Mohon tunggu...
Andrean
Andrean Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sambungan Bab 1 Pendahuluan

22 November 2015   16:30 Diperbarui: 22 November 2015   16:41 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketua DPD RI, Irman Gusman menilai, bahwa saat ini pemerintah mesti menata ulang kembali sistem demokrasi yang ada. "Kita telah melakukan demokrasi, belum melakukan konslidasi demokrasi, kita ini agak kebablasan, saya mengikuti betul detail-detailnya, mari kita tata kembali," kata Irman Gusman usai menutup muktamar Mathla'ul Anwar ke 19, di Pandeglang, Minggu (9/8/2015).

Ia menjelaskan, bahwa dalam ajaran Islam yang dianut mayoritas masyarakat Indonesia menghina seseorang sudah jelas tidak diperbolehkan, namun agar masyarakat dapat membedakan mengkritik dengan menghina yang sulit dibedakan. "Agama kita saja sudah mengatur, sampaikanlah sesuatu dengan baik, dengan cara-cara yang santun, dengan lemah lembut, belum tentu menghina orang itu akan sesuai dengan maksudnya," jelasnya. Menurutnya, Islam di Indonesia, sudah berkembang pesat dan luar biasa berkat adanya kesantunan, kesopanan dan menerima perbedaan di masyarakat, sehingga tidak ada perselisihan antar umat beragama. Peneliti Pusat Studi Pancasila Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Diasma Sandi Swandaru mengatakan Demokrasi yang berkembang di Indonesia selama ini dianggap tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila yang mengedepankan musyawarah untuk mufakat demi kepentingan bangsa dan negara, "Demokrasi yang ada di Indonesia dianggap liberal dan kebablasan.


           Mekanisme demokrasi di Indonesia dipertanyakan banyak kalangan karena dianggap tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila," katanya di Yogyakarta, Jumat. Menurutnya, praktik demokrasi menjadi perdebatan seru di Indonesia karena selama ini demokrasi memang menjadi isu yang fundamental dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Demokrasi dianggap sebagai sistem yang paling baik di antara sistem yang ada. "Jangan lupakan prinsip-prinsip kebenaran dan keadilan dalam sebuah kebijaksanaan. Demokrasi tanpa kebijaksanaan tentu hanya akan mendatangkan bencana," katanya. ( Sumber : http://www.antaranews.com/ ) Tokoh Masyarakat Banten, Nazmudin Busro mengatakan, koyaknya rasa kebangsaan yang sekarang terjadi, diakibatkan demokrasi yang keblabasan dan menjurus ke arah liberalisme, apalagi di era reformasi iniCelakanya, rasa kebangsaan yang berkurang ini tidak dibarengi dengan tingkat kesadaran hukum yang cukup dari masyarakat. “Ketika hukum tidak lagi memenuhi rasa keadilan publik, stabiltas politik yang guncang akibat elit yang bertikai, maka jangan salahkan masyarakat kalau mereka menggunakan cara-cara kekerasan untuk mengatasi masalah,” kata Nazmudin, Kamis (24/2), dalam acara dialog yang digagas Kejari Serang bertajuk "Aktualisasi Wawasan Kebangsaan Pada Era Reformasi", di Kebon Kubil, Kota Serang.

 

              Hadir dalam kesempatan itu, Kajari Serang Jan S Maringka, Sekda Pemkab Serang Lalu Atharussalam, Sekda Pemkot Serang Sulhi, Wakapolres Serang Kompol Aminudin, Kementerian Agama, MUI, FKUB, dan FDWH. Hal senada diungkapkan AS Hasan,ketua Forum Kerukunan Umta Beragama (FKUB), akibat demokrasi yang kebablasan tersebut, masyarakat cenderung tidak memahami wawasan kebangsaan, sehingga rasa toleransi berkurang. "Pemuka agama, khususnya Islam, harus lebih intensif menyebarkan ide-ide toleransi dalam setiap khutbah Jumat, pengajian, tausiyah, maupun pertemuan majelis taklim. Sampaikan itu kepada umat muslim di perdesaan maupun perkotaan. Sisipi pula pesan bagaimana mumpuk rasa syukur. Syukurilah keadaan geopolitik bangsa Indonesia yang begitu luas dan besar ini. Tidak semua bangsa di muka bumi ini yang mendapat keistimewaan seperti itu dari Tuhan,” kata AS Hasan Sementara, Sekda Kota Serang, Sulhi Choir, dalam sambutannya mengatakan, komitmen terhadap ideologi Pancasila harus dilaksanakan secara sungguh-sungguh oleh semua anak bangsa. Banten, lanjut Sulhi, punya sejarah yang panjang tentang bagaimana merajut kebersamaan antar pemeluk agama, serta merangkai komunikasi social antara warga yang berbeda etnis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun