Membahas tentang paten---dari paten biasa hingga paten sederhana---selalu menarik, karena tidak masih ditemukan kebingunan di masyarakat termasuk dosen dan peneliti. Â Paten itu seperti tiket eksklusif untuk melindungi ide-ide gemilangmu. Bayangkan saja kamu punya gagasan revolusioner, seperti mesin pembuat nasi goreng otomatis (wow, siapa yang tidak mau ini?!), dan kamu ingin agar tidak ada yang mengambil idemu sebelum kamu mendapat keuntungan (materi dan/atau non materi) dari hasil jerih payah. Nah, di sinilah paten berperan.
Dalam Undang-undang Paten di Indonesia, ada dua jenis paten utama yang sering kita temui: paten biasa dan paten sederhana. Meskipun keduanya memiliki tujuan yang sama, yakni melindungi inovasi, prosesnya bisa sangat berbeda. Dan jika kamu sedang bertualang ke situs PDKI (Pangkalan Data Kekayaan Intelektual), kamu mungkin akan menemui berbagai status paten yang kadang membingungkan. Tenang, kita akan membahas ini semua dengan supaya lebih jelas.
Paten Biasa vs Paten Sederhana: Perbedaan di Antara Keduanya
Sebelum kita masuk ke rincian, mari kita pahami dulu apa yang dimaksud dengan paten biasa dan paten sederhana. Secara singkat, paten biasa (lebih sering diucapkan sebagai Paten) adalah untuk inovasi yang lebih kompleks, sedangkan paten sederhana (lebih sering diucapkan sebagai Paten Sederhana) lebih cocok untuk inovasi yang sifatnya lebih simpel tapi tetap baru dan inovatif.
Tiga Syarat Utama Paten Biasa:
Kebaruan (Novelty): Untuk mendapatkan paten, suatu penemuan harus benar-benar baru. Kebaruan ini berarti ide atau produkmu belum pernah dipublikasikan, baik secara tertulis, lisan, atau telah dijual sebelumnya. Jika sudah pernah muncul di pasar, meski hanya sekilas, sayangnya ide tersebut tidak bisa dipatenkan lagi. Contohnya, jika kamu menemukan botol air yang bisa menyaring mikroplastik dari laut dan ternyata belum ada yang memikirkan ide tersebut sebelumnya, maka kamu bisa mengajukannya untuk paten. Namun, jika sudah ada produk serupa yang telah beredar, ide kamu mungkin tidak lagi memenuhi syarat kebaruan ini.
Langkah Inventif (Inventive Step): Syarat kedua adalah langkah inventif atau yang kadang disebut sebagai tingkat keunggulan teknis. Invensi yang kamu ajukan untuk paten harus mencerminkan perkembangan yang signifikan dari teknologi yang ada. Jika penemuanmu terlalu jelas atau hanya berupa penyempurnaan kecil dari teknologi yang ada, maka kamu mungkin akan kesulitan mendapatkan paten. Misalnya, kalau kamu mengembangkan helm yang bisa berubah warna sesuai cuaca, tapi teknologi pewarnaan suhu sudah ada sebelumnya, kamu perlu meyakinkan otoritas paten bahwa idemu memiliki perbedaan yang signifikan dan bukan sekadar pengembangan biasa. Intinya, jika kamu ingin mendaftarkan Paten (dan bukan Paten Biasa), maka kamu harus membuktikan bahwa invensi kamu tidak mudah ditebak oleh orang yang ahlinya.
Dapat Diterapkan Secara Industri (Industrial Applicability): Terakhir, inovasi tersebut harus bisa diterapkan secara praktis dalam industri. Penemuanmu haruslah sesuatu yang bisa digunakan dalam skala besar atau setidaknya diproduksi. Jadi, kalau kamu menemukan "mesin pengubah angin jadi es krim" yang ternyata hanya berfungsi di mimpi, ya, mohon maaf. Ide itu mungkin tidak memenuhi syarat ini. Atau jika kamu melakukan penelitian di laboratorium dengan formula dalam skala gram atau mili gram, padahal di industri skala produksinya kilo gram atau ton, maka solusinya adalah buat dalam rasio atau perbandingan dalam formula tersebut.
Tiga Syarat Utama Paten Sederhana:
Nah, untuk paten sederhana, persyaratannya juga tidak jauh berbeda, namun ada sedikit kelonggaran terutama dalam hal "langkah inventif." Paten sederhana diperuntukkan bagi inovasi yang sifatnya lebih "sederhana," tapi tetap memberikan solusi baru.