Pernah bertemu dengan santri yang pendiam? Duduk di pojokan, tenang seperti WiFi yang tiba-tiba mati? Kadang kita jadi bertanya-tanya, "Kenapa anak ini nggak mau berbicara? Apakah dia tidak punya teman? Atau mungkin dia kesulitan memahami pelajaran?" Sebelum kita berasumsi terlalu jauh, ada baiknya kita pelajari dulu apa yang sebenarnya terjadi dengan santri pendiam ini.
Remaja pendiam, terutama di pesantren, sering kali dianggap kurang memiliki kemampuan sosial. Namun, penelitian (Enjela Pulda Putri, dkk, 2023) menunjukkan bahwa remaja introvert sebenarnya bisa berinteraksi dengan baik, hanya saja cara mereka berbeda. Mereka lebih nyaman berbicara dalam suasana yang tenang dan tidak terburu-buru menyampaikan pendapat sebelum siap.
Sebagai guru atau orang tua, tugas kita bukan untuk menilai, tapi menggali. Cari tahu kebiasaan mereka, apa yang membuat mereka lebih senang menyendiri atau jarang berbicara. Misalnya, apakah di rumah mereka juga pendiam? Kadang masalahnya sederhana, tapi jika dibiarkan, bisa membuat anak semakin menarik diri.
Salah satu pelajaran yang bisa kita ambil dari Al-Quran adalah doa Nabi Zakaria AS dalam surat Al-Imran ayat 38. Beliau memohon kepada Allah untuk diberikan dzurriyyat, yang artinya bukan sekadar keturunan, tapi generasi yang baik dan bermanfaat. Menariknya, beliau menggunakan kata thayyib yang artinya lebih dari sekadar shalih, yaitu keturunan yang tidak hanya baik tapi juga membawa berkah dan manfaat bagi orang lain. Meskipun usianya sudah lanjut, Nabi Zakaria tetap memiliki harapan yang luas dan mendalam kepada Allah.
Jika anak-anak memiliki potensi, tugas kita adalah membimbing mereka. Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah kerja sama antara orang tua, guru, dan pesantren. Misalnya, di pesantren bisa dibentuk tim khusus untuk memberi perhatian lebih kepada santri pendiam, bukan sekadar mengamati, tapi juga memberikan konseling secara berkala agar mereka merasa nyaman bercerita. Orang tua dan guru bisa saling berbagi informasi tentang perilaku anak di rumah dan di pesantren untuk mencari solusi terbaik bersama.
Guru Bimbingan Konseling (BK) juga memegang peranan penting. Menurut penelitian (Hadinia, Shavira Putri, 2020), layanan konseling individual dan kelompok dapat membantu santri pendiam meningkatkan rasa percaya diri dan berani berbicara. Aktivitas kelompok yang menyenangkan juga bisa menjadi cara bagi mereka untuk mengekspresikan kreativitas, dan siapa tahu, bisa menghasilkan karya yang luar biasa!
Di Pesantren Tijarotul Qur'aniyah Sukoharjo, kami mencoba metode baru untuk santri pendiam: mengajak mereka membuat furnitur dari besi yang dilas. Gagasan ini muncul dari informasi orang tua bahwa anak tersebut suka membantu ayahnya di rumah. Kami berpikir, mungkin dengan fokus pada teknik pengelasan, mereka bisa lebih terbuka. Kegiatan ini tidak hanya melatih keterampilan, tetapi juga meningkatkan kepercayaan diri mereka karena bisa melihat hasil nyata dari usaha mereka. Tantangannya, pesantren perlu menyiapkan fasilitas dan pembimbing yang sesuai. Alhamdulillah, santri yang pendiam ini mulai menunjukkan minat, bahkan mampu menghasilkan produk yang baik dan menceritakan hasil karyanya.
Jadi, mari kita pahami bersama, bahwa santri pendiam bukan berarti tidak ingin bergaul. Mereka hanya membutuhkan pendekatan yang berbeda. Yuk, kita dukung anak-anak kita dengan sabar, beri mereka ruang untuk berkembang, dan yang pasti, jangan langsung menghakimi, tapi lebih baik kita gali potensi mereka!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI