Mohon tunggu...
Suyito Basuki
Suyito Basuki Mohon Tunggu... Editor - Menulis untuk pengembangan diri dan advokasi

Pemulung berita yang suka mendaur ulang sehingga lebih bermakna

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sambal Kacang Mbak Sih, Nikmat tapi Bikin Terharu

7 September 2024   10:48 Diperbarui: 7 September 2024   10:57 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Warung pecel buka sejak pagi (sumber gambar: Mas Hadi)

Saya sebagai seorang pecinta budaya yang pernah mengenyam sekolah pedhalangan di kraton Habirandha Yogyakarta dan beberapa kali pengalaman mendalang sebelum datang ke Jepara, maka saya dan Pak Ngabiyanto sangat akrab.

Beberapa kali kami memainkan wayang kulit semalam suntuk berdua.  Saya di bagian adegan pathet 6 hingga saat pathet 9. Selebihnya adegan Gara-gara hingga pathet Manyura sampai bubaran, Pak Ngabiyantolah yang memainkannya.  Bayaran sisa dari biaya gamelan, pengrawit, sindhen, sound system, panggung dan lain-lain biasanya kami bagi dua, meski saya yang mendapat job.

Dulu kabarnya Pak Ngabiyanto ini banyak job yang ia terima untuk main wayang .  Pasarannya itu daerah Jepara ke arah utara, daerah Tubanan, Keling dan sekitarnya.  Tapi kemudian tahun-tahun akhir sebelum ia meninggal, jobnya tidak seramai dulu.  Sesekali ia masih menerima job dan saya mengikuti pementasannya, dia bermain tunggal.

Setiap kali saya menerima job memainkan wayang, baik wayang kulit purwa maupun wahyu, Pak Ngabiyantolah yang saya mintai tolong untuk menghubungi pengrawit dan sindhen dan perlengkapan wayang lainnya.  Pengalamannya sebagai dhalang sangat mudah untuk mencari pengrawit dan sindhen dan perlengkapan wayang lain yang kami perlukan untuk pementasan.  

Pernah suatu kali, saya diminta mayang, sindhen baru dapat satu orang dari Pati.  Saat kami berangkat untuk main wayang, Pak Ngabiyanto mampir di rumah sindhen yang sudah lama tidak manggung.  Akhirnya sindhen itu bersedia kami ajak.  Dadakan, seperti tahu bulat yang biasa dibuat hehehe...

Laris Manis

Mbak Sih sepeninggal Pak Ngabiyanto sampai hari ini masih jualan pecel.  Dulu Pak Ngabiyantolah yang selalu mengantar Mbak Sih ke pasar tawar untuk belanja dan lain-lain.  

Tidak saja pecel yang mbak Sih jual, tetapi juga gorengan-gorengan dan es campur. Belum lama ini, warungnya direnovasi dengan bantuan tetangga baiknya yang saya kenal dengan sebutan Mas Hadi.

Warung pecel Mbak Sih menempel rumah Mas Hadi.  Antara rumah Mas Hadi dan Mbak Sih hanya terpisahkan sebuah tanah kosong. Mas Hadi sehari-hari menjalankan usaha meubelnya.  Saya diberi tahu Mas Hadi bahwa biaya renovasi warung Mbak Sih, menghabiskan biaya 12 juta rupiah.

Pelanggan warung pecel Mbak Sih rata-rata tetangga sekitar.  Kalau saya pergi dan jajan di warung itu, saya menjumpai tetangga yang pekerjaannya sebagai petani, penggembala kambing, pemancing ikan di laut, buruh meubel asyik makan di situ.  

Saya sebut saya "jajan" di situ sebenarnya salah, karena setiap selesai saya makan kemudian saya sodorkan uang, selalu ditolak.  Kata Mbak Sih selalu begini,"Pak Pendeta sudah datang ke sini saya sudah senang."  Wah rasanya terus-terusan kalau begini nggak enak nih hehehe...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun