[caption id="attachment_420018" align="aligncenter" width="600" caption="Polri, Kejaksaan, dan KPK; Sumber gambar: britabagus.com"][/caption]
Selama ini KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) merupakan pisau yang sangat tajam tapi sebenarnya rapuh. KPK bisa menusuk dan menyayat siapapun: menteri, anggota DPR, polisi, jaksa, hakim, kepala daerah, pimpinan partai, pengusaha, bahkan kerabat presiden. Namun, KPK bukanlah To Liong To atau Golok Pembunuh Naga, KPK mudah dipatahkan atau dalam bahasa populernya, rawan dikriminalisasi. Para pimpinan dan penyidik yang pernah menjadi korban kriminalisasi adalah Antasari Azhar, Bibit Samad Rianto, Chandra M Hamzah, Novel Baswedan, Bambang Widjojanto, Abraham samad, dan Novel Baswedan lagi. KPK praktis menjadi lumpuh sampai memerlukan alat-alat bantu berupa penopang bernama Taufiequrachman Ruki dan kawan-kawan.
Pansel Sembilan Srikandi
Pada saat masyarakat ragu akan kedigjayaan KPK di masa depan itulah, Presiden Jokowi membuat kejutan dalam memilih anggota Panitia Seleksi (Pansel) Pimpinan KPK. Semuanya, sembilan orang, adalah perempuan. Mereka adalah: Destri Damayanti (ahli ekonomi keuangan dan moneter) sebagai ketua, Enny Nurbaningsih (pakar hukum tata negara yang sebelum ini juga menjabat Ketua Badan Pembinaan Hukum Nasional) sebagai wakil ketua, Harkristuti Harkrisowo (pakar pidana dan HAM), Betty S. Alisjahbana (ahli IT dan manajemen), Yenti Garnasih (pakar hukum pidana ekonomi dan pencucian uang), Supra Wimbarti (pakar psikologi SDM dan pendidikan), Natalia Subagyo (pakar tata kelola pemerintahan dan reformasi birokrasi), Diani Sadiawati (ahlli hukum, direktur analisa perundang-undangan Bappenas), dan Meuthia Ganie-Rochman (ahli sosiologi korupsi dan modal sosial).
Kalau sebelumnya beredar nama-nama terkenal seperti Jimly Asshidiqie, Romli Atmasasmita, Eri Riana, dan Margarito Kamis sebagai calon anggota pansel; tiba-tiba saja segalanya berubah menjadi harapan baru yang sama sekali berbeda. Bahkan Wakil Presiden Jusuf Kalla mengaku terkejut dengan susunan Pansel Pimpinan KPK besutan Presiden Jokowi tersebut. Banyak pendapat memuji pilihan presiden itu, tapi ada juga yang mengritiknya. Tapi setidaknya, kini masyarakat bisa mengharap akan adanya Pimpinan KPK hasil pilihan para srikandi yang independen dari pengaruh partai dan kepentingan politik.
Bantuan Polri dan Kejaksaan
Dengan pangkal pikir bahwa KPK rawan dikriminalisasi, sebelumnya TNI telah menyatakan siap sedia membantu KPK dengan memberikan dua perwira tingginya (Pati) –setelah dipensiunkan dulu– untuk menjadi sekretaris jenderal dan pengawas internal KPK, kini giliran Polri dan Kejaksaan menyatakan siap membantu Pansel Pimpinan KPK menelusuri rekam jejak Calon Pimpinan KPK.
Kalau para Calon Pimpinan KPK itu dinyatakan bersih dan lolos dalam pemeriksaan oleh Polri dan Kejaksaan, kejadian seperti yang dialami Bambang Widjojanto dan Abraham Samad, yaitu dijadikan tersangka atas kasus yang terjadi sebelum mereka menjadi Pimpinan KPK, tidak akan terulang lagi. Tentu saja, ini mengandaikan proses yang dilakukan oleh Polri dan Kejaksaan itu bersih dan benar. Sebaliknya, kalau Polri dan Kejaksaan melakukan proses tebang pilih atau standar ganda, misalnya, hasilnya justru akan mengecewakan. Bayangkan, kalau seorang penegak hukum dengan rekening gendut yang asal usulnya tidak jelas, diloloskan menjadi calon; sebaliknya seorang yang hanya karena Kartu Keluarganya di Kelurahan tidak sempurna, tidak diloloskan menjadi calon, tentu akan menjungkirbalikkan kerja keras pansel.
— •oo 0θ Φ θ0 oo• —
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H