Salah satu tantangan Indonesia di dasawarsa kedua abad ke-21 adalah terintegrasinya perekonomian kita dengan perekonomian global, terutama dijembatani juga dengan perkembangan teknologi yang begitu pesat. Jika Indonesia tidak mempersiapkan generasi mudanya dengan baik, kita bisa dengan mudah tergilas dengan hanya menjadi konsumen pasif tanpa mendapatkan manfaat ekonomi yang nyata.
Adapun satu elemen penting guna merespons fenomena terintegrasinya pasar kita dengan perdagangan dunia itu adalah peningkatan sumber daya manusia (SDM) lewat akselerasi pengetahuan dan pendidikan. Untuk itu, para stakeholders pendidikan kita harus mulai merenungkan perlunya mengajarkan filsafat sejak dini mulai dari sekolah dasar (SD). Pasalnya, filsafat mengajak manusia untuk berpikiran terbuka, kritis, dan selalu menyelidiki (Harry Hamersma, Pintu Masuk ke Dunia Filsafat, Kanisius, 2008). Persis modal-modal utama untuk menguasai ilmu pengetahuan. Juga, aset penting bagi bangsa kita membentuk masyarakat modern yang, mengutip sosiolog Alex Inkeles dalam Becoming Modern (1974) harus memiliki ciri keterbukaan terhadap pengalaman dan ide baru, berorientasi ke masa depan, dan punya kesanggupan rasional untuk membuat perencanaan.
Tambahan lagi, begitu cepatnya perkembangan teknologi digital akan memajan (expose) manusia Indonesia dengan begitu banyak
arus-arus budaya lain. Interaksi dengan manusia-manusia dari berbagai latar belakang negara, budaya, agama, warna kulit, gaya hidup, dan etnis pun tak akan terelakkan. Jika tidak dikelola dengan baik, perbedaan ini justru akan menyulut konflik alih-alih memperkaya wawasan dan mentalitas kita.
Karena itulah, filsafat menjadi pintu masuk krusial. Merujuk filsuf Eric Weil sebagaimana diringkaskan oleh C.B. Mulyatno (Filsafat
Perdamaian, Kanisius, 2012), karena kehidupan bermasyarakat merupakan medan untuk mewujudkan moralitas manusia dan memperjuangkan makna hidup bahagia, maka diperlukan suatu pendidikan yang mampu mentransformasi hidup manusia menjadi moralistis dalam komunitas politis. Menurut Weil, pendidikan transformatif itu adalah pendidikan filsafat yang akan membantu manusia mengatasi insting dan nafsu buruknya (baca: nafsu mau menang sendiri dan anarkistis) demi menjadi manusia rasional-
bebas yang bermanfaat bagi sesama dalam semangat saling membantu dan dialog.
Lebih konkret lagi, pemberian mata pelajaran filsafat---mencakup di dalamnya pelajaran etika alias filsafat moral dan ilmu bernalar (logika) atau mantik dalam filsafat Islam---bersendikan rasionalitas dan dialog sedari dini di sekolah dasar akan membentuk generasi Indonesia yang toleran, inklusif, tidak gamang dalam mencari jati diri di tengah arus perubahan. Juga, menjadi generasi yang tidak membebek terhadap pengaruh asing (xenomania) ataupun menolak segala yang berbau asing (xenophobia).
Bukan beban tambahan
Kita tidak perlu takut filsafat akan membebani anak didik di sekolah dasar. Sebab, berfilsafat adalah kegiatan alamiah manusia yang bermula sejak kecil (Gareth Matthews, Anak-anak pun Berfilsafat, Mizan, 2003). Lihat saja, betapa para filsuf dan anak-anak punya satu kesamaan: mengembalikan kita pada pertanyaan-pertanyaan dasar dan menalar pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan cara yang baru alias segar. Artinya, pelajaran filsafat justru akan disenangi anak-anak sekaligus mengoptimalkan potensi kreatif mereka sejak dini. Literatur-literatur filsafat berbahasa Indonesia untuk anak pun sudah demikian berlimpah. Beberapa contoh yang bisa disebut adalah seri Jagoan Filsafat (KPG) dan Filsafat untuk Anak-anak (BIP).
Sekaligus, ada tambahan manfaat ekonomi lain dari gagasan kebijakan ini. Akan tercipta efek berganda (multiplier effect) di bidang ekonomi berupa terbukanya lapangan pekerjaan di bidang pendidikan bagi para sarjana filsafat, yang kerap distigmakan sebagai lulusan universitas tak siap pakai di dunia kerja karena hanya berpikir menghadap langit tanpa menjejak bumi.
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI