Pameran Seni Rupa "Sindhen" Purwadmadi Bukan Sekedar Vignette
Oleh: Suyito Basuki
Peristiwa budaya di kota Yogyakarta pada bulan Juli 2023 ini antara lain, pameran seni rupa tunggal yang dihelat di Galeri Posnya Seni Godod tanggal  28 Juni -5 Juli 2023, di bilangan Jl. Suryadiningratan Yogyakarta.  Pameran yang bertajuk "Sindhen" ini menampilkan 55 karya sketsa Purwadmadi dengan menggunakan tinta di atas kertas. Sedangkan galeri milik pelukis senior Yogyakarta Godod Sutejo ini memang sering digelar pameran seni rupa, baik perorangan maupun kelompok.
Purwadmadi sebagai pelukis memiliki latar belakang yang unik. Â Pelukis kelahiran Gunung Kidul 26 Maret 1960 dari pasangan Mardi Siswoyo dan Sulastini ini dikenal di berbagai kalangan sebagai wartawan, budayawan dan pengajar. Suami dari Rini Lestari serta ayah dari keempat anak: Ayusya Widyandhita, Atmyarsi Linaras, Halilintar Herlintang, dan Benrindang Latusura ini memiliki aktivitas sosial budaya yang cukup menyita waktunya hingga akhir usianya. Â Tercatat organisasi dan lembaga yang pernah ia tekuni: Persatuan Wartawan IndonesiA-Anggota Muda 1985-1992, Gerakan Peningkatan Minat Baca (GPMB)-DIY Pengurus 2015-2017, Forum Penulis Sastra dan Budaya Jawa -Penggagas/ Pengelola, 2016-2022, Paguyuban Penulis Sastra Jawa (PASBUJA) Kawi Merapi Sleman-Pendiri, 2019-2022, Paguyuban Wartawan Sepuh, Wakil Ketua (Tim) Pengembangan Kethoprak DIY, 2019-2022, Anggota Dewan Kebudayaan Kabupaten Sleman 2019-2022, dan Anggota Dewan Kebudayaan DIY 2020-2022.Â
Purwadmadi  dengan segala aktivitas sosial budayanya ini pernah mendapat penghargaan Anugrah Kebudayaan Gubernur DIY pada 2020.  Dalam kepadatan aktivitasnya itu, Purwadmadi sempat menerbitkan 10 judul buku sastra dan judul buku 23 non sastra.
Wanita dalam Patriarkhi Jawa
Tajuk "Sindhen" pada pameran seni rupa Purwadmadi ini menurut kurator Hajar Pamadhi, terinspirasi karya sastra novel "Sindhen" karya Purwadmadi sendiri. Â Novel ini pernah mendapat perhargaan sebagai novel terbaik. Â Menurut Hajar Pamadhi, novel ini mengisahkan seorang sindhen yang berjuang di tengah budaya patriarkhi Jawa dan hidup di alam pedesaan. Â Secara intrinsik, menurut Hajar Pamadhi, sesungguhnya novel ini berkisah perjuangan seorang seniman dalam suasana politik keserakahan Partai Komunis pada waktu itu.Â
Perilaku sindhen ini, entah baik maupun buruk, menurut Hajar Pamadhi dipotret oleh Purwadmadi dalam berbagai lukisan sketsa yang ditampilkan dalam ruang pameran. Â Karya sketsa Purwadmadi ini menampilkan wanita sebagai seorang ibu rumah tangga yang memiliki kewajiban merawat dan menjaga rumah tangganya, tetapi kadang tampil sebagaimana sindhen yang mendapat stigma negatif dari masyarakat. Â Dalam lukisan yang berjudul "Sungsang" misalnya. Â Menurut Hajar Pamadhi lukisan ini menggambarkan kehidupan wanita di atas ranjang. Â Dari sisi spontanitas goresannya yang kuat menurut Hajar Pamadhi, memberi aksentuasi bersatunya alat kehidupan manusia dewasa. Â Sedangkan pada lukisan yang berjudul "Sungkan", Hajar Pamadhi yang juga dosen Prodi Pendidikan Seni Rupa Universitas Negeri Yogyakarta ini melihat sebuah sketsa seorang wanita yang harus mengangkat derajat sebuah keluarga mencari kehidupan di suasana yang bergengsi yakni menyanyi sebagai swarawati di panggung resmi. Â Sedangkan sebuah lukisan yang berjudul "Sumandhing", menurut Hajar Pamadhi adalah sebuah sketsa kehidupan keluarga manakala mendampingi suami untuk bercengkerama dengan anak dan istri.
Lahir dari Tegangan Cukup Tinggi