Mohon tunggu...
Suyanto Suyanto
Suyanto Suyanto Mohon Tunggu... Human Resources - Guru, Widyaiswara, Anggota BAN-S/M

Ketua BAP-S/M Provinsi NTB.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ajaran tentang Sendi Kehidupan yang Diwariskan Ki Hajar Dewantara

2 Mei 2017   21:15 Diperbarui: 2 Mei 2017   21:39 1456
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

“NGANDEL, KENDEL, DAN BANDEL”

AJARAN TENTANG SENDI KEHIDUPAN YANG DIWARISKAN OLEH KI HAJAR DEWANTARA

Oleh     : Suyanto

              Ketua Badan Akreditasi Provinsi Sekolah/Madrasah (BAP-S/M)

              Provinsi Nusa Tenggara Barat

Hari Pendidikan Nasional yang diperingati setiap tanggal 2 Mei, adalah salah satu bentuk penghormatan bangsa Indonesia kepada seorang pahlawan nasional Ki Hajar Dewantara, yang sebelumnya dikenal dengan nama Raden Mas Suwardi Suryaningrat, lahir di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889.  Ki Hajar Dewantara adalah aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia,  dan dikenal sebagai pelopor pendidikan bagi kaum pribumi pada jaman penjajahan Belanda. Ia adalah pendiri Perguruan Taman Siswa, suatu lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan bagi putra putri untuk bisa memperoleh hak pendidikan seperti halnya para priyayi dan orang-orang Belanda.  Sekolah yang beliau dirikan pada tanggal 3 Juli1922 dikenal dengan nama Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa atau Perguruan Nasional Tamansiswa.

Semboyan dalam sistem pendidikan yang beliau cetuskan sangat populer.  Secara utuh, semboyan itu dalam bahasa Jawa berbunyi ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani. ("di depan memberi contoh, di tengah memberi semangat, di belakang memberi dorongan"). Semboyan ini masih tetap melekat di dunia pendidikan di Indonesia, dan bahkan kata Tutwuri Handayani terukir pada logo Kementerian Pendidikan Nasional.  Semboyan tersebut sudah banyak dikupas, dan kali ini penulis ingin membahas salah satu “Sendi Kehidupan” yang menurut KI Hajar Dewantara perlu ditanamkan di setiap jiwa insan Indonesia yaitu Ngandel, Kendel, dan Bandel.

Ngandel mengandung makna percaya dan patuh, atau dengan kata lain patuh yang didasari oleh rasa percaya.   Percaya dan patuh adalah dua entitas yang berbeda; bisa saja seseorang percaya terhadap sesuatu akan tetapi tidak mematuhinya atau sebaliknya patuh untuk melaksanakan sesuatu akan tetapi sebenarnya ia tidak percaya.  Kata ngandel adalah perpaduan antara makna dua kata tersebut.  Yang menjadi persoalan adalah apa yang harus dipercaya dan dipatuhi.  Pertama, adalah teori yang merupakan pandangan sistematis mengenai fenomena berkenaan dengan hubungan antar hal, dengan maksud menjelaskan fenomena alamiah.  Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), teori didefinisikan sebagai pendapat yang didasarkan pada penelitian dan penemuan, didukung oleh data dan argumentasi.

Sebagai contoh teori fisika mengatakan bahwa sifat air adalah mengalir dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah.  Ketidak”ngandelan” terhadap teori ini dapat mengakibatkan persoalan yang cukup serius seperti genangan air yang tidak kita kehendaki atau bahkan banjir yang terjadi di beberapa tempat saat musim penghujan tiba.  Demikian pula di dalam pengelolaan pendidikan dan pengajaran, sudah seharusnya tambatan kita adalah teori psikologi, teori pembelajaran, dan teori-teori lain yang berkenaan dengan pendidikan. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara, (UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional) .

Ke dua, adalah regulasi atau peraturan; dibuat dengan tujuan untuk mengatur sehingga terjadi keteraturan.  Untuk bisa mencapai tujuan; yakni keteraturan tersebut, tentu peraturan harus dipatuhi.  Mungkin orang percaya jika peraturan lalu lintas dibuat agar para pengguna jalan raya tertib.  Akan tetapi banyak pula yang tidak mau mematuhinya.  Demikian pula di bidang pendidikan, telah ada undang-undang tentang sistem pendidikan nasional yang diikuti oleh peraturan pemerintah dan peraturan menteri.  Semuanya diturunkan agar terjadi keteraturan karena menggunakan acuan yang sama di seluruh wilayah negara kesatuan Republik Indonesia.

Delapan (8) Standar Nasional Pendidikan yang ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah(PP) Nomor 19, tahun 2005 kemudian dilakukan perubahan melalui PP nomor 32 tahun 2013, dan diikuti oleh perubahan ke dua (2) melalui PP nomor 13 tahun 2015 mengatur tentang kriteria minimal yang harus dipenuhi oleh satuan/program pendidikan.  Kegiatan evaluasi diri, akreditasi, dan audit mutu semuanya mengacu pada delapan (8) standar ini.  Jika kita ingin meningkatkan mutu pendidikan secara berkelanjutan, para pendidik dan tenaga kependidikan, pemangku kepentingan dan pengambil kebijakan wajib percaya dan mematuhi semua peraturan yang mengacu pada Standar Nasional Pendidikan tersebut.  Kenyataan bahwa hanya terdapat 86,3% (data BAP-S/M NTB, 2015 ) satuan/program pendidikan yang nilai/peringkat akreditasinya naik, menunjukkan bahwa masih terdapat sebagian dari kita yang tidak “ngandel” terhadap peraturan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun