"Banyak yang bilang Yogya terbentuk oleh tiga hal : Masa Lalu, Kenangan dan Mantan... "
Pemberitaan soal Kulon Progo tiba-tiba menghentak ke permukaan publik. Proses pembangunan Bandara Kulon Progo yang dikenal secara resmi New Yogyakarta International Airport (NYIA), sontak menjadi perhatian masyarakat luas, timbul berbagai macam opini bahkan perdebatan itu merembet di sekitar komunitas kaum budayawan di Yogyakarta.Â
Terlepas dari persoalan penolakan 28 penduduk dan situasi emosional di lapangan, hendaknya apa yang terjadi di Kulon Progo itu diselesaikan dengan cara cara komunikatif. Penyelesaian dengan pendekatan gaya wong Jogja dengan menggunakan hati serta pemahaman pemahaman yang menyadarkan bahwa memang Bandara Internasional Yogyakarta adalah sebuah dialektika sejarah atas perkembangan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta itu sendiri.Â
Selain persoalan sosial, saya sendiri tertarik dengan perkembangan Kabupaten Kulon Progo setelah Bandara ini selesai. Â Terutama sekali aspek Branding Kulon Progo sebagai sebuah "kota Internasional", karena bila bandara ini berdiri dan berhasil ada arus lalu lintas 25 juta datang dan pergi maka tak pelak Kulon Progo sebagai sebuah Kabupaten akan menjadi Kabupaten terkaya di Indonesia, ini sama saja dengan Kabupaten Badung di Bali.Â
Setelah Bandara di bangun
Jogjakarta, bagaimanapun memiliki "keuntungan sejarah" sebagai sebuah 'kota pendidikan' dan punya aspek historis kuat dalam perkembangan politik nasional, aspek inilah yang kemudian menjadikan Yogya sebagai kota miniatur di Indonesia. Â Juga sebagai kota kebudayaan yang diakui dunia internasional, Kota Yogya memiliki even even MICE Â "Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition" (Indonesia: Pertemuan, Insentif, Konvensi, dan Pameran). Ke depan dunia pariwisata Indonesia tidak lagi diletakkan hanya pada "Pleasure"tapi pada MICE, bila "Pleasure"hanya pada weekend namun MICE bisa terjadi sepanjang hari.Â
Setelah bandara dibangun, MICE dipastikan berkembang hebat. Di masa Presiden Suharto dulu, MICE dipusatkan di Nusa Dua Bali. Dan ini menjadi pusat MICE paling berhasil di Indonesia. Â Dalam konteks Yogyakarta apakah MICE bisa terjadi di Kulon Progo, selain di dalam kota Yogyakarta?. Hal ini bisa saja terjadi bila para pemangku kepentingan di Yogyakarta, baik Pemda Pusat DIY maupun Pemkab Kulon Progo sudah meletakkan visi ini.Â
Biasanya dalam pembangunan bandara, ada yang namanya Airport City. Wilayah Airport City ini bisa diperluas lagi menjadi pertumbuhan hotel-hotel dan ruang pertemuan publik, di banyak negara biasanya Airport City adalah wilayah yang dulunya lingkungan minim hunian, kemudian berkembang menjadi "Kota Permulaan" biasanya dibangunlah lembaga lembaga pendidikan, wilayah jasa dan perdagangan. Agar teratur, wilayah Airport City harus sudah punya "strategi ke depan" yaitu bagaimana menciptakan situasi yang teratur, apalagi Airport City menunjang pembangunan wilayah inti yaitu : Bandara.Â
Dan Yogya sekali lagi memiliki keuntungan, sebagai "Kota Pelajar" tingkat lalu lintas bakalan lebih tinggi lagi. Apalagi bila strategi perkembangan Kulon Progo bekerjasama dengan lembaga-lembaga pendidikan ternama, memindahkan lokasi wilayah pendidikan di sekitar Kulon Progo, jelas ini akan merangsang pertumbuhan wilayah baru.Â
Strategi Branding Kulon Progo
Dalam konsepsi Branding sebuah kota dikenal awalnya adalah "Insepsi alam bawah sadar", seperti kita secara cepat mengindentifikasi New York sebagai "Big Apple", atau kota Amsterdam dengan identifikasi narasi "I AM STERDAM", kata kata itu merujuk bahwa tiap orang bisa merasa jatuh cinta dan memiliki kota Amsterdam. Kulon Progo sendiri sudah punya narasi branding "The Jewel of Java", ini akan menjadi menarik bila kemudian meletakkan arus lalu lintas di Bandara, perkembangan wilayah di sekitar bandara menerapkan strategi kebudayaan yang amat melekat di Yogyakarta.Â