperkuat citra itu sendiri. Sebab tanpa itu, praktik politik pencitraan hanya akan menggali
liang kuburnya sendiri. Oleh karena itu, seyogianya para elite pemimpin negeri ini mulai menengok teladan Reagan dan menjalankan ketiga syarat penting yang menjadikan Reagan sebagai pengamal politik citra nyata yang paripurna. Sebagaimana dipersaksikan oleh istri Ronald Reagan, Nancy Reagan, dalam majalah berita mingguan Time (2004), ketiga syarat itu adalah "kemauan untuk menjadi pribadi tanpa ego, kuat pada prinsip, dan nyaman dengan apa pun yang ia miliki."
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H