Mohon tunggu...
Suyanto Suyanto
Suyanto Suyanto Mohon Tunggu... Human Resources - Guru, Widyaiswara, Anggota BAN-S/M

Ketua BAP-S/M Provinsi NTB.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mendikbud Berbohong

27 Oktober 2013   06:35 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:59 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Beberapa waktu yang lalu, saya bertemu sejumlah guru dalam suatu pertemuan.  Salah satu mengatakan bahwa ternyata bapak menteri pendidikan dan kebudayaan telah berbohong.  Alasannya beliau pernah melihat tayangan di televisi di mana bapak menteri mengatakan bahwa dengan kurikulum 2013, guru tidak disibukkan lagi dengan persiapan membuat silabus dan RPP.  Semua sudah disiapkan dan guru tinggal mengajar sesuai dengan manual atau petunjuk yang sudah disiapkan pada buku guru.  Namun kenyataan tidak demikian.  Hari itu guru tersebut menunjukkan kepada saya satu RPP buatan sendiri yang terdiri dari dua belas halaman.  Persiapan itu untuk satu hari pembelajaran.

Yang menjadi persoalan adalah dengan tersedianya manual pembelajaran, haruskan guru menulis lagi persiapan?  Ataukah cukup mencermati persiapan yang sudah ada kemudian ditindak lanjuti dengan cacatan kemajuan setiap hari?

Sebagai seorang professional, guru memang harus tahu alur perencanaan sebuah pembelajaran.  Mulai dari menetapkan tujuan, menjabarkan kompetensi dasar menjadi indikator pencapaian, memilih bahan ajar, hingga merancang skenario kegiatan belajar peserta didiknya serta menguji ketercapaian tujuan pembelajaran.  Akan tetapi jika perencaan sudah ada, seharusnya guru tinggal melaksanakan. Tentu saja dengan didasari oleh pengetahuan yang mendalam tentang landasan konseptual (teori), yuridis (peraturan terkait) serta filosofisnya.  Dengan demikian guru bisa lebih berkonsentrasi terhadap efektifitas dan efisiensi pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan kondisi sekolah dan peserta didiknya.

Berdasarkan pengakuan guru tersebut, ternyata apa yang sudah ditulis dalam perencanaan, tidak semuanya bisa dilaksanakan.  Jika seluruh  tahapan dilakukan memerlukan waktu hingga sore hari.  Nah sekarang, apa arti sebuah perencanaan jika sudah dipastikan tidak dapat dilaksanakan.  Anehnya, kepala sekolah dan pengawas pendamping memberikan apresiasi terhadap persiapan (bukan kesiapan) guru terebut tanpa melihat keterlaksanaannya.  Mungkin pembaca menganggap peristiwa di atas kasuistik.  Akan tetapi  kenyataan bahwa semua mengeluhkan hal yang kurang lebih sama, saya kira di tempat lain kemungkinan juga terjadi hal demikian.  Untuk itu saya berharap tulisan ini dapat memberikan pencerahan utamanya kepada guru, kepala sekolah, dan pengawas yang sedang menghadapi implementasi kurikulum 2013.

Dalam kaitannya dengan perencanaan pembelajaran, saya memiliki pengalaman mengajar di Taminmin High School di Northern Territory Australia.  Perencanaan selalu dibuat di awal setiap Term (Triwulan) dan pada pertemuan hari pertama dibahas bersama peserta didik.  Bahkan ada hal-hal yang memerlukan kesepakatan baru dituliskan pada perencanaan saat itu juga.  Yang paling utama bahwa peserta didik wajib tahu tentang rasional, atau alasan mengapa pengetahuan dan keterampilan yang akan diajarkan perlu dikuasai.  Kemudian agenda kegiatan, termasuk tugas-tugas individu dan kelompok yang harus diselesaikan beserta jadwal pelaksanaannya harus diketahui.  Bahkan ada kegiatan yang memerlukan persetujuan peserta didik seperti excursion atau belajar di luar kelas/sekolah.  Sehingga peserta didik memang benar-benar terlibat dalam membuat perencanaan pembelajaran.  Terlebih lagi, peserta didik juga harus tahu bagaimana guru akan menetapkan keberhasilan mereka.  Oleh karena itu nilai akhir di raport bukanlah pemberian guru akan tetapi merupakan hasil pencapaian kompetensi.

