Pada hari ini tanggal 22 Oktober 2023 kita kembali bertemu dalam semangat Hari Santri Nasional atau HSN. Hari Santri Nasional merupakan momentum untuk meneladani semangat nasionalisme para ulama melalui resolusi jihad pada tahun 1945. Mari kita sedikit melihat lembaran sejarah di balik peringatan Hari Santri Nasional.
Tepat pada tanggal 16 september 1945 bangsa Indonesia kadatangan tamu tak diundang, yakni pasukan sekutu AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) yang dipimpin oleh Jenderal Sir Philip Christison. Awal kehadiranya tidak dipermasalahkan sampai pada akhirnya ada udang dibalik batu, ternyata ada pasukan Belanda yang ikut dalam barisan sekutu tersebut.
Tentu bangsa Indonesia yang saat itu tengah menata negaranya yang baru saja merdeka tidak menginginkan “rasa sakit yang sama” terulang kembali, hingga akhirnya terjadi bentrokan antara pejuang Indonesia dengan pasukan sekutu, terutama di wilayah Surabaya. Bentrokan itu sampai pada puncaknya ketika ketika Indo Belanda mengibarkan bendera Belanda yang berwarna merah, putih, biru di hotel Yamato pada tanggal 19 September 1945.
Melihat kondisi saat itu yang semakin kacau dan tidakterkendali, atas saran Jenderal Soedirman, presiden Soekarno pun mengirim utusan kepada KH. Hasyim Asy’ari Roisul Akbar NU di Tebuireng. Yang mana tujuan pada pertemuan itu presiden soekarno meminta fatwa untuk berjihad membela negara. Dan kemudian KH. Hayim Asy’ari mengumpulkan para Kyai se-Jawa dan Madura, diantaranya Kyai Wahab Hasbullah dan Kyai Bisri Samsuri, untuk bermusyawarah. Hiangga pada akhirnya tanggal 21-22 Oktober 1945 lahirlah kesepakatan untuk mengeluarkan fatwa resolusi jihad, guna membangkitkan semangat kaum muslimin pada masa itu untuk mengusir pasukan Belanda yang dibantu tentara sekutu agar angkat kaki dari tanah air Indonesia. Inilah yang kemudian dijadikan sebagai filosofi peringatan hari santri setiap tanggal 22 Oktober.
Kita tahu bahwa negara Indonesia adalah negara hukum sehingga apapun kebijakan yang ditetapkan pemerintah harus berlandaskan hukum. Begitupun peringatan Hari Santri Nasional juga memiliki payung hukum yang tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 22 tahun 2015. Tujuan dari penetapan Hari Santri Nasional adalah tidak lain agar kita mengenang, meneladani, dan meneruskan perjuangan para santri dan ulama untuk terus membela dan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia serta berkontribusi dalam pembangunan bangsa.
Secara de jure tidak terasa hari ini kita telah melewati delapan kali peringatan Hari Santri Nasional (HSN) sejak ditetapkan pada 22 Oktober 2015 hingga 22 Oktober 2023, pada setiap tahunnya Kemenag selalu merilis surat edaran terkait peringatan HSN dengan tema yang berbeda beda. Pada tahun ini tema yang diusung adalah “Jihad Santri Jayalah Negeri”.
Berdasarkan keterangan dari Menag Yaqut, tema tersebut dapat dimaknai secara historis dan kontekstual. Secara historis, seperti yang sudah kita bahsa dalam pengantar di atas, tema ini mengingatkan bahwa para santri dan ulama ikut andil dalam mempertahankan dan memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Yang mana kita tahu filosofi sejarah Hari Santri mengacu pada Resolusi Jihad yang dimaklumatkan oleh Kiai Hasyim Asy'ari.
Sedangkan secara kontekstual, tema tersebut menegaskan bahwa sepanjang sejarah santri terus berkontribusi aktif dalam memajukan negeri. Lebih jelasnya, Menag Yaqut menyebut bahwa makna jihad disini bukan soal berperang dan mengkokang senjata, melainkan jihad secara intlektual, memerdekaan diri dari keobodohan dan kebuntuan berpikir. Dimana santri harus menjadi role model pejuang dalam melawan kebodohan dan ketertinggalan, serta turut berjuang dan mengambil peran di era transformasi digital.
Mari kita menikmati secangkir kopi dan merenung sejenak, setelah delapan kali kita memperinghati Hari Santri Nasional, apa aspek penting yang tidak boleh hilang dari awal gagasan resolusi jihad hari santri sampai hari ini ? pertanyaan ini agaknya akan memberikan jawaban yang bervariatif, tapi melalui tulisan ini mari kita bersama berbagi pandangan untuk saling melengkapi.
Pemerintah melalui Keppres Nomor 22 Tahun 2015 secara eksplisit menyampaikan bahwa peringatan Hari Santri Nasional memiliki tujuan untuk mengingat, meneladani, dan melanjutkan peran penting yang dimainkan oleh para ulama dan santri dalam mendukung serta mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jika kita amati kembali dari peringatan Hari Santri Nasional dulu sampai sekarang, maka kita bisa melihat ada tiga aspek yang terkandung diantaranya; kognitif, afektif, dan psikomotorik.