Kemampuan berdebat termasuk salah satu kemampuan penting dalam hidup, terutama bagi sejumlah profesi seperti pengacara, jaksa, politikus, dan lain sebagainya. Namun, perdebatan akan lebih bermutu dan mudah dimenangkan jika kita menguasai disiplin ilmu logika. Dengan logika, kita bisa menyusun penalaran secara lebih tertib lewat silogisme. Atau, kita bisa membongkar kelemahan argumentasi lawan dengan menunjukkan kesesatan-kesesatan logika (logical fallacy) yang ia kemukakan.Â
Secara umum, lebih mudah memenangi debat dengan jalan kedua, yaaitu menunjukkan cacat logika lawan. Karena itu, supaya kita lebih piawai dalam berdebat, lebih baik bagi kita untuk mengenali aneka jenis kesesatan logika. Buku How to Win Every Argument karya Madsen Pirie, dosen logika di Hillsdale College, yang di Indonesia diterjemahkan sebagai Rahasia Selalu Menang Berargumentasi (Serambi, 2008) memberikan 79 macam kesesatan logika. Namun, supaya lebih mudah bagi sidang pembaca untuk menghafalkan, saya saripatikan 14 jenis kesesatan dulu, yang kesemuanya diawali dengan kata argumentum. Saya juga menambahkan sejumlah contoh original untuk memberikan gambaran lebih jelas.
1. Argumentum ad hominem. Ini adalah jenis kesesatan logika yang berargumentasi dengan menyerang pribadi lawan debat, bukan menyerang argumennya. Contoh: 'Omongan anak penganut komunis kok dipercaya'. Di sini, pembicara bukan menyerang argumen lawan bicara, tapi justru menyerang statusnya sebagai anak penganut komunis, yang sebenarnya tidak relevan.
2. Argumentum ad antiquitam. Kesesatan logika yang beranggapan bahwa sesuatu itu baik atau benar karena usianya yang tua. Contoh: 'Terimalah nasihat karier dariku yang sudah mengecap banyak asam garam kehidupan.' Padahal, zaman sudah berubah dan belum tentu nasihatnya relevan untuk masa sekarang.
3. Argumentum ad baculum. Jika penalaran gagal, gunakan pentungan (baculum). Maksudnya, lawan debat menggunakan kekerasan dalam upaya memenangi perdebatan. Contoh: 'Kalau kalian masih bersikeras mendemo kebijakan ini, jangan salahkan kalau kalian akan dikeluarkan dari kampus."
4. Argumentum ad crumenam. Argumentasi sesat ini beranggapan bahwa uang adalah ukuran kebenaran, sehingga mereka yang punya uang lebih banyak pasti benar. Contoh: "Berinvestasilah di instrumen derivatif seperti saya, buktinya saya kini kaya raya.' Padahal, tidak semua investor derivatif menjadi kaya.
5. Argumentum ad ignorantiam. Kesesatan berpikir bahwa sesuatu yang belum terbukti ada berarti tidak bisa terjadi. Misalnya, 'Alien tidak mungkin ada karena sudah puluhan tahun peneliti di Bumi mencarinya, tapi tidak kunjung menemukannya.'
6. Argumentum ad lapidem. Secara harfiah lapidem bermakna 'batu'. Ini adalah jenis kesesatan logika yang intinya mengabaikan argumen tanpa mau membahas klaim pokoknya. Misalnya, 'Dia temanku, jadi aku tidak mau mendengar celaan tentangnya.'
7. Argumentum ad Lazarum. Dinamakan berdasarkan nama pengemis Lazarus dalam Perjanjian Baru (Lukas 16:19-31), kesesatan ini menganggap bahwa orang miskin pasti benar. Contoh: 'Korban penggusuran yang miskin itu harus dibiarkan tinggal di tanah mereka yang sekarang, karena mereka tidak lagi akan punya tempat tinggal jika digusur.' Padahal, bisa saja mereka sedari awal menempati tanah yang bukan hak mereka, seperti tanah orang lain atau tanah negara.
8. Argumentum ad misericondiam. Ini adalah argumen sesat dengan menggunakan rasa kasihan. Sebagai contoh: 'Kasihani saya pak, jangan hukum saya, anak saya masih kecil-kecil.' Padahal, dia tidak memikirkan nasib anaknya ketika di awal ingin melakukan tindak pidana.