Sedang hangat-hangatnya pembahasan Penetapan Tersangka Menteri ESDM "Jro Wacik" oleh KPK dikalangan media sosial, netizen dan media massa. Ibarat nada sumbang dan kami menganggap biasa hal yang sudah lumrah terjadi di Indonesia. Mengingat tulisan kami beberapa bulan lalu terkait tentang arisan KPK yang ibaratnya dibayar per hari, minggu dan bulan kemudian dilakukan kocokan untuk keluar sebagai pemegang atau penerima hak lebih dahulu atas tabungan bersama para pesertanya. Miris memang melihat bangsa yang amburadul, negara yang "katanya" gemah ripah loh jinawi tetapi mental para pemegang amanah seakan mengahancurkan slogan gemah ripah lohjinawi itu sendiri.
KPK menetapkan Menetapkan Jro sebagai tersangka setelah dilakukan proses panjang oleh KPK hingga ditemukan sejumlah bukti yang mengindikasikan Jro menerima 9,9M dalam kasus SKK migas. Para netizen pun ramai-ramai beropini bahwa kasus Jro ini merupakan pintu awal bagi KPK setelah tertangkapnya Rudi Rubiandini terkait kasus yang "diduga" sama dan awal bagi terbongkarnya mafia migas yang "katanya" sudah lama bercengkrama melalui jaringan yang kuat di birokrat Negara ini. Sebagai masyarakat biasa kami hanya bisa melihat terlepas dari persoalan politik atau apa, bahwa kejahatan korupsi adalah kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang yang terdidik, bermental leader, memiliki jiwa kepemimpinan tapi tanpa rasa Nasionalisme sedikitpun yang biasa disebut "White Collar Crime".
Lemas rasanya bila melihat tiada henti-hentinya para pemegang amanah, pemenang dan calon pemenang arisan KPK ini dilucuti satu persatu. (baca ditangkap dan mengundurkan diri dari jabatan). Kami rakyat biasa hanya terperangah. Namun banyak yang disayangkan, ternyata uang yang diambil, dikutit, dan dikorupsi oleh pejabat negara sekelas menteri, diandai-andaikan oleh netizen kalau seumpama uang itu digunakan untuk biaya berobat saudara kami, bersekolah anak-anak kami bahkan dibuat untuk memajukan industri kecil dan menengah apa ya berkah? Hehe.
Ada satu hal yang perlu digarisbawahi yang penulis sampai sekarang bertanya-tanya mengapa, why why setiap kasus korupsi pasti dibarengi, dipagari aka dilindungi ditamengi ditutup-tutupi disembunyikan dan dialihkan dengan kasus Terorisme dan kasus skandal seks? Kebetulan atau memang by design?
Saya lagi capek karena kelelahan dalam perjalanan semalam dari luar kota. Semoga penulis bisa menemukan jawaban yang masuk akal dan dapat diterima oleh hati penulis.
Salam perjuangan rakyat jelata. Singaraja, 4 September 2014.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H