Wisata dan kuliiner adalah sesuatu yang tidak bisa dipisahkan. Hal ini menjadi perhatian pengelola dan pokdarwis Desa Wisata Surya Buana, Mranggen, Srumbung . Meskipun baru setahun berdiri, namun wisatawan yang berkunjung di Desa Wisata Surya Buana (Dewi Suba) terbilang ramai dibandingkan dengan desa wisata lain disekitarnya. Hampir semua wisatawan yang datang berkunjung selalu ingin menikmati sajian kuliner baik minuman maupun maupun makanan. Di Dewi Suba, pengunjung biasanya menikmati minuman berupa kopi, kelapa muda, teh, jahe dan aneka jus buah. Sedangkan kuliner berupa makanan tersedia mulai dari makanan ringan (snack) berupa makanan hasil pertanian seperti singkong, ketela rambat, pisang baik rebus mauoun goreng. Akhir-akhir ini minuman kopi sedang  diperkaya dengan variasi kopi klothok sedangkan jajanan sedang digagas serabi jawa sebagai icon jajanan tradisoional khas Dewi Suba. Kuliner yang disebutkan merupakan kuliner yang disajikan di lokasi desa wisata, termasuk menikmati hidangan makan pokok berbasis nasi, misalnya nasi tumpeng, sego megono, nasi kuning, sego wiwit, prasmanan lengkap dan lain sebagainya sesuai dengan permintaan atau kebutuhan pengunjung.Â
Namun selain makan ditempat, para wisatawan banyak yang mencari oleh-oleh makanan untuk dibawa pulang. Pada awalnya, pokdarwis pengelola Dewi Suba hanya mengarahkan ke pusat-pusat jajan ataua oleh-oleh wisata di jalan Magelang daerah Muntilan atau sekitar area wisata Borobudur dan Mendhut. Karena seringnya pengunjung Dewi Suba bertanya tentang kuliner khas yang bisa dibawa pulang, maka menjadi pemikiran pokdarwis untuk mulai mengembangkan makanan khas oleh-oleh. Dengan dukungan mahasiswa dan Dosen yang melakukan kegiatan pengabdian masyarakat di Desa Mranggen, maka digagaslah pengembangan makanan oleh-oleh dalam kemasan. Kerjasama dimulai dengan identifikasi pangan khas lokal yang prospek untuk dikembangkan, bahan baku melimpah, produksi mudah dan diminati pengunjung. Pilihan pertama jatuh pada olahan salak dan ketela, yang merupakan produk unggulan daerah Mranggen. Tahap selanjutnya adalah dilakukan pelatihan pengolahan produksi olahan pangan seperti manisan salak, dodol salak, bronies salak, gethuk, donat ketela dan brownis ketela. Di akhir kegiatan digagas upaya pengembangan kemasan untuk masing-masing produk, dengan berbagai model kemasan yang sesuai. Menurut Yulianto Achmad, SH, MH bahwa untuk membuat kemasan diperlukan tahapan panjang dan persyaratan yang harus dipenuhi, misalnya pendaftaran ijin IRT, Ijin Depkes, Label Halal MUI dan kajian menetapkan tanggal kedaluarsa. Oleh karenanya tahapan ini masih memerlukan tindaklanjut dan pendampingan yang intensif.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H