Mohon tunggu...
Satrio Wahono
Satrio Wahono Mohon Tunggu... Penulis - magister filsafat dan pencinta komik

Penggemar komik lokal maupun asing dari berbagai genre yang kebetulan pernah mengenyam pendidikan di program magister filsafat

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Obat Krisis Ekonomi Ala Filsuf Al Kindi

7 Januari 2025   22:18 Diperbarui: 7 Januari 2025   22:18 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Bagi warga Indonesia, 2025 tampaknya tahun vivere pericoloso alias penuh bahaya. Betapa tidak, belum lagi awal tahun ini berlalu, masyarakat sudah dihujani masalah bertubi-tubi, utamanya dari segi ekonomi. Lihat saja, publik sudah diberikan kado pahit berupa pemberlakuan pajak onsen kendaraan bermotor, kemerosotan daya beli, kenaikan harga-harga bahan pokok dan kemungkinan kenaikan sejumlah tarif, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, dan lain sebagainya. Artinya, hidup masyarakat berpendapatan menengah ke bawah akan kian kembang-kempis. Ujung-ujungnya, banyak orang Indonesia kemungkinan menderita stress akibat terjerat belitan prahara---bahkan krisis---ekonomi saat ini.

 Oleh karena itu, kita harus mewaspadai bakal terjadinya gelombang depresi atau kesedihan di kalangan masyarakat Indonesia tahun ini. Dengan kata lain, bangsa ini mesti memiliki satu peranti untuk menghalau potensi terjadinya "kesedihan" massal yang akan membahayakan ketahanan nasional. Dan, sebagai negara yang berpenduduk mayoritas Muslim, kita bisa menengok filsafat Al-Kindi (800 M -- 866 M) sebagai salah satu alternatif solusi.

Filsafat Kesedihan

Dalam kitab klasik Fi al-Hila Li-Daf al-Ahzan atau Mengenai Cara Menghalau Kesedihan (dalam Tony Abboud, Al-Kindi, Muara, 2013), Al-Kindi merinci tiga sumber kesedihan. Pertama, hasrat untuk memiliki sesuatu yang tak dapat atau sulit dicapai. Kedua, timbulnya pengharapan akan hal-hal yang ingin dimiliki tersebut. Ketiga, kesedihan ketika hal-hal tersebut hilang atau tak pernah tergapai. "Hal-hal" yang dimaksud Al-Kindi di sini salah satunya bisa berupa benda atau materi.

Untuk mengilustrasikan pendapatnya ini, Al-Kindi pun menuturkan kisah Kaisar Nero (37 -- 68 M). Alkisah, Nero mendambakan tenda mewah dari negeri Arab---ibarat rumah mewah pada zaman itu---sebagai tempat tinggalnya. Mendengar keinginannya tersebut, seorang filsuf menasihati Nero untuk mengurungkan niatnya. Sebab, sang filsuf khawatir Nero akan luar biasa sedih ketika kehilangan tenda itu. Namun, Nero tidak menggubris nasihat itu dan memboyong satu tenda dengan kapal. Sayangnya, kapal tersebut karam dalam perjalanan sehingga Nero pun begitu tertekan oleh rasa sedih yang berujung pada wafatnya sang Kaisar perkasa tersebut. Demikianlah gambaran betapa rasa keterikatan pada materi dapat berdampak bahkan pada hilangnya nyawa seseorang, terlepas dari betapa hebatnya dia.

 Dalam konteks potensi krisis ekonomi dan meningkatnya biaya hidup saat ini, maka filsafat Al-Kindi mengajarkan pada kita untuk hidup seimbang dalam cara pandang kita terhadap materi. Maksudnya, manusia tidak boleh terlalu tergantung pada materi, tapi juga jangan terlalu membencinya. Satu frasa indah dari bos Jawa Pos Grup sekaligus Menteri BUMN Dahlan Iskan meringkaskan hal ini, "kaya harus bermanfaat, miskin tetap bermartabat" (Ganti Hati, Elex Media, 2012).

Langkah praktis

Secara praktis, filsafat menghalau kesedihan ala Al-Kindi itu bisa diterjemahkan menjadi dua langkah solutif berikut. Pertama, manusia sebagai makhluk Tuhan tidak boleh terjebak pada pola hidup konsumtif dan hedonistis yang mementingkan citra, gengsi, dan status sosial. Apalagi jika pembiayaan konsumsi itu menggunakan utang akibat konsumsi itu berada di luar batas kemampuan finansialnya. Sebaliknya, kita harus mulai mengadopsi frugalitas (sikap hemat) dan menggalakkan penghimpunan simpanan.

Kedua, manusia juga jangan bersikap cemas berlebihan dalam menghadapi potensi krisis. Tetap tunjukkan sikap tenang dan berkepala dingin. Tidak perlu terlalu panik sehingga Anda justru rentan terhadap berbagai kemungkinan jalan pintas kesuksesan seperti tergiur investasi bodong atau undian palsu.

Menuruti juga saran suhu Zen terkenal Takuan Soho yang merupakan guru samurai tanpa tanding Miyamoto Musashi (Unfettered Mind, Gramedia, 2007), kita harus mempraktikkan jurus "pikiran tanpa berhenti" yang tidak ingin berkubang terlalu dalam pada satu permasalahan. Sebaliknya, jurus ini mengharuskan kita senantiasa bergerak aktif dan terus belajar dalam ikhtiar menggempur permasalahan. Yakinlah bahwa sikap terus berusaha pantang menyerah akan membukakan pintu keluar bagi masalah apa pun yang kita hadapi. Kata kuncinya di sini adalah upaya untuk mencetuskan inovasi terobosan dalam pelbagai bidang kehidupan yang kita geluti, termasuk bidang ekonomi.

Berbekal dua langkah praktis berbasiskan pemikiran Al-Kindi di atas, yaitu membatasi konsumsi berlebihan yang hedonistis dan terus berupaya mencetuskan inovasi, niscaya kita akan bisa membentengi diri secara kokoh dari potensi kesedihan akibat kemungkinan krisis ekonomi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun