Endang menerangkan bahwa Toko Tenun Limo ini semula memiliki pengrajin sekitar 50 orang. Â Tetapi saat pandemi, karena mengalami penurunan pembeli, pengrajin hanya berkisar 15 orang. Â
Pada waktu pandemi, pembeli menurun drastis, karena memang tidak bisa lagi pameran seperti biasanya. Â Yang dikerjakan adalah pemasaran saat pandemi secara on line. Â Pameran biasa diadakan di Bandung, Surabaya, Jakarta dan Semarang. Â
Pameran dilakukan secaar rutin. Â Sebelum puasa kemarin mulai mengadakan pameran lagi, di Senayan Jakarta. Â Saat Puasa pameran di Citra Land Simpang Lima Semarang.Â
Penghargaan MURI
Atas aktifitas pameran dan pemrakarsa peragaan menenun oleh perajin tenun terbanyak, Tenun Limo mendapat Piagam Penghargaan Museum Rekor Dunia Indonesia untuk Pokdarwis Desa Troso dan Cluster Tenun Limo, di Jakarta 13 Juli 2019 yang baru lalu. Â
Ketua Umum MURI Jaya Suprana memberikan piagam penghargaan tersebut. Â Penerimaan penghargaan ini menjadi motivasi untuk meningkatkan kualitas dan layanan kepada pembeli lebih baik lagi.
Pembeli, menurut Endang berasal dari Jawa maupun luar Jawa, instansi-instansi seperti TNI, Kepolisian dan pelanggan di pameran.  Ada yang kulakan juga untuk dijual kembali. Saat mengirim biasanya 300 potong.  Pada waktu lebaran, ada peningkatan pembelian.Â
Tenun Limo ini sebelum pandemi omsetnya mencapai kira-kira 100 juta. Â Pada saat pandemi merosot 50 persen. Â Setelah masa vaksinasi, omset kembali naik. Â Yang dikeluhkan adalah persaingan harga antarperajin. Â Keluhan yang lain adalah harga benang sebagai bahan dasar pembuatan, naik terus, sementara harga kain standar, tidak bisa dinaikkan. Â
Paguyuban tenun Troso ada, tetapi tidak bisa menyepakati harga yang sama. Â Misal ada home industri yang saat itu butuh banget uang, pasti harga diturunkan dengan rendah sekali.
Perkembangan MotifÂ