Beruntung sekali beberapa minggu yang lalu saya berkesempatan mengunjungi Bank Indonesia kantor perwakilan Solo dan mendapatkan kesempatan bertukar pikiran dengan Ismet Inono, Kepala Kantor Bank Indonesia Solo.
Pada kesempatan tersebut Ismet Inono menguraikan peran Bank Indonesia sebagai salah satu komponen pengendali inflasi melalui TPID (Tim Pemantau dan Pngendali Inflasi daerah). Berdasarkan materi publikasi Bank Indonesia yang dikutip kompas.com, kehadiran TPID diawali oleh munculnya Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi pada 2004. Lembaga ini hanya ada di tingkat pusat, sebagai salah satu pelaksanaan amanat UU 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia. TPID sendiri baru muncul pada 2008, sebagai langkah awal sinergi otoritas moneter tersebut dengan pemerintah daerah.
[caption id="attachment_350505" align="aligncenter" width="640" caption="Bp Ismet Inono (berdasi), Kepala Kantor Bank Indonesia Solo sedang memberi penjelasan terkait kebijakan BI di bulan puasa dan lebara. Foto: koleksi pribadi"]
Tugas TPID adalah memantau perkembangan harga komoditas, terutama harga pangan, serta mengevaluasi sumber-sumber dan tekanan inflasi. Muara dari keberadaannya adalah pengendalian harga komoditas.
Harapannya, TPID dapat mengetahui sedini mungkin ancaman inflasi di suatu daerah dan sesegera mungkin mencari solusi. Rekomendasi dari TPID juga diharapkan tepat sasaran. Keberadaan dan keefektifan pelaksanaan tugas TPID menjadi penting bila merujuk data Badan Pusat Statistik yang menunjukkan daerah menyumbang 60 persen faktor penyusun angka inflasi.
Ada beberapa moduk komoditi penyumbang inflasi selama bulan puasa dan lebaran diantaranya : beras, daging ayam ras, bawang merah, tarif listrik, minyak goreng, kacang panjang, telur ayam ras dan angkutan antar kota. Untuk wilayah Solo Raya, beras merupakan komoditas yang paling banyak menyumbang inflasi selama bulan puasa dan lebaran pada tahun 2010-2013.
Sementara untuk bahan pangan penyumbang inflasi diantaranya : daging kambing, pisang, jeruk, kacang panjang, buncis, petai, daging sapi, pisang, tomat, mie kering instant, telur ayam, cabe rawit, beras, bawang putih dan minyak goreng. Pada bulan Juli 2013 misalnya, inflasi kota Surakarta mencapai 3, 91% (mtm), dari jumlah tersebut ternyata bahan pangan memberi andil 2,52%.
Bank Indonesia mengawasi ketersediaan pasokan dengan pegendalian dan pengawasan penggunaan BBM bersubsidi serta dengan cara meningkatkan kerjasama antar daerah yang surplus dan defisit. Bank Indonesia juga melakukan pemantauan harga dan melakukan operasi pasar dan menyelenggarakan pasar murah untuk menjamin keterjanggoan harga bagi masyarakat. Distribusi pangan menjadi sangat penting, maka tak salah jika pemerintah memprioritaskan moda transportasi angkutan Kepokmas (kebutuhan pokok masyarakat), memperbaiki infrastruktur pada titik jalur distribusi barang, menyiapkan jalur distribusi alternatif dan menjamin keamanan penyaluran bahan Kepokmas. Sementara itu disektor komunikasi, pemerintah melalui Bank Indonesia meyediakan informasi terkait produksi, ketersediaan, dan harga kepokmas. Himbauan agar masyarakat bijaksana dalam pola konsumsi, tidak melakukan pembelian kepokmas berlebihan serta hemat BBM selalu dilakukan pemerintah.
Sudah sangat tepat apa yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan mengaktifkan TPID untuk memantau ketersediaan, kelancaran distribusi dan perkembangan harga, Selain itu pemerintah perlu menyediakan dan atau mempercepat APBD untuk mendukung pengendandalian.
[caption id="attachment_350504" align="alignleft" width="696" caption="Perkembangan Harga Bahan Makanan Terkini (pantauan 18 Kantor Perwakilan BI) "]