Mohon tunggu...
Suyono Apol
Suyono Apol Mohon Tunggu... Insinyur - Wiraswasta

Membaca tanpa menulis ibarat makan tanpa produktif.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Megawati di Bawah Ketiak Bung Karno

17 April 2015   14:01 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:59 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14292539511569684421

[caption id="attachment_410730" align="aligncenter" width="480" caption="Megawati Soekarnoputri"][/caption]

Hj Dyah Permata Megawati Setyawati Soekarnoputri atau Megawati Soekarnoputri adalah anak dari pasangan Dr(HC) Ir H Soekarno atau Bung Karno dengan Fatmawati. Bung Karno adalah Presiden Indonesia yang pertama, sedang Megawati adalah Presiden Indonesia yang kelima. Bung Karno dan Mohammad Hatta adalah Proklamator Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Bung Karno adalah pencetus konsep Pancasila sebagai dasar negara Indonesia dan ia adalah seorang orator ulung.

Megawati sangat mengidolakan Bung Karno. Ia meniru gaya Bung Karno meskipun canggung dan malah jadi aneh. Ia sering mengutip ucapan Bung Karno, mengaku menjiwai ideologi Bung Karno, dan menerapkan ajaran Bung Karno, pokoknya serba Bung Karno. Megawati pernah menjadi presiden, orang nomor satu di republik ini, orang yang punya kesempatan dan kewenangan untuk kreatif sebagai pemimpin seperti Bung Karno. Alih-alih mencipta, memimpin, dan merintis jalan buat rakyatnya, ia malah cuma membolak-balik arsip tua ajaran Bung Karno dan mencuplik sana-sini untuk dibangga-banggakan sebagai pusaka sakti warisan founding father dari republik ini.

Bung Karno memang hebat, ajarannya hebat, disampaikan dalam pidato yang hebat, tapi itu kan dulu. Meskipun kerangka berpikir, semangat, dan inti ajarannya bisa relevan sepanjang masa, tapi tidak bisa dicomot begitu saja keluar konteks dan latar belakang saat itu. Bung Karno punya visi jauh ke depan, ia tahu Indonesia tidak bisa disulap dalam sekejap menjadi negara yang adil dan makmur. Harus ada proses panjang, ada tahap-tahap yang harus dilalui secara empiris yang mungkin akan disertai dengan banyak hal yang tak terduga. Tiap tahun ia membuat pidato kenegaraan dengan tema yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi pada saat itu. Jadi ajarannya itu dinamis sekali untuk bisa up-to-date. Mengapa Megawati tidak bisa membuat sesuatu yang baru seperti itu?

Tidak disangsikan lagi, Bung Karno adalah seorang orator ulung. Ia bisa menghipnotis para pendengarnya sampai berjam-jam untuk tetap terpukau mendengarkannya. Ia menguasai psikologi massa. Juga, adalah benar bahwa ia secara tekun dan tidak bosan-bosannya berlatih pidato sendirian saat ia masih menjadi mahasiswa. Namun, ada yang membedakannya dari para orator lainnya, yang bisa saja meniru gayanya. Bung Karno adalah pemikir kontemplatif yang benar-benar masuk, lebur, dan larut ke dalam kehidupan nyata di lingkungannya. Ia mengalami dan paham benar akan penderitaan rakyatnya. Ia memikirkan dalam-dalam dan mencarikan solusinya. Jadi kalau ia berpidato, ia bagaikan mengurai lapis demi lapis isi hatinya, bukan membaca atau menghapal pidato indah yang ditulis oleh doktor berbayar dari universitas ternama dalam dan luar negeri.

Ketika itu, Indonesia, seperti juga beberapa negara di Asia dan Afrika lainnya, baru saja ditinggalkan negara-negara barat yang mementingkan imperialisme dan kolonialisme. Terjadi ketimpangan dan ketidak adilan dibandingkan dengan negara-negara barat. Negara-negara adidaya secara tidak adil menguasai Perserikatan Bangsa-Bangsa sambil berkonflik memunculkan kekhawatiran akan terjadinya perang nuklir. Nah, dalam konteks dan latar belakang seperti itulah Bung Karno secara bertahap menggelontorkan ajaran-ajarannya. Lalu, apakah mau dikutip begitu saja?

Ambil contoh mengenai Trisakti: 1. Berdikari dalam bidang ekonomi; 2. Berdaulat dalam bidang politik; 3. Berkepribadian dalam kebudayaan. Coba masukkan ke dalam konteks dan latar belakang yang dipaparkan di atas, klop! Begitulah Bung Karno mengeluarkan gagasan untuk memotivasi rakyat pada saat itu. Hari gini Trisakti dicekokkan kembali kepada rakyat Indonesia sebagai slogan. Apakah semangat rakyat terbangkitkan? Darahnya menggelegak? Matanya berbinar-binar? Atau sebaliknya, apakah Trisakti gagasan buruk? Tentu saja tidak. Hal-hal yang berikut ini juga baik: 1. Bangun tidur terus mandi; 2. Tidak lupa menggosok gigi; 3.Membersihkan tempat tidur. Namun, apakah itu perlu dijadiikan slogan nasional? Bukankah itu sudah jelas? Rakyat tidak perlu slogan dari arsip kuno, rakyat ingin bukti kerja nyata.

Jadi, Megawati sebaiknya berhenti memusatkan segala pola pikirnya ke satu titik, yaitu Bung Karno. Banyak tokoh dunia yang layak disimak omongannya. Kembalilah ke masa kini, carilah solusi untuk masalah-masalah masa kini, bukan dengan slogan. Seorang pemimpin tidak perlu kebanyakan mengutip kata-kata mutiara dari idolanya, dalam hal Bu Mega adalah Bung Karno. Lihatlah, bukankah dalam pidato-pidatonya, Bung Karno tidak lazim mengutip-ngutip ucapan dari satu orang yang sama terus-menerus? Apakah saat ini masih relevan terus-terusan mengucapkan salam, "Merdeka!"? Berhentilah bernaung di bawah ketiak Bung Karno.

--- ooo 00 O 00 ooo ----

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun