[caption id="" align="aligncenter" width="780" caption="sumber: kompas.com"][/caption]
Hari pertama tahun 2014 ini masyarakat disuguhi berita penyergapan terduga teroris. Hampir semua media memberitakannya, tak terkecuali media luar negeri VOA dan BBC. Tak aneh, jika Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti-teror Kepolisian Republik Indonesia menjadi sentral perhatian masyarakt terkait aksinya dalam melumpuhkan kelompok terduga teroris yang bersembunyi di Tangerang Selatan, Banten. Betapa tidak? Dalam penyergapan yang diwarnai baku tembak sekitar 10 jam --Selasa (31/12/2013) malam hingga Rabu (1/1/2013) dini hari -- tersebut Densus 88 berhasil menewaskan enam orang dan menangkap seorang terduga teroris (Kompas.com).
Wow.. luar biasa "galaknya" aksi Densus 88 di awal tahun 2014 ini. Seandainya saja aksi penyergapan serupa juga diberlakukan pada saat melakukan penangkapan terhadap para terduga koruptor, wah… boleh jadi Indonesia akan segera “sehat” karena terbebas dari “penyakit korupsi”. Tapi apa mungkin Densus 88 berani menangkap para terduga koruptor? Seandainya saja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dizinkan melibatkan Densus 88 dalam menangkap para terduga koruptor, mungkin dapat membuat takut para calon koruptor lho… Karena itu, pantas untuk dipertimbangkan perlunya pelibatan Densus 88 dalam pemberatasan korupsi yang dilakukan KPK.
Korupsi Lebih Berbahaya dari Terorisme
Kenapa pelibatan Densus 88 dalam pemberantasan korupsi pantas dipertimbangkan? Karena, kejahatan korupsi bukan termasuk kejahatan biasa, tapi merupakan kejahatan luar biasa (extraordinary crime). Artinya, koruptor memang bukan penjahat biasa dan pantas diperlakukan sama dengan para teroris. Bahkan, dalam acara diskusi di Kementerian Hukum dan HAM Jakarta, Agustus 2013 lalu (Kompas.com), juru bicara KPK, Johan Budi SP, juga sudah menegaskan bahwa korupsi lebih berbahaya dibandingkan terorisme.
"Kalau teroris merusak satu titik, sementara korupsi menghancurkan tidak hanya satu generasi, tapi juga generasi-generasi berikutnya." ujar Johan seperti dilansir Kompas.com. Menurut Johan Budi, banyak negara yang hancur akibat korupsi. "Kerajaan Majapahit yang begitu besar di masa lalu juga hancur karena korupsi," tambah Johan.
Apakah pernyataan Johan Budi ini menjadi isyarat bahwa KPK punya kemungkinan akan meminta Kapolri agar memperbantukan Densus 88 dalam pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK? Sampai sejauh ini memang belum ada kasak-kusuk mengenai kemungkinan pelibatan Densus 88 dalam tugas KPK. Tapi yang jelas, pakar Hukum Universitas Indonesia, Gandjar Laksamana, pernah menegaskan bahwa kejahatan korupsi termasuk dalam kejahatan luar biasa. Menurut Gandjar Laksamana, jika kita melihat UU yang disahkan DPR, kasus korupsi perlu penanganan yang tidak biasa.
Nah, kalau kasus korupsi perlu penanganan yang tidak biasa, maka KPK pantas melakukan langkah-langkah yang luar biasa. Ayo, KPK cepat bertindak yang luar biasa agar tak ada keluhan tebang pilih dan keluhan lain yang menyudutkan KPK.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H