Apabila kita atau anggota keluarga terdekat kita divonis menderita sakit parah, reaksi kita lazimnya adalah: mengapa ini terjadi pada kami?, Mengapa Tuhan demikian kejam dan tidak adil kepada kami?, dan beraneka keluhan lainnya yang seakan menyalahkan Tuhan.
Dalam buku mungil terjemahan karya klasik Risalah ila kulli Marid wa Mubtala ini, ulama besar Turki, Badiuzzaman Said Nursi (1877 -- 1960), secara radikal menjungkirbalikan persepsi umum kita tentang penyakit dan keadilan Tuhan. Alih-alih bentuk kemarahan dan ketidakadilan Tuhan, penyakit justru merupakan karunia berharga tiada tara dari-Nya. Sebagai contoh, umur yang dilalui penderita sakit dianggap sebagai ibadah yang bernilai pahala asalkan sang penderita tidak mengeluh dan putus asa (hlm.4).
Sakit justru mampu mengantarkan seorang hamba ke tingkatan atau maqam spiritual yang lebih tinggi. Maka itu, Said Nursi tidak terbiasa mendoakan orang sakit untuk sembuh. Melainkan, Nursi memilih untuk menasihati sang orang sakit supaya menghias diri dengan sikap sabar dan tegar. Sebab, jika sakit tersebut telah menyelesaikan tugasnya, Allah Sang Pencipta sendiri yang akan
menyembuhkannya (hlm. 8).
Untaian permata nasihat dalam buku ini juga bermanfaat bagi orang sehat. Kita diajari untuk sabar merawat orang sakit, baik itu anak-anak kita maupun orangtua kita yang seperti anak-anak karena lemah dan tak berdaya akibat penyakitnya. Penyakit yang diidap anak-anak sesungguhnya hadiah dari Tuhan supaya anak-anak itu terbiasa menghadapi segala kesulitan hidup yang lebih berat di masa mendatang serta mengandung hikmah bagi kehidupan dunia maupun akhirat mereka (hlm. 40). Sementara itu,
merawat orangtua yang sakit adalah satu ladang amal yang dengan perkenan Tuhan akan mengantarkan pengamalnya pada kebahagiaan dunia dan akhirat.
Guna mempertegas keutamaan penyakit, Nursi menukil kisah Ayyub yang juga populer dalam tradisi agama-agama lain. Alkisah, dalam kurun waktu yang panjang, Nabi Ayyub menghadapi penyakit serius hingga dirinya penuh borok dan nanah. Akan tetapi, di tengah kesulitan dahsyat itu, nabi Ayyub tetap bersabar sembari mengharap pahala dari Tuhan yang Mahakuasa. Bahkan, ketika ulat-ulat dan belatung dari luka-luka Nabi Ayyub mulai menggerogoti lidah dan organ hatinya, yang dilakukan Nabi Ayyub justru bermunajat (berdoa mengadu) kepada Tuhan bagaimana caranya supaya lisan sang nabi bisa berzikir melafalkan nama-Nya. Jadi, bukan meminta kesembuhan atau kelonggaran untuk beribadah. Alhasil, munajat penuh ketulusan inilah yang justru mengundang perkenan Allah untuk menyembuhkan Nabi Ayyub (hlm. 47).
Karena itu, buku ini menghibur kita bahwa penyakit itu adalah hadiah dari Tuhan yang memiliki tiga fungsi. Pertama, penyakit adalah teguran dan peringatan penuh kasih sayang dari Tuhan untuk hamba-Nya. Kedua, penyakit menjadi alat di dunia untuk menebus dosa-dosa sang hamba asalkan dia menjalaninya dengan ikhlas. Ketiga, penyakit justru menjadi instrumen untuk memberikan ketenangan kepada manusia dengan cara memberitahu manusia bahwa ia sesungguhnya merupakan makhluk yang di
dalam fitrahnya tertanam ketidakberdayaan (hlm. 57). Harapannya, pengetahuan akan ketidakberdayaan ini akan mendekatkan manusia kepada Tuhan guna memperoleh kehidupan yang lebih baik di akhirat.
Terakhir, Nursi dalam buku ini tak lupa memberikan nasihat visioner pendek kepada para dokter yang begitu relevan untuk masa kini. Yaitu, para dokter dinasihati untuk tidak bersikap materialistis dalam mengobati pasiennya (hlm. 84). Sebab, dokter adalah profesi mulia yang mampu menanamkan secercah harapan ke dalam hati seorang pasien yang putus asa. Sikap materialistis hanyalah akan menodai kemuliaan dokter dan malah membuat dokter itu dikategorikan "sakit" jiwanya. Kita lihat betapa signifikannya nasihat ini di tengah beraneka keluhan betapa banyak oknum dokter di masa kini kerap menjadikan pasiennya sebagai "mesin uang" atau "ATM" mereka dengan meresepkan obat-obatan atau terapi tidak perlu yang mahal.
Akhirulkalam, karya ringkas Nursi ini sungguh merupakan penghiburan yang luar biasa bagi mereka yang diderita lara bahwa sejatinya para penderita penyakit adalah orang-orang yang justru sedang diuji oleh-Nya.
Judul: Terapi Maknawi dengan Resep Qur'ani
Penulis: Badiuzzaman Said Nursi
Penerbit: Risalah Nur Press
ISBN: 978-602-70284-5-6
Tahun Terbit: Juni 2018
Tebal : 88 halaman
Harga: Rp 20.000
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H