Timnas kita di bawah komando pelatih baru Patrick Kluivert akan berupaya memenangi laga tersisa di babak kualifikasi untuk mewujudkan mimpi rakyat Indonesia. Sebagai tips untuk membantu meloloskan timnas kita ke Piala Dunia, Kluivert sebenarnya bisa menengok resep dari empat juara piala dunia: Prancis (1998), Brazil (2002), Italia (2006), dan Spanyol (2010).
Indonesia saat ini sedang menyongsong asa untuk lolos ke Piala Dunia (PD).Empat hikmah berbeda
Pertama, Prancis adalah kesebelasan kejutan yang menjadi juara PD 1998 dengan mengalahkan juara bertahan Brazil secara meyakinkan, 3 -- 0. Kunci keberhasilan Prancis adalah kemampuan pelatih Aime Jacquet meramu pemain-pemain dari berbagai latar belakang berbeda: kulit putih, kulit hitam, Kristen, Muslim, dan lain-lain sehingga melahirkan satu sinergi dahsyat yang mengejutkan kala itu. Â Ketimbang menjadi pengalang, perbedaan luar biasa para pemain Prancis justru menjadi unsur saling melengkapi yang membentuk kekompakan tim.
Kedua, Brazil adalah negeri di mana sepakbola menjadi hiburan rakyat sehari-hari. Ibaratnya, mereka mengembalikan khittah sepakbola sebagai 'permainan' bukan 'pertandingan'. Sejarawan dan filsuf Belanda, Huizinga, bahkan pernah mengatakan bahwa bermain bola secara serius sebagai 'pertandingan' akan menghilangkan spirit murni dari sepakbola itu sendiri (Bertens, Panorama Filsafat Modern, Gramedia, 1992).
Maka itu, skill para pemain bola Brazil begitu menghibur sehingga mereka mampu menyajikan permainan indah nan terkenal yang disebut jogo bonito. Terbukti, dedikasi para pemain Brazil menyajikan keindahan dan sifat 'bermain' dalam sepakbola inilah yang mampu mengantarkan mereka merebut trofi Piala Dunia setelah menekuk Jerman 2 -- 0 pada final PD 2002.
Ketiga, Italia pada 2006 mampu memuaskan dahaga para tifosi-nya yang puasa gelar selama 24 tahun sejak 1982 dengan mengalahkan Prancis 5 -- 3 lewat drama adu penalti. Final PD 2006 begitu fenomenal karena melibatkan drama timpangnya permainan Prancis setelah Zidane harus menerima kartu merah setelah menanduk kepala pemain Italia, Marco Materazzi. Konon, Zidane berbuat demikian karena terprovokasi ucapan Materazzi yang memaki ibu sang legenda Prancis itu.
Resep Italia ini adalah perwujudan filsafat Machiavelli yang dalam kitab klasiknya The Prince (terjemahan, Gramedia, 1995) memiliki diktum tujuan menghalalkan cara (the end justifies the means). Meski kurang terpuji, resep ini dalam kadar tertentu harus berani diadopsi tim mana pun yang ingin sukses: berani menjadi 'anak nakal' dengan bermain menyerempet risiko dan keras demi meraih
kemenangan.
Salah satu contoh lain pengamal filsafat ini adalah Argentika ketika menjuarai PD 1978 serta saat Maradona menggunakan trik 'tangan Tuhan' guna menjebol gawang Inggris untuk masuk final dan menjuarai PD 1986 (Owen Mcball, Football villains, Mizan, 2010).
Keempat, Spanyol mampu menjuarai PD 2010 dengan mengalahkan Belanda 1 -- 0 lewat gol Iniesta pada menit 117. Inilah hasil dari permainan berbekalkan keuletan semangat para pemain Spanyol yang lihai memainkan umpan-umpan pendek cepat, efektif lagi mematikan. Mengingat mayoritas pemain Spanyol berasal dari Real Madrid dan Barcelona, timnas Spanyol 2010 sejatinya merupakan kombinasi determinasi tinggi yang diwarisi dari semangat pemberontakan Barcelona dan gaya permainan elegan yang berasal dari kesebelasan elit Real Madrid.
Akhirulkalam, timnas Indonesia seyogianya bisa memetik empat resep dari empat juara PD: bermain penuh gairah ala Brazil, merangkul segala perbedaan pemain ala Prancis, berani bermain sedikit 'nakal' dan 'kotor' ala Italia, dan permainan penuh kesabaran lagi efektif dari Spanyol. Niscaya, kita bisa menyaksikan timnas Indonesia berlaga di ajang Piala Dunia dalam waktu dekat. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H