A. Menurut Tambo Alam Minangkabau
Pada zaman dahulu kala orang Minangkabau dipimpin oleh dua orang Datuak. Kedua datuak itu sangat arif dan bijaksana, namanya adalah Datuak Katamangguangan dan Datuak Parpatiah Nan Sabatang.
Suatu hari tanpa disangka-sangka berlabuhlah sebuah perahu besar. Kabarnya perahu itu datang dari tanah seberang. Muatan perahu penuh dengan bala tentara yang dipimpin oleh seorang raja. Selain itu, mereka juga membawa seekor kerbau besar.
Berita kedatangan raja dari seberang itu segera sampai kepada kedua Datuak tadi. Datuak Parpatiah Nan sabatang dan Datuak Katamangguangan bersiap-siap menanti kedatangan tamu itu.
Tamu tamu yang datang mereka layani dengan ramah-ramah (muluik manih, kucindan murah). Sesaat kemudian pimpinan itu menyampaikan maksud kedatanganya "Kami ingin mengadakan pertaruhan adu kerbau," kata pimpinan tamu itu. "Kalau kerbau kami kalah, ambillah isi perahu ini. Sebaliknya kalau kerbau kami yang menang, maka daerah ini akan kami kuasai," tambah pimpinan tamu itu lagi.
Tantangan itu dibalas dengan senyum oleh kedua datuk tersebut. Setelah saling memberi isyarat, kedua datuk itu menjawab, "Pertaruhan kami terima." "Kapan waktunya?" Tanya tamu itu lagi. "Untuk menentukan waktu yang tepat nanti kami sampaikan," jawab Datuak Katumangguangan sambil berlalu.
Esok harinya bermufakatlah datuk-datuk dan rakyat di Medan Nan Bapaneh. Tawaran tamu yang datang dibahas bersama-sama. Setelah mendengar berbagai pendapat, diperoleh kesepakatan seperti ungkapan kata pusaka di bawah ini:
Alah saciok bak ayam, sandiang bak basi
Bulek aia dek pembuluh, bulek kato dek mufakat
Kok picak lah buliah di layangkan
Kok bulek lah buliah di guluahan