Mohon tunggu...
Suyito Basuki
Suyito Basuki Mohon Tunggu... Editor - Menulis untuk pengembangan diri dan advokasi

Pemulung berita yang suka mendaur ulang sehingga lebih bermakna

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Keelokan Berbahasa Bilingual

14 Januari 2022   08:09 Diperbarui: 14 Januari 2022   08:15 355
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Najwa Shihab dan Agnes Mo (sumber foto: kapanlagi.com)

Keelokan Berbahasa Bilingual

Oleh: Suyito Basuki

Dalam sebuah rekaman You Tube "Catatan Najwa" yang disponsori oleh salah satu produk shampo, terdapat percakapan antara Najwa Shihab dan Agnes Monica.  Percakapan mereka menggunakan bahasa Indonesia, tetapi kadang diselipi dengan kata-kata bahasa Inggris.  Simaklah contoh beberapa kalimat mereka di awal pembicaraan.

Najwa  : aku tu dulu sangking ngga bisanya gerak, sampai ada guru les privat aku untuk SKJ

Agnes   : serius?...

Najwa   : karena I can not (menggerak-gerakkan tangan di atas kepala, seperti gerak sebuah tarian)

Agnes    : (tertawa)

Najwa    : sementara Agnes Mo, wuuhh...jalan aja sudah kayak tarian

Agnes    : (tertawa)

Agnes    : kalau a woman harusnya cantik, rambut panjang, highest, begitu aku pakai trend nah itu, ini ni yang cantik...

Najwa    : (tertawa)

Kata-kata bahasa Inggris yang kemudian dipakai oleh keduanya di sela-sela percakapan mereka (maaf saya bisa saja salah menulis, karena berbagai keterbatasan):  line a world, live, I chat something like see you soon, oh my God, a beatuiful of social media, we actualy ask them dan lain-lain.  Kata-kata bahasa Inggris itu diucapkan baik oleh Najwa Shihab maupun juga oleh Agnes Mo...Seru memang percakapan mereka.

Lain Dulu Lain Sekarang?

Dulu saat belajar di kampus Universitas Sebelas Maret Surakarta, FKIP Prodi Pendidikan Bahasa & Sastra Indonesia dan saat baru lulus tahun 1989, segar-segarnya menjadi sarjana dan dosen muda part time di sebuah perguruan tinggi swasta di Yogyakarta, kalau berbahasa Indonesia, baik tulisan maupun lisan ya diusahakan 100 persen menggunakan kata-kata bahasa Indonesia.  

Lebih-lebih kalau situasinya formal, maka kata-kata yang digunakan atau diksinya harus menggunakan kata-kata baku yang bermakna denotatif, bukan konotatif.

Memang sesekali menggunakan kata asing dalam percakapan, tetapi itu dilakukan bukan karena untuk menunjukkan kepandaian berbahasa asing, tetapi lebih kepada kesopanan karena tidak mau menyinggung seseorang atau konsep kata asing tersebut tidak ada yang sepadan dengan kata yang ada dalam bahasa Indonesia.  

Ambil  contoh, saat menggunakan kata untuk menyebut penyakit kejang-kejang yang mengarah gangguan kejiwaan atau gila, maka digunakan kata "epilepsi".  Daripada menyebut penyakit "tedhun" atau saluran kecing yang melorot, maka digunakanlah kata "hernia".  Dari pada menyebut penyakit tekanan darah tinggi, maka dipakailah kata "hipertensi" dan sebagainya. 

Oleh karena itulah, pada saat itu saran dari Pusat Bahasa banyak memberikan padanan-padanan kata bahasa asing ke bahasa Indonesia.  Misalnya kata complicated atau sophisticated itu padanan katanya kata "rumit". 

Sampai-sampai Anton Moeliono Kepala Pusat pembinaan dan Pengembangan Bahasa saat itu menerbitkan buku Santun Bahasa (Penerbit PT Gramedia, Jakarta, 1984) dan Yus Badudu, seorang pakar bahasa Indonesia mengasuh rubrik "Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar" di sebuah majalah bulanan dan penyiar acara Siaran Pembinaan Bahasa Indonesia di TVRI Pusat Jakarta (1977---1979). 

