Mohon tunggu...
Suyito Basuki
Suyito Basuki Mohon Tunggu... Editor - Menulis untuk pengembangan diri dan advokasi

Pemulung berita yang suka mendaur ulang sehingga lebih bermakna

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Dora Sembada dan Arjuna Palsu

14 Desember 2021   03:37 Diperbarui: 14 Desember 2021   04:47 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Dora Sembada dan Arjuna Palsu

Oleh: Suyito Basuki

Ditulis oleh Kompas.com, 13 November 2020, di Pekalongan, pernah ada seorang wanita yang bernama AS dikibuli seorang laki-laki bernama Saiful Muis (31) warga Desa Wado, Kecamatan Kedung Tuban Kabupaten Blora.  Saiful Muis mengaku sebagai anggota TNI Angkatan Udara yang berdinas di Bandung dan menikahi AS secara siri.  Karena sampai 7 tahun tidak segera dinikah resmi padahal sudah memiliki anak serta Saiful Muis tidak memberi nafkah sebagaimana layaknya tanggung jawab sebagai suami ditambah "suaminya" itu tidak pernah masuk kantor, membuat AS ini curiga.  AS kemudian melapor ke koramil supaya suaminya diperiksa.  Kemudian diperiksalah Saiful Muis di Makodim 0710 Pekalongan sehingga terkuaklah semua kepalsuan dan aksi tipu-tipunya.  Ternyata sang Arjuna pujaan hati adalah palsu!  Saiful Muis hanyalah warga sipil yang mengaku-aku saja sebagai tentara.  Kenyataan ini sontak membuat AS kemudian mengajukan cerai!

Soal aksi tipu-tipu atau tindakan kepalsuan, sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari.  Hal ini seolah sudah menjadi budaya massa dalam masyarakat.  Aksi ini seolah diterima asal membawa kebaikan.  Konon orang tipu-tipu ini, khususnya bagi orang Jawa, punya akar yang kuat dalam kebudayaan.  Dalam cerita baratayuda dikisahkan bahwa seorang raja Amarta, Yudistira, yang terkenal jujur pun suatu ketika melakukan aksi tipu-tipu.  Syahdan dalam peperangan baratayuda, kesaktian Begawan  Durna sebagai senopati Astina, tiada tandingan dalam kancah peperangan.  Kresna kemudian punya inisiatif supaya Durna lemah semangat juangnya.  Dibujuknyalah supaya Yudistira mau "sedikit" saja berbohong.

Terjadilah kemudian sebuah peristiwa tipu-tipu itu.  gegap gempita prajurit Amarta berteriak-teriak bahwa Aswatama, putra terkasih Durna tewas.  Padahal yang mati hanyalah seekor gajah yang kebetulan bernama Hestitama.  Durna terkejut bukan kepalang, serta merta loyolah semangat perangnya.  Tapi ia belum percaya begitu saja kalau belum tahu kejadian yang sesungguhnya.  Dia kemudian mendatangi seseorang yang dapat menjadi referensi yang sangat kuat untuk sebuah kejujuran, Yudistiralah orangnya.  Yudistira atau Puntadewa, raja Amarta ini dikenal punya darah yang putih, artinya ia adalah pribadi yang dikenal karena kejujurannya.  Yudistira ketika ditanya Durna memang menjawab yang mati itu Hestitama.  Tetapi suku kata "hesti" ia ucapkan sangat lemah, kemudian suku kata "tama" diucapkannya keras.  Alhasil Durna yang sudah tua seolah mendengar bahwa yang diucapkan ratu yang terkenal jujur itu "aswatama".  Kontan saja Durna stres yang menyebabkannya terlena sehingga tidak sadar ketika Destrajumpena melibas kepalanya!

Sering orang mengatakan dusta Yudistira itu melakukan "dora sembada".  "Dora sembada" dari kata bahasa Jawa: "dora" adalah berdusta atau kasarnya tipu-tipu atau tindakan palsu, sedang "sembada" adalah sesuai atau menghasilkan hal yang baik.  Hal itu menunjukkan sebuah tindakan menipu yang memiliki tujuan akhir baik.  Ketika masih mengajar di perguruan tinggi maupun di sekolah menengah atas, sering saya mendengar mahasiswa maupun murid yang ketahuan mencontek alasannya adalah "membantu" orang tua, demi sebuah "tujuan yang baik".   Itu barangkali salah satu contoh perbuatan "dora sembada" itu.

Tetapi inilah cerita yang terjadi kemudian.  Seorang driver tetangga saya, yang sering keluar kota untuk pengiriman meubel dan lain-lain, suatu ketika membeli seekor burung perkutut putih di sebuah kota.  Perkutut putih selain unik, konon juga dapat mendatangkan rejeki bagi pemiliknya.  Dengan demikian, tentu saja harganya di atas rata-rata harga burung perkutut biasa.  Setelah beberapa saat berselang, burung tersebut berganti bulu, berubahlah dari warnanya yang  putih menjadi warna kehitam-hitaman.  Ternyata warna putih tersebut hasil semprotan cat pilok belaka!

Tipu-tipu, berbuat palsu, mungkin memang sesaat menguntungkan bagi pelaku.  Tetapi suatu ketika pasti akan ketahuan.  Sepandai-pandai tupai melompat, akan jatuh juga, itu sebuah peribahasa yang menyatakan, sepandai apa pun seseorang berbuat suatu kejahatan, akhirnya akan ketahuan juga!  Yang jelas, bagi korban yang kena tipu-tipu, betapa sakit hatinya.  Wanita yang kena tipu kepalsuan arjunanya di atas, Durna yang tidak menyangka kepalsuan Yudistira dan driver pengirim meubel yang terlanjur membeli perkutut putih hasil semprotan cat pilok, betapa sakit hati  mereka itu!  Nah, masihkah suka melakukan tipu-tipu atau aksi kepalsuan dengan alasan dora sembada itu?  Atau  mulai berusaha berbuat jujur berkata dan mengaku apa adanya tanpa tipu-tipu: jika ya katakan ya, jika tidak katakan tidak?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun