Cuaca pagi ini di desa Mawang tampak bersahabat, Udara yang sejuk dan panorama alam desa Mawang yang begitu indah kian membuat suasana senantiasa terasa Damai.
Namun hari ini, Rabu 8 September 2010 ada yang berbeda, Nampak dari jauh masyarakat di desa Mawang berbondong-bondong menuju lapangan untuk melaksanakan shalat Idul Fitri, disaat ummat muslim di seluruh Dunia masih melaksanakan Ibadah Puasa Ramadhan.
Mengenal Jamaah An Nasir Lebih Dekat
Pada awalnya, jamaah An Nasir dibawa oleh seorang syekh asal Malaysia bernama Syamsuri Majid pada 1998 di Desa Mawang. Syekh itu kemudian menyebarkannya ke sejumlah daerah lain di Indonesia. Mulai Bogor, Medan, hingga Batam. Tapi, yang paling banyak pengikutnya adalah di Desa Mawang, Kecamatan Bontomarannu, GOWA.
Memasuki perkampungan Jamaah An Nasir, maka kita akan menyaksikan deretan rumah-rumah penduduk yang tersusun rapi. kompleks permukiman jamaah mungkin mengadopsi konsep “kota mandiri”. sebab Semua fasilitas perumahan disediakan di tempat itu. Mulai pasar, bengkel, sawah, perumahan, kebun, tambak, hingga tempat pengolahan sampah menjadi pupuk. Semua didirikan di tanah jamaah.
Rumah-rumah anggota jamaah cukup identik satu sama lain. Mereka tak banyak menggunakan semen. Kalaupun menggunakan semen, itu hanya untuk fondasi dan lantai masjid. Semua dinding rumah para jamaah terbuat dari kayu. Atapnya dibuat dari anyaman daun nipah kering.
Menurut salah seorang Jamaah An Nasir, hal tersebut memiliki alasan, bahwa : “Rasulullah SAW dulu saat menyebarkan agama Islam, rumahnya terbuat dari pelepah kurma. Karena tidak ada kurma, jadi ya kami pakai daun nipah,” .
Dia mengklaim, semua yang dilakukan jamaah An Nasir berdasar tuntunan Nabi Muhammad SAW. Rambut dicat pirang, misalnya. Itu, karena Rasullah suka mengecat rambutnya. Biasanya warna merah, kuning, dan cokelat. “Pokoknya jangan warna hitam. Itu tidak boleh,” tegas lelaki yang rambut, jenggot, cambang, hingga kumisnya dicat pirang itu, kecuali alis. Tentu saja, kesahihan pendapat tersebut masih perlu diklarifikasi lagi.
Untuk menentukan kapan awal puasa dan Lebaran, jamaah An Nasir memiliki metode sendiri. Umumnya, organisasi Islam atau pemerintah Indonesia hanya menggunakan dua metode . “Kalau tidak hisab (dengan metode perhitungan), biasanya dengan rukyat (melihat bulan),” Namun, jamaah An Nasir punya metode ketiga. Yakni, melihat fenomena alam. “Fenomena alam itu banyak. Di antaranya, kilat, angin, dan pasang surut air laut,”.
Kilat, misalnya.Menurut mereka, kilat biasanya akan muncul pada awal bulan. Begitu pula angin. Biasanya, tiap pagi-pagi sekali angin selatan akan berembus. Itu berarti bulan sudah berganti. “Bisa juga dilihat dari puncak pasang atau surut air laut. Sebab, tekanan bulan sedang tinggi-tingginya. Setelah itu, baru tekanan melonggar.dan menurut mereka Itu adalah tanda pergantian bulan,”.
Untuk melihat kondisi pasang surut air laut, ada anggota jamaah yang ditugaskan. Biasanya, mereka adalah anggota yang bekerja sebagai nelayan. “Jadi, sekalian mereka cari ikan, juga melihat permukaan air laut,”.
Oleh Karena itu, jamaah An Nasir tidak akan terpengaruh oleh perhitungan bulan Hijriah model apa pun. Sebab, mereka sudah punya perhitungan sendiri. “Bahkan, meski berbeda dari Arab Saudi pun, mereka tidak masalah. Karena bagi mereka, hal tersebut sudah jelas dasarnya.
Makna kata An Nasir
An Nasir, berarti pengingat. Jamaah mereka berfungsi sebagai pengingat penganut agama Islam lainnya. Yakni, mengingatkan terhadap kematian dan dunia akhirat. “Kami mengingatkan sesama muslim lainnya. Mengingatkan berarti orang itu sudah tahu, tapi lupa karena berbagai hal,” kata salah seorang Jamaah An Nasir.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H