Mohon tunggu...
suwanda suwanda
suwanda suwanda Mohon Tunggu... -

Suwanda, Lahir di Metro 5 Juni 1988

Selanjutnya

Tutup

Dongeng Pilihan

Cerita Anak

18 November 2014   22:44 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:28 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Momo, SiAnak Kerbau Yang Sombong”

Oleh SUWANDA

Terbit di Lampost, Edisi Minggu 30 Oktober 2011

Suatu hari anak kerbau yang bernama Momo berjalan-jalan di sekitaran padang rumput yang berada di pinggir sungai. Dari kejauhan sang Ibu memanggil-manggil agar si Momo tidak terlalu dekat dengan bibir sungai. Sebab sungai itu terkenal dengan arusnya yang deras. Beberapa kali sekawanan kambing yang menyebrang sungai itu hampir hanyut karena derasnya sungai itu.

“Nak, jangan bermain terlalu dekat dengan bibir sungai itu. Nanti kamu terjatuh. Arusnya cukup deras. Bisa-bisa kamu nanti hanyut.” Teriak ibu Momo dari kejauhan.

Si Momo segera berlari menghampiri rombongannya. Ia berjingkat-jingkat kegirangan. Melompat-lombat dengan riangnya.

“Bu, aku tidak takut dengan air. Aku ingin mandi di sungai itu. Ucap si Momo dengan sombongnya.”

“Nak, jangan begitu. Meskipun kita adalah makhluk yang tidak takut dengan air dan bisa berenang tetapi kita tetap harus berhati-hati. Apalagi Momo masih terlalu kecil dan kakimu belum cukup kuat untuk menapak dan bergerak melawan arus sungai yang deras. Nanti kalau kamu sudah besar baru boleh bermain-main di sungai itu, tetapi tetap harus berhati-hati dan mencari tempat yang tidak terlalu dalam.” Pesan ibu kepada si momo.

Suatu hari si Momo berjalan dengan congkaknya mendekati sekawanan kambing yang tengah memakan rerumputan yang tumbuh di bawah pohon akasia besar yang berdaun lebat. Salah satu dari kawanan kambing itu ada yang seumuran dengannya, namanya Kemik. Mereka dilahirkan pada waktu yang bersamaan. Namun si Momo tumbuh dengan cepat dan badannya gemuk. Sedangkan si Kemik bertubuh kurus, namun tetap lincah.

“Hei, Kemik. Sedang apa kalian? Kerjamu Cuma makan saja. Lihat tuh, ibu dan ayahku. Mereka giat bekerja. Membantu Pak Tani membajak sawah. Dan kotoran kami pun mereka gunakan sebagai pupuk yang dapat menyuburkan tanaman. Sedangkan kalian, bisanya cuma memakan padi yang mulai tumbuh dan merusak tanaman-tanaman pak tani. Dasar makhluk tak berguna.” Hardik si Momo pada kemik dan kawanannya. Si kemik yang mendengarkan ocehan si Momo hanya menggeleng-gelengkan kepala. Mereka diam saja, tak ada satupun yang menanggapi ocehan Momo.

“Hei, kalian ini tuli ya? Saya ajak berbicara tapi tidak ada yang menjawab?” Bentak momo. Kemik yang sedang beristirahat kemudian menghampiri Momo.

“Hei, Momo. Hentikan kesombonganmu itu. Tidak baik berbuat sepeti itu. Tuhan menciptakan makhluk itu dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kemik menasehati Momo karena ia merasa bahwa ia adalah sahabatnya sejak kecil.

Suatu hari yang panas. Momo dan ibunya berjalan menuju sungai. Mereka akan berendam di dalam sungai. Sungai itu sebenarnya tidak terlalu dalam, tetapi memiliki arus yang cukup deras. Jika tidak berhati-hati dapat terseret oleh arus yang deras itu.

Ketika menuju sungai mereka melewati Kemik dan rombongannya, ia tengah bercakap-cakap dengan ibunya.

“Bu, kenapa kerbau tidak takut dengan air ya. Sedangkan kita takut air.”

“Anakku sayang. Memang Tuhan itu Maha Adil. Kerbau memiliki kulit yang tebal dan dilapisi oleh lemak yang banyak.”

“Oh, begitu ya, Bu.” Ia pun kini mengerti.

“Hei, Kemik. Sedang apa kamu? Ayo kita bermain-main di sungai. Nanti kamu saya ajari cara berenang.” Cibir Momo kepada Kemik dan kawanannya.

“Saya tahu kenapa kamu diam saja. Karena kamu takut dengan air kan?”

“Haaa,” ejek Momo.

Biarkan saja dia berkata seperti itu. Suatu saat pasti nanti Momo akan sadar dengan kesombongannya itu, batin Kemik.

Momo dan rombongannya bersiap-siap masuk ke dalam sungai. Bimo, ayah Momo yang pertama kali memasuki sungai. Ia memastikan kalau sungai di sekitarannya tidak terlalau dalam dan deras, sehingga sungai itu aman untuk mereka.

“Ayo, sungai ini aman. Kalian turun perlahan-lahan, karena bibir sungai ini agak licin.” Satu persatu mereka memasuki sungai itu. Mereka senang bukan main, terlebih lagi si Momo. Ia berjalan mondar-mandir sesekali menyelam.

“Hati-hati, Nak. Jangan terlalu jauh nanti kamu terseret oleh arus sungai yang deras.” Pesan ibu kepada si Momo.

“Iya, Bu. Tenang saja. Momo kan tidak takut air dan pandai berenang.” Jawab Momo sekenannnya. Ia berjalan menuju daratan. Dari kejauhan ia memanggila-manggil si Kemik.

“Hei, Kemik. Ayo ke sini. Kita lomba berenang. Kalau kamu dapat mengalahkan aku maka aku akan bersedia menuruti apapun kemauanmu.” Teriak momo dari kejauhan. Kemik yang melihat hanya dapat menggeleng-gelengkan kepala.

Momo kembali masuk ke dalam sungai.

Akkhhh,,, Tiba-tiba si Momo terseret arus sungai yang deras. Ia tidak dapat mengendalikan diri. Sebenarnya sungai itu tidak terlalu dalam tetapi karena arusnya yang sangat deras akhirnya ia terseret-seret.

“Tolong-tolong.”

Kemik mendengar teriakan si Momo. Ia segera berlari disusul dengan rombongannya. Sesampai di sungai ia melihat si Momo yang tak berdaya terseret oleh arus sungai. Ia segera mencari akal. Di lihatnya di kejauhan ada sebatang pohon pisang yang cukup besar yang telah condong ke sungai. Ia segera mengajak yang lainnya untuk merobohkan pohon pisang itu. Sekuat tenanga mereka mendorong-dorong pohon pisang itu menggunakan kepalanya agar jatuh ke sungai. Pohon pisang itupun tumbang dan jatuh ke sungai, namun tidak hanyut terseret arus karena sebagian akarnya masih menempel di tanah. Momo, bertahanlah. Dekaplah batang pisang ini. Teriak Kemik.

Momo kemudian mendekat batang pisang itu. Lalau merekapun saling membantu membawa Momo untuk naik ke daratan.

Momo pun menyesal dengan sikap sombongnya selama ini. Ia berjanji tidak akan sombong lagi dan menaati nasehat orang tua. Selepas Momo dan Kemik menjadi sahabat yang saling membantu. Bahkan, dimana ada Momo maka di situ pun ada Kemik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun