Mohon tunggu...
Suyatno
Suyatno Mohon Tunggu... Lainnya - wirawiri

Bachelor of Law at UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung 2024

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Mencintai Secara Kolektif

17 Januari 2025   13:17 Diperbarui: 17 Januari 2025   13:17 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Pinterest


Penulis menemukan suatu keunikan dalam cara kita mencintai, yakni sebuah dimensi implisit yang sering kali tidak terungkap secara langsung. Bukan cinta dalam arti personal yang tertuju pada satu individu, melainkan cinta yang muncul secara kolektif, sebuah perasaan yang hanya hidup dalam kebersamaan. Refleksi ini bermula dari pengalaman penulis saat menempuh pendidikan tinggi, dimana ada satu komunitas sistemik dalam kurikulum pendidikan yang menyatukan berbagai individu dengan karakter unik dan energi positif.


Dalam bingkai kebersamaan, orang-orang menjadi lebih dari sekadar teman melainkan menjadi hubungan ekosistem yang mendukung satu sama lain. Penulis merasakan kehangatan, keceriaan, dan semangat kolaboratif saat dalam perkumpulan ini. Bahkan keberadaan mereka menciptakan zona nyaman, sebuah wadah emosional di mana setiap individu merasa diterima dan dihargai.

Dalam siklus kebersamaan itu, ada satu individu yang mencuri perhatian. Individu ini menjadi pusat kekaguman  penulis sekaligus bagian tak terpisahkan dari dinamika kelompok. Yang menarik, penulis merasakan kekaguman ini tidak pernah berdiri sendiri. Ia baru terasa utuh ketika berada dalam lingkup kebersamaan. Seolah ada energi khusus yang muncul, mengisi celah-celah yang sebelumnya terasa hampa. Ketika individu ini hadir, kehangatan kelompok terasa lebih nyata dan lebih mendalam.


Dari sini, muncul semacam dilema, meski ada keinginan untuk menjalin hubungan yang lebih personal dengan sosok yang dikagumi, kebersamaan kolektif tetap menjadi elemen yang tak tergantikan. Kehadiran individu tersebut dalam setiap pertemuan memberikan semacam rasa aman atau sebuah harmoni yang sulit ditemukan dalam situasi lain. Individu ini menjadi integrasi emosional bagi penulis yang apabila tanpa kehadiran individu itu, perkumpulan terasa kurang sempurna, seolah ada energi yang hilang.

Cinta kolektif seperti ini juga menghadirkan paradoks. Di satu sisi, ada keinginan untuk membangun hubungan yang lebih mendalam dengan satu individu. Tetapi di sisi lain cinta itu terasa benar-benar hidup dalam konteks kebersamaan. Barangkali, cinta kolektif ini adalah cerminan dari kebutuhan manusia akan komunitas. Kita bukan hanya mencintai individu, tetapi kita mencintai pengalaman yang tercipta ketika berada dalam kebersamaan. Sosok yang penulis kagumi menjadi semacam katalis, penghubung yang menghidupkan dinamika kelompok. Dalam kebersamaan, penulis menemukan dirinya yang lebih baik, lebih bahagia, dan lebih hidup.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun