Dalam berbagai kesempatan, kita sering mendengar orang menggunakan kata amoral. Biasanya kata ini digunakan untuk menyebut perilaku tak bermoral yang dilakukan oleh seseorang. Sepintas, hal ini terkesan beralasan. Apalagi huruf a dalam bahasa Sansekerta cukup mewarnai kosa kata bahasa kita dan memang memiliki makna 'tidak'. Lihat saja, asusila berarti tidak memiliki kesusilaan, ahistoris berarti tidak berwawasan historis (sejarah), dan lain sebagainya. Kamus Besar Bahasa Indonesa (KBBI) sendiri mengakui bahwa definisi amoral adalah 'tidak bermoral' atau 'tidak berakhlak.'
Padahal, jika kita mengaitkan permasalahan moral dengan ranah etika sebagai disiplin yang melakukan refleksi kritis terhadap moralitas, kata amoral memiliki makna jauh berbeda ketimbang yang biasa digunakan orang atau diamini KBBI. Menurut K. Bertens dalam Etika (Kanisius, Yogyakarta, 2013), kata amoral sebenarnya bermakna tidak ada kaitannya dengan moral. Maksudnya, ada begitu banyak hal dalam hidup yang netral dari dimensi moral (baik dan buruk). Saya misalnya bisa menyebut contoh: dilema apakah kita hari ini mau makan siang di rumah atau di restoran mewah adalah permasalahan yang jelas tidak ada kaitannya dengan moralitas.
Akan tetapi, demarkasi persoalan moral kadang bisa sangat tipis. Dilema makan di rumah atau di restoran akan menjadi persoalan yang tak lagi amoral apabila kita baru saja seminggu berturut-turut makan di restoran mewah, padahal tetangga kita di sebelah sedang kelaparan. Bermewah-mewah makan di restoran sementara ada orang terdekat yang lebih membutuhkan uang dan makanan tentu merupakan persoalan moral. Namun, kita menyebut perilaku tidak baik atau perilaku buruk ini secara filosofis sebagai imoral, bukan amoral.
Sayangnya, kata imoral adalah serapan dari bahasa Inggris di mana prefiks im- memang berarti 'tidak', seperti dalam kata impossible (tidak mungkin) dan immature (tidak dewasa). Padahal bahasa kita jarang melakukan serapan langsung kata Inggris berprefiks im- yang bermakna tidak, melainkan selalu menerjemahkannya. Pengecualian hanya ada di segelintir kata seperti impotent (diserap menjadi impoten, tidak mampu secara seksual), impunity (impunitas, kebal hukum), dan impartial (imparsial, tidak memihak). Maka itu, kata imoral tidak ditemukan dalam KBBI.
Lantas, mana yang kita pakai untuk menyebut perilaku tak bermoral: amoral sebagaimana diakui oleh KBBI atau imoral yang tidak ada di KBBI tapi lebih tepat dari segi filosofis? Ketimbang pusing-pusing, mungkin lebih baik, tepat, dan berterima bagi kita untuk sekadar menyebut perilaku buruk sebagai perilaku tidak bermoral. Selesai sudah urusan.
       Â
      Â
       Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI