Mohon tunggu...
Satrio Wahono
Satrio Wahono Mohon Tunggu... Penulis - magister filsafat dan pencinta komik

Penggemar komik lokal maupun asing dari berbagai genre yang kebetulan pernah mengenyam pendidikan di program magister filsafat

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mengenal Demokrasi Iliberal dan Fasisme Liberal

17 Januari 2025   21:55 Diperbarui: 17 Januari 2025   21:20 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kover Buku Terjemahan The Future of Freedom karya Fareed Zakaria (Sumber: koleksi pustaka pribadi)

Dalam pemikiran politik, orang kebanyakan pasti akrab dengan istilah demokrasi liberal dan mendukung pelaksanaannya. Demokrasi liberal sejauh ini dianggap sebagai produk ideologi paling ideal dari segala ideologi yang pernah dicoba di dunia. Sebab, demokrasi liberal sejatinya mengawinkan dua kata, demokrasi dan liberal, di mana keduanya sama-sama menginginkan terwujudnya kehidupan yang lebih baik bagi seluruh manusia. Dalam demokrasi, pemerintahan tidak terpusatkan pada segelintir elite saja, melainkan berada di tangan seluruh rakyat lewat mekanisme perwakilan. Sementara itu, cita-cita liberal adalah impian nilai-nilai bersama yang menjunjung tinggi martabat manusia, mengakui hak atas properti (kepemilikan pribadi), mengagungkan supremasi hukum, dan menghargai hak asasi manusia (HAM).

Di sisi lain, orang juga akrab dengan istilah fasisme, tapi memiliki pandangan yang sebagian besar negatif. Pasalnya, beberapa negara yang pernah mempraktikkan fasisme di masa lalu seperti Jerman, Jepang, dan Italia terbukti menorehkan catatan kekejaman dan penindasan dalam sejarah dunia. 

Namun, tahukah Anda sekarang ada varian demokrasi iliberal dan fasisme liberal? Terminologi apa lagi ini, demikian mungkin Anda membatin. 

Sebelum membahas demokrasi iliberal, perlu diketahui dulu bahwa demokrasi liberal itu ideal karena demokrasi tanpa atribut liberal bisa memunculkan tirani mayoritas yang meminggirkan aspirasi minoritas. Juga, demokrasi yang demikian belum tentu menghasilkan pemerintahan yang baik. Justru, demokrasi semata dapat menghasilkan kartel politik di mana para elite politik bekerja sama dengan para pemburu rente (rent-seekers) membajak prosedur demokrasi untuk menghasilkan produk-produk kebijakan yang menguntungkan diri mereka sendiri.

Hal demikian lalu menghasilkan apa yang disebut Fareed Zakaria dalam The Future of Freedom (2003) sebagai demokrasi iliberal (illiberal democracy). Itulah demokrasi yang malah menyalahi kaidah-kaidah paham liberal seperti penghargaan terhadap HAM dan pengkhidmatan terhadap rule of law (supremasi hukum).

Kita lihat contoh konkret demokrasi iliberal ini dalam krisis hipotik subprima yang terjadi di AS pada 2007 silam atau sekitar 18 tahun yang lalu. Berlindung di balik prosedur demokrasi dan spirit laissez faire pasar bebas, para elite politik AS dan juga elit The Federal Reserves (Bank Sentral Amerika) membiarkan penawaran kredit rumah kepada para nasabah yang sesungguhnya tak layak mendapatkan kredit (subprima). Juga, mengizinkan produk-produk derivatif sampah yang tak memiliki underlying aset (aset riil) dijajakan dengan regulasi minim. Ini terjadi di masa pemerintahan Presiden George Bush Jr dan Chairman the Fed Alan Greenspan.

Akibatnya, para elit ekonomi seperti eksekutif perbankan dan fund manager dengan bebas "menipu" para investor awam dan debitur kelas menengah untuk berinvestasi pada produk investasi yang dilandaskan pada skema Ponzi (gali lubang tutup lubang). Dan ketika produk-produk itu kehilangan nilainya secara besar-besaran, terjadilah krisis ekonomi global 2007-2008 yang menyebabkan banyak orang kehilangan pekerjaan, kehilangan daya beli, dan harus terlunta-lunta di jalanan karena mendapati rumah mereka disita. Singkatnya, demokrasi yang terjadi di AS kala itu hanyalah demokrasi iliberal yang menghasilkan pelanggaran HAM berupa hilangnya mata pencaharian dan rumah warga negara.

Amerika pun lantas menyadari kekeliruan dan dampak negatif dari praktik demokrasi iliberal yang mereka jalankan selama ini. Sehingga, pemerintah bertekad untuk berbenah dan memegang kendali lebih besar atas urusan ekonomi. Pada fase ini, Amerika meneladani kebijakan New Deal Presiden Franklin Delano Roosevelt (FDR) yang memperbesar peranan negara dalam menggerakkan roda perekonomian.

Selain demokrasi yang iliberal, ternyata ada fasisme yang liberal. Menurut Jonah Goldberg dalam Liberal Fascism (2007), fasisme liberal adalah paham yang meyakini bahwa orang-orang pilihan harus menggerakkan kemajuan massa untuk menciptakan tatanan dunia baru yang lebih baik. Seturut hal ini, fasisme liberal kembali menyerukan pentingnya nilai-nilai keluarga, perlunya menghadapi krisis, krusialnya persatuan bangsa, niscayanya menempatkan keputusan-keputusan penting di tangan para pakar dan orang-orang berintelektualitas super, dan kebutuhan akan satu pemimpin nasional yang berkharismatis. Semua itu demi mencapai tujuan-tujuan liberal berupa kesejahteraan ekonomi, tegaknya supremasi hukum, dan lain-lain.

Berdasarkan pola pikir inilah, FDR sebagai penggagas New Deal bisa dikategorikan sebagai pemimpin karismatis berpaham fasisme liberal. Demikian juga Obama pada masa pemerintahan 2008-2016. Sebagai contoh, pemerintahan Obama dan The Fed di bawah komando Ben Bernanke kala krisis finansial 2008 bergerak mem-bailout berbagai lembaga keuangan. The Fed juga mengkoordinasikan langkah melakukan pemangkasan suku bunga global demi menghindari deflasi. Pemangkasan ini diikuti dengan himbauan keras bernada memaksa dari The Fed untuk menurunkan suku bunga pinjaman sehingga bank didorong meminjamkan dana ke sektor riil demi mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Kemudian, negara pun berperan sebagai pelindung dengan
menggolkan Medicare yang memberikan asuransi kesehatan kepada seluruh warga Amerika.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun