Mohon tunggu...
Sutrisno
Sutrisno Mohon Tunggu... Guru - Guru SMP Negeri 21 Pontianak

Hobi menulis, meneliti, jalan-jalan, fishing

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Atasi Siswa Ribut dengan Model Pembelajaran Team Game Turnament (TGT)

29 Januari 2023   19:05 Diperbarui: 29 Januari 2023   19:07 939
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Manusia pada hakikatnya terlahir untuk belajar (memahami segala sesuatu) berdasarkan proses yang diterimanya sebagai respon untuk menyelesaikan persoalan dalam menjalani kehidupan. Manusia sebagai insan pembelajar tidak mengenal batas waktu, oleh karena itu belajar adalah prinsip memahami persoalan dalam kehidupan sepanjang waktu, sejak di alam kandungan hingga akhir hayat. Belajar sebagai upaya untuk menjalani proses kehidupan dengan segala persoalan yang dihadapinya. Dengan belajar manusia bisa bertahan hidup dan dapat hidup dengan selayaknya.

Skinner dalam (Ahdar Djamaluddin: 2019) menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses adaptasi atau menyesuaikan diri terhadap segala perubahan yang terjadi agar dapat mempertahankan diri dari kehidupan yang ada. Thursan Hakim dalam (Ahdar jamaludin : 2019) juga berpendapat bahwa belajar adalah proses perubahan dalam diri dan kepribadian manusia yang ditunjukkan dengan peningkatan kulitas dan kuantitas kemampuan yang dimiliknya. Mengacu dua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar adalah sebuah proses dalam rangka meningkatkan kualitas dan kuantitas segala kemampuan yang dimiliki oleh manusia. Tentunya jika kita ingin meningkatkan kualitas dan kemampuan pada diri kita maka dapat ditempuh dengan cara belajar sebagai upaya untuk beradaptasi dan menyesuaikan dengan kondisi dan situasi yang ada.

Guru sebagai insan pendidik selayaknya mengantarkan dan menjembatani peserta didik dalam rangka menuju kehidupan yang diinginkan. Peserta didik sebagai insan yang penuh harapan agar dapat mencapai keinginan atau cita-citanya menyongsong kehidupannya nanti. Peserta didik ibarat kertas putih yang masih kosong tentunya akan merekam dan memberikan warna tersendiri baik kepribadian, cara berpikir, berperilaku, menyelesaikan persoalan yang dihadapinya dengan kemampuan yang dimiliki. oleh karena itu tidak mudah menjadikan seorang peserta didik seperti yang diinginkan oleh peserta didik.

Karakter dasar individu yang berbeda-beda, latar belakang keluarga, kehidupan ekonomi, dan pola pengasuhan orang tua akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan peserta didik. Oleh karenanya tak jarang para pendidik mengeluh akan macam-macam karakter yang ditunjukkan oleh peserta didiknya, ada yang pemalu, ada yang pemberani, ada yang pendiam, ada yang agresif, ada yang sopan bahkan sebaliknya. Bahkan dalam pembelajaranpun ada yang memperhatikan guru, ada yang mengantuk, ada yang jahil, ada yang ribut dan macam-macam perilaku yang ditunjukkan. Tentu tugas guru sebagai pendidik adalah bagaimana mengenali karakter dasar dari peserta didiknya sebagai bahan pertimbangan untuk mengajar kepada peserta didiknya nanti sehingga proses pembelajaran dapat berjalan sesuai tujuan pembelajaran.

Kecenderungan guru tidak mau direpotkan dengan berbagai macam model pembelajaran yang dianggap rumit, prosedural, menyita waktu, tenaga, dan pikiran. Guru merasa nyaman dan praktis dengan pola pembelajaran konvensional, alasan yang mendasari mulai dari kurangnya fasilitas, sarana, media, hambatan geografis, dan kendala jaringan komunikasi sering dijadikan alasan untuk tidak mengembangkan dan mencoba model-model pembelajaran yang ada. Padahal semua persoalan di atas dapat diatasi, jika guru mau sedikit saja berpikir untuk mengatasi hambatan tersebut. Banyak juga guru-guru di daerah khusus atau tertinggal tapi mereka mampu menghadirkan pembelajaran yang kreatif dan inovatif. Sebaliknya terdapat juga guru-guru di perkotaan yang ternyata pola dan model pembelajarannya masih konvensional dan tertinggal jika dibandingkan dengan guru-guru dari daerah khusus.

Bertolak dari berbagai persoalan di atas, salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas adalah dengan menerapkan model pembelajaran Team Game Turnament (TGT). Menurut Saco dalam (Nurdiansyah: 2016)Model pembelajaran Team Game Turnament (TGT) adalah model pembelajaran di mana peserta didik belajar dengan cara bermain dengan kelompoknya untuk mendapatkan skor atau nilai. Sementara itu Slavin dalam berpendapat bahwa model pembelajaran Team Game Turnament (TGT) adalah model pembelajaran yang terdiri dari serangkaian kegiatan mulai dari penyajian kelas, belajar dalam kelompok, permainan atau pertandingan, dan diakhiri dengan penghargaan kelompok.

Dari dua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Team Game Turnament (TGT) adalah model pembelajaran yang beranggotakan peserta didik dalam kelompok belajar yang berlatar-belakang perbedaan: jenis kelamin, kemampuan, kemauan, bakat, dan minat yang berbeda-beda yang terlibat dalam belajar dengan bermain untuk mendapatkan skor atau nilai. Adapun langkah-langkah atau sintak model pembelajaran Team Game Turnament (TGT) adalah sebagai berikut: (1) Penyajian kelas oleh guru, (2) Pembentukan kelompok, (3) Belajar dalam kelompok, (4) Permainan atau turnament, (5) Penghargaan kelompok pemenang.

Beberapa kelebihan model pembelajaran Team Game Turnament (TGT) antara lain: (1) memupuk interaksi dan kerja sama antara sesama anggota kelompok, (2) Mengedepankan penerimaan terhadap perbedaan individu, (3) Membuat proses pembelajaran menjadi lebih aktif dan menyenangkan, (4) Meningkatkan partisipasi siswa dalam belajar, (5) Melatih sportivitas dan kejujuran, (6) Membiasakan siswa bersosialisasi dengan orang lain.

Model pembelajaran Team Game Turnament (TGT) dapat diterapkan pada peserta didik dengan segala kondisi, terutama untuk mengatasi kelas-kelas yang ribut, gaduh, tidak fokus mengikuti pelajaran, mengantuk, ribut sendiri, dan lain-lain. Penerapan model pembelajaran Team Game Turnament (TGT) sudah diterapkan oleh beberapa peneliti, dan hasilnya dapat mengatasi permasalahan-permasalahan yang terkait dengan proses pembelajaran di kelas. Model pembelajaran Team Game Turnament (TGT) layak dicoba oleh para pendidik dan diterapkan pada semua mata pelajaran, serta dapat dikombinasikan dengan teknik atau media pembelajaran lainnya.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun