Mohon tunggu...
Suyono Apol
Suyono Apol Mohon Tunggu... Insinyur - Wiraswasta

Membaca tanpa menulis ibarat makan tanpa produktif.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Solusi Calon Tunggal, Baca Kompasiana

7 Agustus 2015   12:11 Diperbarui: 7 Agustus 2015   12:11 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Big vs Small"][/caption]

Presiden sendiri adalah orang pintar, dibantu oleh wakil presiden, para menteri, staf kepresidenan, wantimpres, dan banyak instistusi lainnya seperti KPU, Bawaslu, DKPP, dsb. Masalah calon tunggal? Secara teknis itu adalah masalah yang sangat sederhana. Sederhana? Lihatlah gambar di atas, bukankah jelas sekali? Sangat jelas, sampai ada yang merespon dengan, "Ha ha ha...! "

Mengenai pilihan yang telah/akan ditempuh presiden, adalah sangat konyol kalau ada orang bilang, "Itu kan ideku dipakai. Akulah orang yang pertama mengeluarkan pendapat seperti tu!" Kalau dengan data dan fasilitas yang ada, kemudian keluar ide yang logis, ya normal. Seekor simpanse yang diberi sejumlah peti kosong, akan menemukan cara untuk mengambil pisang di ketinggian, yaitu dengan menyusun peti-peti tersebut. Itu normal. Tapi politisi bisa berpikir lain.

Masalahnya bukan hanya teknis

Keputusan seorang presiden adalah keputusan politik yang berdampak luas dan bisa menjadi masalah yang lebih besar di masa yang akan datang kalau salah. Andaikan dalam hitungan jam saja presiden sudah memiliki solusi teknis, tapi karena pertimbangan politis, ia mungkin perlu mencari waktu yang tepat untuk mengeluarkan keputusan tersebut.

Sebagai contoh, dulu presiden sudah mendapat sinyal bahwa penunjukan Budi Gunawan sebagai Kapolri bisa mengundang reaksi yang tidak mudah dibendung dan akan mengorbankan banyak energi dan waktu. Solusi teknisnya sangat sederhana, yaitu jangan memilih orang itu. Tetapi itu bisa menimbulkan masalah lain, yaitu masalah internal yang banyak orang luar tidak perhatikan atau tidak peduli. Melalui banyak pergumulan sengit, kompromi yang alot, dan langkah-langkah indah, akhirnya dicapai hasil akhir yang sama, yaitu Budi Gunawan tidak menjadi Kapolri. Keputusan yang sama tapi pada waktu yang berbeda dan ongkos politik yang mahal. Mengatasi masalah internal memang tidak mudah.

Kembali ke masalah calon tunggal, sudah banyak pendapat dari berbagai pihak dengan kompetensi yang bervariasi pula. Pimpinan DPR, pimpinan MPR, pimpinan partai, ormas, tokoh masyarakat, peneliti, pengamat, media, dsb sudah banyak yang berkontribusi memberikan solusi. Mantan Presiden SBY pun tidak ketinggalan berbagi pemikirannya, yaitu Partai Demokrat mengirim surat kepada Presiden Jokowi (1/8/2015) yang isinya antara lain mencakup pemberian solusi atas masalah pasangan calon tunggal Pilkada Serentak 2015. Demokrat mengusulkan dibuatnya Perppu dan menambah masa pendaftaran selama sekitar sebulan. Pada intinya, jangan sampai pasangan calon terkuat malah menjadi korban.

Adalah menarik bahwa PDI-P sebagai partai pendukung utama presiden paling getol mewacanakan dikeluarkannya Perppu. Sebetulnya presiden bukannya tidak tahu ataupun ragu mengenai segala solusi yang ada, tapi presiden ingin mengoptimalkan hak-hak para pasangan calon dan semua parpol melalui proses normal tanpa intervensi, tanpa bedah sesar (caesarean section). Hanya saja, banyak pihak yang sangat tidak sabar, seolah presiden tidak tahu, tidak bisa, tidak mau, atau lambat mengatasi masalah. Presiden memiliki solusi, tapi mencari waktu yang pas menuntaskannya. Presiden malah bertanya, "Sudah genting belum?"

Mengapa Kompasianer ikut bicara?

Kompasiana dengan ratusan ribu anggotanya dan ratusan penulis aktifnya adalah gudangnya pemikiran dan opini yang paling variatif. Di sini ada pro dan kontra, bahkan tulisan yang paling bagus dan bernalar nyaris sempurna sekalipun bisa saja mendapat komentar negatif.

Kalau ada para penulis yang bukan praktisi, tidak berarti pendapat mereka inferior. Meski seseorang itu bukan pelukis, bukan mustahil kalau ia bisa membedakan lukisan yang bagus dengan yang buruk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun