Mohon tunggu...
Satrio Wahono
Satrio Wahono Mohon Tunggu... Penulis - magister filsafat dan pencinta komik

Penggemar komik lokal maupun asing dari berbagai genre yang kebetulan pernah mengenyam pendidikan di program magister filsafat

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Mengenal Chipko dan Gandhiisme, Dua Contoh Environmentalisme Hindu

19 Januari 2025   22:18 Diperbarui: 19 Januari 2025   20:30 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Mahatma Gandhi (Sumber: wikimedia.org)

Pemanasan global dan cuaca ekstrem sebagai efek ikutannya adalah bahaya nyata yang sulit untuk dibantah lagi. Berbagai upaya telah dikerahkan untuk mengatasinya. Di sisi lain, masyarakat dunia perlu juga mengupayakan solusi mendasar dan paradigmatik. Salah satunya dengan mengambil inspirasi dari agama-agama besar dunia, salah satunya agama Hindu.

Setidaknya, ada dua gerakan lingkungan atau environmentalisme yang terilhami oleh nilai-nilai Hindu. Pertama, gerakan Chipko. Memiliki arti "merangkul," Chipko adalah sebuah gerakan yang berdiri tahun 1913 dengan tujuan melindungi tanah-tanah hutan (Tucker dan Grim, Agama, Filsafat, dan Lingkungan Hidup, Kanisius, 2003). Setelah sempat vakum, gerakan ini dihidupkan kembali pada 1977 oleh sebuah kelompok perempuan di daerah Himalaya yang mengikat benang-benang suci dan membentuk rantai mengelilingi pohon-pohon ---persis seperti gerakan memeluk---supaya tidak terkena aksi penebangan besar-besaran oleh perusahaan penambangan.

Kaum perempuan yang tinggal di daerah-daerah berhutan selama beberapa millenium memang memiliki ketergantungan hidup kepada pohon. Hutan menyediakan makanan ternak, pupuk, makanan, air dan bahan bakar. Maka itu, penebangan hutan berarti mengganggu keseimbangan ekologis dan menyebabkan kerusakan besar di pelbagai belahan India.

Kedua, Gandhiisme. Berpijak pada ajaran tanpa kekerasan (ahimsa) dan tanpa kepemilikan (aparigraha), Gandhi tegas mengkampanyekan pentingnya bagi perekonomian India untuk membuat desa-desa mandiri yang giat melakukan swasembada kebutuhan demi meniadakan impor barang (Gandhi, The Village Reconstruction, 1966). Menurut Gandhi, ekonomi industri yang rakus energi dan gemar berpolusi pasti akan melahirkan kompetisi, keserakahan, dan eksploitasi terhadap desa-desa. Sehingga, industrialisasi cuma akan melahirkan keinginan tak kunjung henti dari manusia yang hanya bisa dipuaskan oleh aktivitas buas mesin industri yang mengepulkan karbon hitam perusak lingkungan.

Oleh karena itu, melakukan swasembada di tingkat desa, khususnya makanan dan pakaian, akan meminimalkan kebutuhan manusia sekaligus menekan keperluan akan sarana-sarana yang digunakan untuk menghasilkan kebutuhan-kebutuhan tersebut. Dengan demikian, ini bisa mengerem laju industri dan tingkat perusakan lingkungan akibat ekonomi modern yang mendewakan teknologi pengeksploitasi alam.

Kearifan Lingkungan

Kita bisa lihat bagaimana Gerakan Chipko dan swasembada ajaran Gandhi adalah bukti betapa ajaran Hindu mampu mewariskan sejumlah kearifan lingkungan luar biasa yang sangat relevan dan aktual bagi kehidupan kontemporer. Pertama, gerakan melindungi pohon ala Chipko kini digalakkan secara intens oleh masyarakat global. Sebab, komunitas dunia kini mulai menyadari betapa pentingnya pohon sebagai penyerap emisi karbon.  

Kedua, gerakan mengurangi impor ala Gandhiisme juga mulai diadopsi oleh banyak warga dunia. Munculnya berbagai kampanye membeli produk dalam negeri  adalah salah satu manifestasi ajaran Gandhi . Ajaran mengurangi impor akan mampu menumbuhkan kemandirian bangsa, memperkuat perekonomian lokal di tengah risiko perlambatan ekonomi , sekaligus mengurangi dampak
kerusakan lingkungan.
 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun