Sebagai penggila komik dan buku, saya memiliki ribuan eksemplar dari berbagai judul maupun edisi bertebaran menyesaki rumah. Kemudian, berawal dari keinginan sederhana untuk membersihkan rumah dan mendapatkan penghasilan tambahan, saya mencoba untuk menjual sebagian dari koleksi komik dan buku langka saya. Berbekal membuka akun di platform e-commerce, saya terkejut ada puluhan pembeli yang tertarik dengan koleksi saya, sehingga mendatangkan omzet memadai untuk menopang dapur keluarga.
      Berdasarkan pengamatan sekilas, ada beberapa kategori pustaka yang cukup diminati calon pembeli. Pertama, komik impor atau asing, utamanya yang bergenre superhero Amerika. Memang, sudah menjadi pengetahuan umum bahwa komik asing superhero bisa menjadi lahan investasi. Asal tahu saja, harga komik Action Comics #1 terbitan 1937 yang merupakan kemunculan pertama Superman, pada April 2021 lalu laku terjual dengan harga fantastis 3,25 juta dolar. Harga tinggi juga berlaku pada komik yang memuat kemunculan superhero-superhero lain, seperti Spiderman (Amazing Fantasy #15), Batman (Detective Comics #27), Thor (Journey Into Mystery #83), Iron Man (Tales of Suspense #39), dan lain sebagainya.
      Harga komik asing yang memuat tonggak (milestone) bersejarah seperti kemunculan pertama para superhero atau supervillain (penjahat super) bisa menjadi tinggi karena penerbit komik Amerika seperti DC, Marvel, atau Image umumnya hanya mencetak satu edisi judul (lazim disebut issue) sekali saja. Jikapun mencetak ulang, mereka akan mencantumkan cetakan ke berapa suatu komik (second printing, third printing, dan seterusnya), sehingga harganya jauh di bawah cetakan pertamanya.
     Harga komik asing biasanya juga akan terdongkrak jika ada momen film layar lebar atau seri TV yang mengangkat kisah suatu superhero. Sebagai contoh, harga komik The Eternals #1 karya Jack Kirby terbitan Marvel pada Juli 1976 kini berada di kisaran 2.000 dolar sampai 7.500 dolar AS karena kemunculan film-nya pada akhir 2021 oleh Disney Studios. Harga komik Thunderbolts #1 kreasi penulis Kurt Busiek dan artist Mark Bagley dari Marvel Comics juga mulai merangkak naik karena Disney akan merilis filmnya pad 2025 ini.  Memang ada risiko bahwa harga satu komik yang sama bisa bervariasi tergantung pada seberapa mulus kondisi komik. Dalam dunia koleksi komik, spektrumnya kemulusan kondisi komik memiliki kategori poor/very poor, fair/very fair, fine/very fine, hingga sangat mulus alias mint/near mint. Untuk melihat kisaran harga komik asing, kita bisa melihat beberapa situs kolektor seperti gocollect.com atau comicbookrealm.com.
     Kedua, komik lokal. Untuk komik lokal ini, kriteria komik mahal tidak terbatas pada genre superhero, tapi juga genre silat, wayang, roman, dan lain sebagainya. Contoh judul-judul yang harganya cukup tinggi di pasaran adalah Godam karya Wid NS dan Gundala karya Hasmi dari genre superhero; Si Buta dari Goa Hantu karya Ganes TH, Jaka Sembung karya Djair dan Jaka Tuak karya Henky dari genre silat; Wayang Purwa karya Oerip, Ramayana karya RA Kosasih dan Jan Mintaraga, Mahabharata karya RA Kosasih dan Teguh Santosa dari genre wayang, dan lain sebagainya.
     Dalam konteks komik lokal, harganya yang tinggi sangat masuk akal mengingat banyak karya komik lokal tidak dicetak ulang. Bahkan, banyak penerbit komik lokal, seperti UP Prasidha dan lain sebagainya, sudah gulung tikar sejak lama karena waktu itu gagal membendung invasi komik manga dari Jepang.
     Ketiga, buku antik. Buku antik per definisi adalah buku yang langka, sudah tidak dicetak ulang lagi, sulit didapatkan di Indonesia dan memiliki signifikansi sejarah, kultural maupun keilmuan. Sebagai contoh, buku roman Pramoedya Ananta Toer berjudul Di Tepi Kali Bekasi terbitan Hasta Mitra kini bisa dijual seharga 1 juta rupiah di pasaran. Memang, rata-rata buku Pram terbitan Hasta Mitra memiliki harga cukup baik karena sifat langkanya dan signifikansi kulturalnya sebagai unggulan pemenang Nobel (meski belum menang) plus pernah dilarang oleh pemerintah Orde Baru.
     Dalam ranah buku antik impor, saya pernah menjual buku kritik sastra TS Eliot, The Varieties of Metaphysical Poetry, seharga 600 ribu rupiah. Padahal, beberapa tahun lalu saya membelinya di toko buku loak seharga 25 ribu rupiah saja. Daya tarik buku ini adalah ia memuat sejumlah esai kritik sastra pujangga besar TS Eliot yang belum sempat dipublikasikan semasa hidupnya.
     Akhirulkalam, bagi Anda pencinta buku, kabar gembiranya adalah bahwa buku yang Anda serap manfaat dan ilmunya sepenuh hati selama ini, ternyata bisa menjadi instrumen investasi yang imbal hasilnya (return) bisa Anda tuai di kemudian hari. Tambahan lagi, ketika menjual buku yang sudah tidak kita baca lagi, kita sesungguhnya juga sedang beramal saleh karena membantu orang lain yang membutuhkan manfaat ilmu maupun hiburan dari buku kita itu. Sambil mendapatkan uang sekaligus beramal alias sambil menyelam minum air.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H