Tujuannya semua itu adalah untuk para pengguna bahasa Indonesia agar dapat menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, sehingga tercapailah efektifitas dalam berkomunikasi.

Kalau memang kata asing tidak ada padanannya dalam bahasa Indonesia, maka kata asing itu diserap dengan ketentuan dan penulisan yang diatur oleh Ejaan yang Disempurnakan.  

Misalnya group, ditulis dan dibacanya "grup", kemudian kata finish, ditulis dan dibacanya "finis", kata patient ditulis dan dibacanya "pasien", kata quality ditulis dan dibacanya "kualitas" dan lain-lain.

Jika sampai kemudian percakapan terjadi dengan penyelipan bahasa asing wah saat itu bisa dikatakan sombonglah, pamerlah, sok pinterlah, kebarat-baratan atau western-lah dan sebagainya.  

Dalam lomba pidato misalnya, intervensi banyaknyanya kata-kata asing ke dalam pidato berbahasa Indonesia pastilah menjadikan peserta lomba tidak akan menjadi juara.

Sekarang ini sungguh lain situasinya.  Bombardir bahasa asing, baik bahasa Inggris, bahasa Mandarin dan bahasa Arab terutama sangat dirasakan.  Kemajuan teknologi, usaha perdagangan dan keagamaan tidak isa lepas dari ketiga bahasa itu.  Contoh kutipan percakapan antara Najwa Shihab dan Agnes Monica di atas menunjukkan hal itu.  

Sering juga dalam percakapan ada juga yang menggunakan kata milad untuk sebuah ulang tahun seseorang atau lembaga; ucapan barakallah fii umrik menggantikan selamat ulang tahun atau happy bithday; semoga khusnul khotimah, adalah sebuah harapan terhadap yang meninggal supaya diterima disisi-Nya; semoga sakhinah, waradhah dan warohmah, ucapan disertai harapan kepada pengantin supaya penuh dengan keberkatan; kata cuan untuk menyebut uang; kata hoki untuk menyebut keberuntungan dan sebagainya.

Suatu Politik Bahasa?

Kalau fenomena berbahasa bilingual itu mau dilihat sebagai politik bahasa, ya bisalah.  Politik bahasa selalu menilai bahwa bahasa selalu berperang dengan bahasa lain.  Bahasa yang kalah akan kemungkinan mati atau menjadi sedikit pengguna.  

Bahasa Indonesia yang akarnya adalah bahasa Melayu menjadi tetap eksis terhadap gempuran bahasa-bahasa lainnya karena keluwesannya dalam menerima masukan atau serapan bahasa asing.  Pada jaman kolonial Belanda, banyak orang terpelajar fasih berbahasa Belanda.  

Saat berbahasa Belanda, pribumi merasa memiliki level sosial yang sama dengan para sinyo dan nonik-nonik dan mereka merasa ter terhormat karenanya.  

Untunglah kolonial Belanda hengkang dari bumi pertiwi ini, kalau tidak, mungkin bahasa Indonesia tidak akan bisa eksis seperti sekarang ini.  Memang harus diakui banyak serapan kata dari bahasa Belanda yang digunakan pengguna bahasa Indonesia dewasa ini.

Saya pernah mendengar nasihat seorang dosen teologia yang pemerhati bahasa.  Bahasa itu itu masalah use or lose, digunakan atau tidak digunakan.  Saat itu memang menjelaskan bagaimana seseorang bisa piawai dalam berbahasa asing:  bahasa Inggris, Yunani atau Ibrani konteksnya.  Tetapi saya pikir juga bahwa bahasa yang tidak kita gunakan, bahasa itu akan mati.  

