Salah satu tantangan terbesar Indonesia saat ini adalah ledakan jumlah penduduk yang tinggi. Sampai awal Januari 2025, jumlah penduduk kita sudah mencapai 285 juta jiwa, meningkat dari 261 juta jiwa pada 2015 alias sekitar 9 persen dalam 10 tahun. Â
Jelas, ini angka yang cukup mengkhawatirkan mengingat peningkatan jumlah penduduk berarti juga perebutan yang kian sengit akan pangan, sumber daya energi, lahan, sumber air, dan lain sebagainya. Artinya, ledakan penduduk berpotensi menimbulkan krisis di berbagai lini, seperti krisis energi, krisis lingkungan, krisis air bersih, dan aneka problem lain.
Oleh karena itu, Indonesia sebenarnya memerlukan tindakan pengendalian ledakan penduduk. Apalagi mengingat program Keluarga Berencana (KB) semakin sayup pamornya akibat masih menyandang stigma sebagai kebijakan peninggalan rezim Orde Baru yang demikian otoriter sampai-sampai mengatur urusan domestik/privat warga negaranya. Sebagai inspirasi, kita bisa menengok kebijakan Brasil mengendalikan penduduknya. Sebab, Brasil dalam waktu 10 tahun (2015-2025) hanya mengalami pertambahan jumlah penduduk dari 201 juta pada 2015 ke 212 juta pada awal 2025 alias hanya sekitar 5 persen selama 10 tahun.Â
Pergeseran paradigma
Brazil memang sudah lama berinvestasi pada upaya mengendalikan jumlah penduduk. Sebagaimana diwartakan Cynthia Gorney dalam liputan mendalamnya tentang fenomena ledakan penduduk di Brasil ("Daya Wanita", National Geographic Indonesia, September 2011), setidaknya ada empat faktor utama di Brasil yang melatari kesuksesan pengendalian penduduk di sana tanpa memerlukan program resmi pemerintah terkait pengendalian penduduk seperti KB. Pertama, Brasil melakukan industrialisasi secara drastis guna memacu ekonomi jenis baru yang memusatkan pekerjaan di kota dan menumbuhkan persaingan ekonomi ketat. Alhasil, bayi akan terasa sebagai beban pengeluaran baru ketimbang calon anak yang kelak bermanfaat bagi keluarga.
Kedua, Brasil membuat produk kontrasepsi, seperti pil KB, tersedia bagi semua kalangan dan dijual bebas di apotek. Ketiga, negeri samba ini memperbaiki program pensiun nasional sedemikian rupa sehingga para orang tua kelas pekerja tidak perlu lagi khawatir bahwa di usia senja nanti mereka akan memerlukan dukungan keluarga yang besar.
Keempat, Brasil menyediakan infrastruktur listrik secara besar-besaran dan memicu tumbuhnya industri televisi di sebagian besar wilayah pinggiran. Setelah itu, pemerintah Brasil mendorong saluran televisi---utamanya lewat jaringan televisi Globo---menayangkan novela (opera sabun malam berbahasa Portugis bermasa tayang berbulan-bulan yang digemari di Brazil) yang mencitrakan keluarga idaman Brasil modern di benak masyarakat bawah: kaya, cantik dan tampan, dan keluarga kecil yang tidak
memiliki banyak anak. Alhasil, citra yang terpatri seperti itu memotivasi masyarakat kelas bawah untuk tidak punya banyak anak guna mengayunkan satu langkah awal membangun keluarga idaman versi novela . Makanya, salah satu istilah terkenal di kalangan wanita Brazil adalah "A fbrica est fechada" alias "pabrik sudah tutup."
Konteks Indonesia
Berangkat dari inspirasi kebijakan Brasil di atas, Indonesia bisa memodifikasi beberapa langkah guna mengendalikan ledakan penduduknya. Pertama, Indonesia harus kian gencar melakukan modernisasi industrinya guna meningkatkan pendapatan masyarakat pekerja di satu sisi sekaligus menjadikan fenomena anak banyak justru sebagai beban alih-alih aset.
Kedua, pemerintah mesti kian menggiatkan program kampanye kontrasepsi dan pembagian/pemasangan/penjualan alat-alat kontrasepsi lewat berbagai kanal---seperti posyandu, puskesmas, apotek, dan lain sebagainya---guna memudahkan kaum perempuan membatasi potensi kehamilan baru.