Lembar kerja, rekaman video, media interaktif serta perangkat lainnya disiapkan dari awal.  Selanjutnya, di setiap hari pertemuan dilakukan refleksi; “Where are we now”, sudah sampai di mana kita hari ini.  Sehingga perencanaan untuk hari berikutnya dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya.

Untuk implementasi kurikulum 2013, seharusnya memungkinkan untuk diakukan semacam itu walaupun tidak sama persis.  Kurikulum baru adalah pemantapan terhadap kurikulum sebelumnya yaitu Kurikuum Berbasis Kompetensi (KBK) dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).  Basis kompetensi berarti peserta didik belum selesai belajar jika kompetensi yang diharapkan belum dicapai.  Untuk itu peserta didik harus menyadari dan berusaha secara aktif untuk mencapainya, sedangkan guru bertanggung jawab untuk memfasilitasi hingga semua peserta didik berhasil.  Tingkat satuan pendidikan mengandung arti pemberian otonomi kepada sekolah dan di tingkat kelas otonomi kepada guru.  Oleh karena itu dalam merencanakan pembelajaran mestinya guru diberikan kewenangan dan keleluasaan untuk menyesuaikan buku beserta panduan yang sudah ada dengan kondisi peserta didiknya.   Perencanaan dibuat yang benar-benar implementatif tidak sekadar mengutip yang sudah ada.  Apalagi jika harus melampirkan lembar kerja siswa termasuk gambar-gambar dan charta seperti yang ditunjukkan oleh guru di atas.  Saya ingin mengajak bahwa kini saatnya memberdayakan guru bukannya memperdaya guru.

Mewajibkan guru melakukan sesuatu tanpa memberi peluang untuk mengembangkan diri sama dengan meperlakukan mereka sebagai robot pekerja bukannya profesional.  Perlakuan ini akan berdampak kepada peserta didiknya.  Salah satu contoh yang saya temukan adalah keluhan orang tua yang anaknya diminta guru membawa sebatang besi beton dengan ukuran yang ditetapkan; panjang 50 cm dan spiritus.  Bisa dibayangkan apa yang terjadi jika si anak tidak mau pergi ke sekolah jika tidak membawa benda-benda tersebut.  Padahal ketika ditanya anakpun tidak tahu untuk apa persiapan itu.  Lagi-lagi sampai di sekolah, percobaan tidak jadi dilaksanakan karena dianggap berbahaya.

Kisah di atas merupakan salah satu potret pendidikan kita yang membuat perasaan miris.  Kita patut mempertanyakan “Menu istimewa” yang dijanjikan bapak menteri untuk para peserta didik dengan diimplementasikannya kurikulum baru.  Perubahan kurikulum tanpa diikuti oleh perubahan pola pikir terutama para pelaku utama pendidikan yaitu  guru, kepala sekolah, dan pengawas sekolah menu istimewa yang dijanjikan hanya akan berupa pepesan kosong.

“Those who cannot change their minds cannot change anything” (George Bernard Shaw).

Mereka yang tidak bisa mengubah pola pikir, tidak bisa mengubah apa-apa.

“The only way to make sense out of change is to plunge into it, move with it, and join the dance.” (Alan Watts)

Satu-satunya cara untuk membuat makna suatu perubahan adalah terjun ke dalam, bergerak bersamanya dan mengikuti tarian.  Akan tetapi tarian juga tidak akan bagus jika para penabuh gendang dan pemain musik lainnya tidak membunyikan secara hamonis karena belum menghayati lagu dan irama yang harus dilantunkan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun