Mohon tunggu...
Sutomo AhmadBaradja
Sutomo AhmadBaradja Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Psikologi Universitas Airlangga

Sekedar mengerjakan tugas

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Berpengaruhkah Kebijakan Pada Masa Pandemi Covid-19 terhadap Keterampilan Komunikasi Face-to-Face?

14 Juni 2022   11:34 Diperbarui: 14 Juni 2022   22:03 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Seperti yang telah kita ketahui pada tahun 2019 kemarin, sebuah wabah yang diketahui muncul pertama kali di Cina, tepatnya di Provinsi Hubei, Kota Wuhan, yang telah menggemparkan dunia, yaitu virus SARS-CoV-2 atau yang kerap kita sebut sebagai virus corona ataupun Covid-19. Penyebaran Covid-19 secara global sangatlah luas, sehingga semua negara terkena dampaknya, tidak terkecuali Indonesia. Virus Covid-19 mulai menyebar di Indonesia pada bulan Maret 2020. Selain mengubah tatanan kehidupan, pandemi ini juga berdampak pada segala sektor, seperti sosial, pariwisata, ekonomi, serta pendidikan. Dengan terdapatnya Covid-19 ini, mobilitas warga dibatasi guna menghindari penyebaran Covid-19. 

Pemerintah berupaya keras dalam menghadapi Covid-19 ini dengan menciptakan bermacam peraturan salah satunya pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Peraturan ini menjadikan warga Indonesia wajib diam di rumah guna menghindari penyebaran Covid-19 ini. Seperti yang terdapat dalam Surat Edaran (SE) yang dikeluarkan oleh pemerintah pada Maret 2020, yang mana seluruh kegiatan yang dilakukan di luar ruangan wajib ditunda. Seiring berjalannya waktu, pemerintah tentunya sudah menyiapkan beberapa langkah agar segala sektor dapat kembali seperti semula secara perlahan. Agar seluruh sektor dapat pulih, tentunya kita harus kembali pada aktivitas kita sebelum pandemi.

Penggunaan masker pada saat aktivitas sehari-hari sangatlah membantu dalam mencegah penyebaran Covid-19, apalagi ketika kita melakukan aktivitas diluar ruangan yang mengharuskan berinteraksi dengan banyak orang, karena masker dapat mencegah salah satu jalur utama penularan virus ini, yaitu melalui udara dan droplet. Penggunaan masker ini memang dapat mencegah penyebaran Covid-19, tetapi tentu saja akan berpengaruh terhadap keterampilan komunikasi face-to-face. Hal ini dapat dipastikan karena penggunaan masker yang menutupi sebagian wajah kita, yang dimana sebagian gestur dari wajah kita tidak akan nampak oleh lawan bicara. Sehingga lawan bicara kita akan mengalami kesulitan untuk menangkap pesan yang hendak kita sampaikan. 

Selain dari penggunaan masker saat berinteraksi, pemberlakuan social distancing juga berpengaruh terhadap keterampilan komunikasi face-to-face. Hal ini terjadi karena adanya jarak antara pembicara dan pendengar, dimana semakin jauh jarak antara mereka berdua, maka semakin sukar pula dalam melakukan komunikasi dan hal ini tentunya berdampak kepada mereka berdua. Serta pemberlakuan himbauan isolasi madiri yang membuat intensitas interaksi sosial setiap individu berkurang drastis. Melihat urgensi tersebut, tentunya akan sangat menarik jikalau kita dapat mengetahui bahwasanya kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah selama ini dapat mendegradasi keterampilan serta kognisi kita dalam hal komunikasi face-to-face yang kemudian akan berdampak kepada masyarakat luas.

Selain membutuhkan pendengar yang dapat memahami ucapan pembicara, percakapan secara langsung juga membutuhkan pendengar yang dapat mengikuti alur percakapan dengan pembicara, yang mana biasannya berlangsung dengan cepat dan terdapat beberapa jeda. Pembicara dapat menggunakan intonasi dan kontak mata agar konten yang disampaikan dapat diterima dengan lebih baik oleh pendengar. Selain itu untuk dapat membantu berlangsungnya percakapan secara langsung, pembicara juga dapat menggunakan bantuan visual, seperti penggunaan isyarat tangan selama berlangsungnya percakapan. Maka dari itu penggunaan isyarat secara verbal maupun nonverbal dapat membantu untuk mengoptimalisasikan sekaligus meningkatkan efektivitas percakapan secara langsung.

Penggunaan bahan masker juga sangat berpengaruh, pasalnya masker yang dapat digunakan untuk mencegah penyebaran Covid-19 cukup bervariasi. Khususnya bagi masker yang berstandar medis, secara efektif dapat mengurangi intensitas frekuensi suara pada saat percakapan berlangsung. Masker medis yang dijadikan standar pun akhirnya dapat dijangkau oleh masyarakat luas, hal inilah yang menyebabkan bertambahnya variasi bahan serta bentuk dari masker yang dapat digunakan. Bahan dan filter yang berbeda tentunya akan memiliki dampak yang berbeda juga, tidak menutup kemungkinan bahwa beberapa masker justru malah dapat mendegradasi intensitas frekuensi suara lebih parah dari masker standar medis, hal tersebut dapat terjadi karena mungkin sebagian masyarakat menggunakan filter tambahan pada masker ataupun menggandakan maskernya guna menambah proteksi terhadap penyebaran Covid-19. 

Kemudian terdapat kebijakan social distancing, yang mana akan menciptakan jarak antara pembicara dan pendengar. Hal ini patut dilakukan karena fungsinya yang hampir sama dengan penggunaan masker, yakni mencegah penyebaran Covid-19 melalui udara atau droplet, karena ketika kita menjalin kontak langsung dengan orang, apalagi dengan jarak yang dekat dapat meningkatkan kemungkinan bahwa virus dan tubuh akan bersentuhan. Maka dari itu pemberlakuan social distancing sangat diperlukan dalam upaya mencegah penyebaran Covid-19. Tetapi jika kita bicara mengenai pemberlakuan kebijakan ini, maka tentunya akan terjadi suatu pengurangan kekuatan sinyal suara sebanyak 6 dB yang mana hal tersebut terjadi ketika setiap penggandaan jarak antara pembicara dan pendengar. Hal ini tentunya akan berdampak kepada keduanya, baik pendengar maupun pembicara. Kalau dilihat dari sisi pendengar, maka pendengar harus mengerahkan kemampuan kognitif yang lebih untuk dapat mendengar serta memahami konten yang disampaikan oleh pembicara. Dari pihak pembicara pun harus meningkatkan suaranya untuk mengatasi jarak yang akan mengganggu komunikasi, sehingga konten yang disampaikan dapat dipahami oleh pendengar.

Secara bersamaan penggunaan masker wajah dan juga pemberlakuan kebijakan social distancing dapat secara signifikan mengurangi segala aspek yang terkait dalam proses percakapan face-to-face baik untuk pendengar maupun pembicara. Bagi sebagian orang, penggunaan masker wajah dan pemberlakuan kebijakan social distancing dapat diatasi dengan cara memperkeras suara ataupun untuk pendengar, dapat lebih memperhatikan pembicara ketika percakapan sedang berlangsung sehingga pendengar dapat lebih memahaminya. Tetapi bagi sebagian orang yang memang memiliki gangguan terhadap penangkapan informasi, hal ini dapat menjadikan penggunaan masker wajah dan kebijakan social distancing yang mempengaruhi komunikasi percakapan menjadi lebih sukar untuk dapat diatasi. Misalnya saja orang-orang yang memiliki gangguan bicara seperti disartria, gangguan artikulasi, dan
disnofia, mereka tentu saja akan lebih sering mengalami kesulitan dan harus melakukan upaya yang lebih agar dapat melakukan komunikasi percakapan secara baik. Selain itu terdapat juga banyak orang yang mengalami kesulitan saat mendengar, pasalnya banyak yang bersaksi bahwa mereka kehilangan pendengarannya secara perlahan, dan hal tersebut pula akan membuat mereka lebih sering mengalami kesulitan mendengar, apalagi pada saat mereka berada di lingkungan yang tidak kondusif.

Beberapa cara dapat dilakukan guna mengatasi berbagai efek negatif yang ditimbulkan oleh penggunaan masker dan pemberlakuan social distancing terhadap keterampilan komunikasi tatap muka. Cara yang pertama ialah untuk pembicara dapat mulai mengenakan face shield dan masker transparan. 

Pelindung wajah atau face shield dapat melindungi kita dari penyebaran Covid-19 melalui udara dan droplet, tetapi pelindung wajah tidaklah menutupi gestur ataupun ekspresi wajah kita saat bicara. Begitupun halnya dengan masker transparan yang mana lawan bicara kita atau pendengar tetap dapat melihat wajah kita, tetapi kita tetap dapat terlindungi dari penyebaran Covid-19. Tetapi perlu dimengerti bahwa setiap pelindung wajah dan masker transparan mempunyai bahan dan filter yang cukup bervariasi. Dimana terdapat kemungkinan untuk mengurangi akses pembicara, tetapi hal ini tidak menutup kemungkinan bahwa bagaimanapun bentuk ataupun variasinya, pelindung wajah dan masker transparan akan tetap memiliki fungsi yang sangat baik ketika melakukan komunikasi tatap muka dibandingkan dengan masker medis pada umumnya. Kemudian cara kedua adalah dengan menggunakan remot mikrofon, yang mana hal ini sangatlah membantu terutama ketika lawan bicara atau pendengar adalah orang yang memiliki gangguan pendengaran.

Lalu, ketika pertama kali dunia digemparkan oleh Covid-19 seluruh pemerintah menghimbau untuk tidak keluar rumah ataupun melakukan kontak dengan orang luar. Yang mana kemudian hal ini mengakibatkan dampak positif dan negatif. Pada saat itu pemerintah meminta masyarakat untuk melakukan isolasi mandiri dengan cara tidak boleh keluar rumah ataupun melakukan aktivitas diluar ruangan. Dampak positifnya kita menjadi semakin dekat dan lebih mengenal keluarga kita sendiri dan hal itu sangatlah berpengaruh dalam meningkatkan keharmonisan dalam keluarga. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun