Selepas pendar dan suara alam beringsut berlalu, sekeping pecahan rembulan jatuh di pekaranganku. Berkerudung gelap, berbibir senyum, bersapa malu.
Malam-malam seterusnya segala kirana tak kuperlukan lagi, tak juga dewi candra. Aku sudah menggenggam batu bulan yang penuh gairah, cinta, dan makna.
Batu bulan multifaset, tajam, dan berkejutan. Mencoba memilikinya berpotensi gregetan berkelanjutan. Hanya pemilik niat ingsun yang mampu bertahan.
-o0O0o-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!