Mohon tunggu...
Swastika
Swastika Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

hobi saya menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bullying Berdampak Psikosomatis

23 Juli 2024   10:22 Diperbarui: 23 Juli 2024   10:24 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada pertengahan tahun 2023, Masyarakat dikejutkan dengan sederet kasus bullying yang viral, mirisnya para pelaku perundungan tersebut masih usia remaja, bahkan ada salah satu kasus perundungan yang mangakibatkan kematian. Perilaku bullying di Indonesia sudah memasuki tahap memprihatinkan. Bahkan para peserta didik dalam berbagai tingkatan menganggap bahwa bullying yang dialami atau yang dilakukan sebagai tindakan yang wajar.

Seperti contoh kasus bullying yang di alami Nabila Fitri Nuraini (18) siswi SMK Cihanjuang, Jawa Barat. Bullying tersebut di duga dilakukan oleh teman sekelas Nabila, akibat dari perundungan tersebut, Nabila mengalami depresi, ia kerap mengamuk dan meluapkan emosinya saat berada di rumah. Sebelum meninggal dunia, Nabila sempat sakit selama 3 minggu.

Bullying dapat menimbulkan dampak negatif terhadap korban seperti  rasa rendah diri dan kecemasan, yang berujung pada gangguan psikosomatik seperti sakit perut atau sakit kepala. Selain itu, dapat juga muncul dampak kesulitan tidur, gangguan pola makan, risiko tinggi terhadap depresi, bahkan potensi peningkatan risiko bunuh diri. Semua dampak tersebut dapat menimbulkan efek luas yang dapat bertahan hingga dewasa dan mengganggu fungsi emosional, mental, psikologis, fisik, sosial, dan akademik.

 

Well, ngomongin soal depresi dan psikosomatis, disini kita akan mengupas tuntas mengenai gangguan psikosomatis, yang tentunya bakal memberikan insight kepada kamu.

Psikosomatis adalah kondisi di mana gejala penyakit fisik timbul atau diperparah oleh faktor psikis atau mental, seperti stres, depresi, takut, atau cemas. Istilah ini berasal dari dua kata, yaitu "pikiran" (psyche) dan "tubuh" (soma), yang menunjukkan bahwa kondisi mental dapat memengaruhi kesehatan fisik.

Kartini Kartono dalam bukunya yang berjudul psikologi abnormal mendefinisikan psikosomatis yaitu bentuk macam-macam penyakit fisik yang ditimbulakn oleh konflikkonflik psikis/psikologis dan kecemasan-kecemasan kronis. Dia juga mendefinisikan psikosomatis sebagai kegagalan sistem syaraf dan sistem fisik disebabkan oleh kecemasan-kecemasan, konflik-konflik psikis dan gangguan mental.

Bisa kita pahami bahwa istilah gangguan psikosomatis merupakan penyakit yang berasal dari faktor psikis dan kondisi mental, yang memberi dampak pada fisik. Seperti pada kasus Nabila, faktor mental berupa gangguan depresi.

           

https://id.wikihow.com/Melewati-Krisis-Paruh-Baya
https://id.wikihow.com/Melewati-Krisis-Paruh-Baya
Pada psikosomatis penyakit-penyakit fisik dan kegagalan sistem syaraf tadi terus berlangsung, walaupun tanpa ada stimulus atau perangsang khusus yang jelas ada kaitan antara tubuh dan jiwa, seperti pada perasaan/ emosi-emosi yang mempunyai latar belakang komponen mental dan komponen jasmaniah. Jadi, ada interdependensi (saling ketergantungan) diantara proses-proses mental dengan fungsi –fungsi somatic (jasmani,fisik). Dalam hal ini ada kegagalan pada sistem syaraf dan sistem fisik untuk menyalurkan peringan kecemasan dan gangguan mental.

Psikosomatis merupakan salah satu gangguan kesehatan atau penyakit yang ditandai oleh bermacam-macam keluhan fisik. gangguan psikosomatis ini sebenarnya justru disebabkan dan berkaitan erat dengan masalah psikis/psikososial. Alhasil, dapat terjadi gangguan fisik pada seluruh sistem di tubuh manusia, Seperti Menurut Mittal dan Walker (dalam Karkhanis & Winsler, 2016) terdapat empat gangguan gejala somatisasi ataupun psikosomatis yang umum dirasakan seperti:

  • Merasakan gejala nyeri pada kepala, perut, punggung, sendi, dada, rektum, dan nyeri saat menstruasi.
  • Merasakan gejala gastrointestinal atau gangguan pada sistem pencernaan seperti mual, kembung, muntah, atau diare
  • Gejala seksual seperti menstruasi yang tidak teratur, perdarahan menstruasi yang berlebihan.
  • Gejala pseudoneurologis atau yang berkaitan dengan neurologis seperti gangguan koordinasi atau keseimbangan, kelumpuhan atau kelemahan terlokalisasi, kesulitan menelan atau benjolan tenggorokan, retensi urin, halusinasi, kehilangan sensasi sentuhan atau nyeri, kebutaan, tuli, dan kejang. Gejala yang muncul beragam, bisa satu atau lebih.

Berdasarkan uraian di atas tentang gejala fisik psikosomatis maka dapat ditarik kesimpulan bahwa gejala fisik yang muncul umunya adanya rasa nyeri dan sakit di sekitar area tubuh, rasa tidak nyaman di sekitar area tubuh, gangguan keseimbangan, keluhan kuli, dan keluhan seputar seksual.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun