Mohon tunggu...
Sutriyono
Sutriyono Mohon Tunggu... Polisi - Mahasiswa Pasca UNSURI 2022

saya merupakan mahasiswa S2 Hukum UNSURI Surabaya, saya hobi menulis, bermain badminton dan menembak.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pengertian, Dasar Hukum, dan Syarat Permohonan Kepailitan

25 November 2023   22:02 Diperbarui: 25 November 2023   22:15 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pengertian Asas Hukum Kepailitan

Dalam bahasa Perancis, istilah "faillite" artinya pemogokan atau kemacetan dalam melakukan pembayaran. Sedangkan dalam istilah bahasa Inggris dikenal istilah "bankrupt" (pailit) dan bankruptcy (kepailitan)  dan dalam bahasa latin dipergunakan istilah "fallire". Dalam bahasa Belanda digunakan istilah "failliet". Sedangkan dalam hukum Anglo America, undang-undang pada hukum ini dinamakan dengan Bankcruptcy Act. Secara tata bahasa kepailitan berarti segala hal yang berhubungan dengan pailit. Dalam kamus hukum pailit berarti suatu keadaan dimana seorang debitur tidak mampu membayar utangutangnya. Berhubung pernyataan pailit terhadap debitur itu harus melalui proses pengadilan melalui fase-fase pemeriksaan, maka segala sesuatu yang menyangkut tentang peristiwa pailit itu disebut kepailitan. 

Menurut Memorie Van Toelichting (Penjelasan Umum) menyatakan kepailitan adalah suatu pensitaan berdasarkan hukum atas seluruh harta kekayaan si berutang guna kepentingan bersama para pihak yang mengutangkan. Menurut Subekti, kepailitan merupakan suatu usaha bersama untuk mendapatkan pembayaran bagi semua orang yang berpiutang secara adil. Selanjutnya Retnowulan menyebutkan kepailitan adalah eksekusi massal yang ditetapkan melalui keputusan hakim, dimana keberlakuan secara serta merta melalui penyitaan umum atas semua harta dimiliki oleh debitur sebagaimana diatur dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU harus dinyatakan pailit. Adapun harta yang harus dinyatakan pailit terbagi atas harta waktu pernyataan pailit dan diperoleh selama kepailitan berlangsung, untuk kepentingan semua kreditor, yang dilakukan dengan pengawasan pihak yang berwajib.

Menurut Henry Campbell Black's Law Dictionary yang dikutip dari Munir Fuady, arti yang orisinil dari bangkrut atau pailit adalah seorang pedagang yang bersembunyi atau melakukan tindakan tertentu yang cenderung untuk mengelabui pihak kreditornya.82 Black's Law Dictionary memberikan pengertian pailit yaitu dihubungkan dengan ketidakmampuan untuk membayar dari seseorang (debitur) atas utang-utangnya telah jatuh waktu untuk dilakukan pembayaran. Adanya Ketidakmampuan membayar dibuktikan melalui tindakan nyata dengan cara mengajukan permohonan ketidakmampuan tersebut. Permohonan ini sebagaimana diatur oleh undang-undang diajukan oleh debitur sendiri, maupun atas permintaan pihak ketiga (di luar debitur), suatu permohonan pernyataan pailit ke pengadilan.83 Selanjutnya, Fred B.G Tumbuan memberikan pengertian kepailitan yaitu sitaan umum yang mencakup seluruh harta debitur untuk kepentingan semua kreditornya.

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU menyatakan bahwa, "Kepailitan adalah sitaan umum atas semua harta kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawasan sebagaimana diatur undang-undang ini." Berdasarkan pengertian kepailitan menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, Imran Nating menjelaskan kepailitan merupakan suatu proses dimana seorang debitur yang mempunyai kesulitan keuangan untuk membayar utangnya dinyatakan pailit sebagaimana ditetapkan oleh putusan pengadilan. Pengadilan yang mempunyai wewenang untuk menjatuhkan putusan pernyataan pailit terhadap debitur sebagaimana diatur dalam undang-undang adalah Pengadilan Niaga. Adapun yang mendasari Pengadilan Niaga menjatuhkan putusan pernyataan pailit terhadap debitur yaitu ketidakmampuan debitur dalam melunasi utang-utang terhadap kreditor-kreditornya.

Dasar Hukum Kepailitan

Dasar hukum kepailitan di Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang beserta peraturan pelaksanaannya. Undang-undang tersebut diatur tentang syarat-syarat dan putusan pailit, tata cara permohonan kepailitan, tata cara pelaksanaan kepailitan, tata cara penyelesaian kewajiban oleh kurator, tata cara pembatalan perbuatan hukum oleh debitor, serta tata cara pelaporannya kepada pengadilan. Selain itu, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 juga menetapkan peran pengadilan sebagai lembaga yang berwenang memutuskan suatu permohonan kepailitan dan menunjuk seorang kurator yang bertanggung jawab untuk mengurus dan menyelesaikan harta debitor pailit serta membagikan hasil penyelesaian kepada krediturnya. Semua proses kepailitan dilakukan melalui pengadilan dan diawasi oleh Pengawas Pengadilan yang merupakan lembaga administrasi di bawah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Syarat-Syarat Permohonan Pernyataan Pailit

Apabila seseorang atau badan hukum bermaksud mengajukan permohonan pernyataan pailit di Pengadilan Niaga, maka harus dipenuhi terlebih dahulu syarat-syarat dari kepailitan itu sendiri. Untuk dapat dinyatakan pailit, seorang debitur harus memenuhi syarat--syarat sebagai berikut: 

  • Keadaan berhenti membayar, yakni apabila seorang debitur sudah tidak mampu atau tidak mau membayar utang--utangnya (Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Kepailitan).
  • Harus ada lebih dari seorang kreditor, dimana salah seorang dari mereka itu piutangnya telah jatuh tempo dan dapat ditagih (Pasal 6 ayat 5 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998). 
  • Atas permohonannya sendiri maupun atas permintaan seorang atau lebih kreditornya. Tentang syarat untuk pailit dalam Undang-Undang Kepailitan Nomor 4 Tahun 1998 diatur dalam Pasal 1 dan dalam Undang-Undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004 diatur dalam Pasal 2 ayat 1, pada prinsipnya keduanya mengatur hal yang sama, hanya berbeda penempatan pasal saja.

Berdasarkan ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, dapat ditarik kesimpulan bahwa syarat-syarat yuridis agar suatu perusahaan dapat dinyatakan pailit adalah sebagai berikut:

  • Adanya utang.
  • Minimal suatu dari utang sudah jatuh tempo. 
  • Minimal satu dari utang dapat di tagih. 
  • Adanya debitur. 
  • Adanya kreditor. 
  • Kreditor lebih dari satu. 
  • Pernyatan pailit dilakukan oleh pengadilan khusus yang disebut dengan "Pengadilan Niaga".

Sesuai dengan ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, menyatakan bahwa pihak yang dapat mengajukan permohonan pailit adalah sebagai berikut: 

  • Debitur sendiri (Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004). 
  • Seorang kreditor atau lebih (Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004).
  • Kejaksaan (Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 116 jo Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004). 
  • Bank Indonesia (Pasal 2 ayat 3 Undang-Undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004). 
  • Badan Pengawas Pengawas Pasar Modal (Pasal 2 ayat 4 Undang-Undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004). 
  • Menteri Keuangan (Pasal 2 ayat 5 Undang-Undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun