Wkl ketua DPRD kasus
Dengan adanya Kasus NTK/KTP ganda oleh Pratikno, wakil ketua DPRD, ketua Partai NasDem Jepara, poligami beristri-2, dugaan ijazah SLTP/SLTA dari Kejar Paket dikpora bidang PNF, maka patut prihatin atas hal ini, menunjukkan bahwa kualitas SDM dari pimpinan DPRD di Jepara alami kemerosotan.
Belum terlupakan skandal mantan Ketua DPRD Jepara, Yuli N. kader PDIP, yang diberitakan menghamili gadis dibawah 17thn  yang adalah  PRT (pembantu) di rumah Yuli N. sangat tidak etis dan tidak bermoral. kini kedapatan lagi kasus moral dan pelanggaran etika menerpa pimpinan DPRD Jepara.
Dari periode ke periode, diharapkan wali rakyat Jepara pinpinan dewan semakin baik mutu SDM nya, disisi lain bahwa kepercayaan publik terhadap Parpol semakin menurun, terindikasi dengan bertambahnya Golput. terutama kaum muda dan intelektual, serta warga Jepara lain. Ekses dari kasus-dprd Pratikno ini jadikan citra DPRD semakin terpuruk.
Suatu peringatan untuk NasDem agar dalam hal rekrutmen kader partai, seyogianya lebih selektip. Juga bagi KPU dan Panwaslu Jepara, agar kinerjanya ditingkatkan dalam hal seleksi Caleg dari Parpol. bagaimana akan ada Restorasi atau Perbaikan dan Pembaharuan, jika pendekatannya hanya kuantitatip dan materil saja, tanpa memboboti kualitas SDM nya? Dari perkara Pratikno ini bisa dijadikan parameter kader kader Nasdem lain di daerah? Bahwa Kader Nasdem di daerah hanya porto folio perolehan suara banyak, bukan berdasarkan saringan seleksi yang harus Unggul dan Layak, melainkan siapa saja yang bisa jaring atau bahkan mungkin beli suara pemilih sebanyaknya. Artinya bahwa rata rata konstituennya juga dari SDM rendah, labil, awam politik yang memilih bukan karena bobot mutu Figur yang kapabel, kredibel dan akuntabel. Umumnya hanya karena yang bisa dibeli suara pilihannya dengan 20 rb hingga 50 rb saja. Tanpa berpikir resiko nasibnya kurun 5 tahun karena menitipkan haknya ke wakil yang dipilihnya itu? Halmana di Jepara dari mayoritas pemilih memang SDM nya rata-rata seperti itu.
Dari segi Etika dan Moral, Pratikno yang adalah Unsur pimpinan dewan, dengan perbuatannya merubah identitas diri dan gandakan beberapa NIK dan KK untuk terdaftar di beberapa DPT dan TPS yang merupakan suatu perbuatan pidana dan pelanggaran UU Kependudukan, sangatlah tidak patut untuk menjadi Unsur Pimpinan Dewan, Halmana Badan Kehormatan Dewan harusnya menyikapi dan memberi sanksi kepada Pratikno.
Sementara itu, pembiaran dari Nasdem DPP dan DPW Jateng atas perbuatan Kadernya ini, tanpa menjatuhkan teguran maupun sanksi internal Partai, semakin menunjukkan bahwa Nasdem bukanlah Partai yang berkomitmen dan konsisten terhadap Visi-Misi dan slogan moto 'Restorasi, Pembaharuan" untuk Perbaikan Governance? Bagaimana mungkin bisa membersihakn birokrasi pemerintahan jika diri sendiri, tidak bersih? Â Apakah ini bukan mengelabuhi rakyat? khususnya konstituennya?
Di sisi lain, para pimpinan lain di DPRD Jepara, juga tidak bereaksi atas hal tsb, inipun perlu disikapi? apakah memang para wakil rakyat itu sudah terbiasa dengan 'Pelanggaran Etika, Moral dan Hukum'? kepekaan dan kepedulian terhadap kehormatan pimpinan maupun kepada lembaga sudah sangat rendah? Apakah pembenaran bahwa Politikus itu terbiasa menghalalkan segala cara(ilegal dan curang) demi kemenangan atau kursi di dewan? Jika itu sudah terpatri di mind-set dan jadi filosofi utama mereka para pimpinan dewan? bisa dibayangkan akan seperti apa para anggota dipimpin mereka ini? betulkah asas 'Homo homini Lupus" atau orang memangsa orang itu jadi realita di Dewan rakyat ? jika iya maka patutlah sebutan "The Sick man" disandang. yaitu 'Orang-Sakit'? Itu artinya warga Jepara dipimpin diwakili orang orang-sakit ?
Selain hal kesadaran Etika, moral dan Hukum, pimpinan dewan itu harus pula punya leadership, kemampuan- organisatoris, manajerial, keahlian atau kompetensi, administrasi dan anggaran, serta kriteria lainnya. tidak hanya politik-transaksional semata ataupun broker mediasi.
Sesama bangsa timur atau Asia, satu hal yang sangat kurang dimiliki bangsa ini ialah "budaya-malu terhadap kesalahan" adanya malah sikap ego, gengsi, bantahan, sangkalan dan bela diri walau bersalah. Jangankan akui kekeliruannya, sedangkan untuk terima kritikan saja amat sulit dan reaktip berlebihan, Lebih sangat sulit lagi untuk meminta maaf dan koreksi diri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H