Contoh saja bahasa Sansekerta, bahasa Kawi dan bahasa-bahasa daerah lainnya.  Oleh karena itu bahasa agar tetap hidup dan bahkan berkembang memang harus digunakan. 

Harus jujur dikatakan, orang yang ingin bahasa Inggris, Mandarin atau bahasa Arab eksis,  ya harus selalu berusaha menggunakannya.  Kalau belum bisa sepenuhnya digunakan, ya dengan cara diselip-selipkan dalam percakapan atau tulisan yang berbahasa Indonesia.

Sementara itu, kalau ingin bahasa Indonesia tetap mau eksis dan berkembang, ya memang harus digunakan secara proporsional, maksudnya kata-kata asing itu bolehlah tetap ada tetapi jangan melebihi porsi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasionalnya.  

Kelengahan pengguna, semisal bahasa nasional akhirnya menjadi lebih kecil porsinya dari pada bahasa asing yang digunakan, maka bisa diprediksi bahasa nasional akan menjadi semakin lemah, dan tinggal tunggu waktu kapan matinya.

Saya saat ini rela menjadi pemimpin redaksi dan editor renungan harian berbahasa Jawa "Dilah Kasukman", boleh dikata satu-satunya renungan berbahasa Jawa di Indonesia, karena antara lain saya memiliki tujuan, supaya bahasa Jawa yang sudah diramalkan akan mengalami kematian ini, tetap hidup dan dipakai para penggunanya.  

Dengan cara menggunakan bahasa Jawa untuk penulisan renungan setiap harinya yang otomatis juga menggunakan alkitab berbahasa Jawa terbitan Lembaga Alkitab Indonesia baik edisi Fromal maupun Padintenan, itu merupakan salah satu cara untuk mempertahankan keberlangsungan bahasa Jawa yang sudah terakui sebagai hasil sebuah peradaban yang bernilai sangat tinggi.  

Banyak orang saya kira sedang berjuang juga untuk kelestarian bahasa Jawa melalui penerbitan majalah, buku, sastra dan penggunaan lisan dalam berbagai seni tradisional seperti wayang, kethoprak, ludruk dan lain-lain.

Elokkah Bahasa Bilingul?

Fenomena berbahasa bilingual para warga Jakarta Selatan saat ini, menurut saya elok sekali.  Karena hentakan kemajuan teknologi, sosial dan keagamaan yang tidak bisa dihindari, menyebabkan intervensinya bahasa-bahasa asing menjadi sebuah fakta yang tidak bisa dipungkiri.  Para warga Jakarta Selatan karena interaksinya juga dengan orang-orang asing barangkali, sehingga penggunaan bahasa itu tidak bisa dielakkan.  

Pada akhirnya jika berbahasa bilingual ini terus dilakukan, maka bahasa jenis  ini akan berkembang dan akan disebut sebagai bahasa slang atau naik level sedikit menjadi bahasa dialek daerah tertentu.

Berbahasa bilingual, jangan buru-buru di beri stigma sebagai bahasa yang menyimpang dan penggunanya diberi cap kurang nasionalis dan sebagainya.  Lihatlah percakapan Najwa Shihab dengan Agnes Monica seperti cuplikan deskripsi di atas.  Mereka menggunakan bahasa Indonesia dengan sedikit-sedikit diselipi bahasa Inggris dan mereka mengucapkan dialog mereka dengan suka cita.  

Saya menilainya begini.  Mereka yang berbahasa bilingual itu sebenarnya mereka masih ingin berbahasa Indonesia.  Tetapi karena kemampuan dan kebiasaan berbahasa asing yang mereka miliki menyebabkan tiba-tiba dalam menyampaikan konsep yang ada di pikiran mereka dengan bahasa asing yang familiar di otak mereka.  

Itulah yang kemudian muncul dalam pengucapan, dan hal itu bisa dijelaskan oleh ilmu bahasa yang disebut psikolinguistik.  Mereka yang berbahasa bilingual menurut saya malah kelihatan jenius & smart, asal itu tidak dibuat-buat!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun