Mohon tunggu...
Sutomo Paguci
Sutomo Paguci Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Advokat, berdomisili di Kota Padang, Sumatera Barat | Hobi mendaki gunung | Wajib izin untuk setiap copy atau penayangan ulang artikel saya di blog atau web portal | Video dokumentasi petualangan saya di sini https://www.youtube.com/@sutomopaguci

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Wahabi Arab Pemenang, Makanya Adem

21 April 2013   14:09 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:51 2662
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak perlu heran mengapa gerakan Wahabi di Saudi Arabiyah tenang-tenang saja. Jawabnya, karena mereka adalah pemenang, penguasa, pasca keberhasilan mereka memberontak dan memisahkan diri dari Kekhalifahan Turki Ustmani abad ke-18. Tak ada satu pun kekuatan dalam negeri yang mampu menghalangi mereka saat ini.

Berbeda jauh dengan keadaan gerakan ini di Indonesia, misalnya. Di Indonesia Wahabi mendapat stigma negatif karena tindakan mereka yang sangat kaku dalam penerapan (baca: tafsir) terhadap Quran dan Sunnah, bahkan batu nisan, ziarah kubur, Pancasila pun diharamkan atau dipandang sebagai thogut oleh (sebagian) gerakan ini.

Contoh aktual adalah polemik acara Khazanah di stasiun televisi Trans 7 yang berujung teguran Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) terhadap konten acaranya. Acara yang ditengarai bermuatan Wahabisme ini dilaporkan umat Islam khususnya dari ormas Nahdlatul Ulama (NU), karena dinilai meresahkan, antara lain menyebut pembagian tahuid menjadi tiga, menyalahkan ziarah kubur, lambang bulan bintang disebut sebagai simbol penyembahan dewa-dewi, dan menghina ajaran agama lain di luar Islam (republika.co.id, 17/4).

Karena kuatnya tekanan umat mainstream terhadap Wahabisme ini maka sejak dekade 1980-an gerakan ini mengaburkan manhaj dakwahnya dengan menyebut diri sebagai "Salafi". Oleh Syaikh Idahram (2011) pentahbisan ke generasi Salaf atau penerus ajaran as-salafu ash-shalih,yakni para sahabat, tabi’in dan tabi’ at-tabi’in demikian adalah tidak tepat. Pembahasan selengkapnya bisa dilihat di sini.

Oleh beberapa penulis dan pakar sejarah, sebenarnya, Wahabi di Indonesia tidak seluruhnya jelek. Beberapa diantaranya sudah berakulturasi dengan budaya dan aliran agama mainstream di Indonesia, seperti terlihat pada ormas Muhammadiyah, NU, dll. Dalam tataran gerakan politis terlihat pada Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Wahabi model baru ini biasa disebut sebagai neo-Wahabi.

Sebagian lainnya tetap kukuh dengan manhaj dakwahnya yang keras, ekstrim, dan kaku. Hanya karena negara relatif kuat saja mereka tak melakukan kekerasan seperti halnya pernah terjadi dalam rentang sejarah masa lalu, sebut saja pembasmian kaum Adat oleh kaum Padri (Wahabi) di Minangkabau dalam apa yang disebut Perang Padri (1803-1838).

Gerakan pemberontakan yang hendak mengganti dasar negara Pancasila, yang dicap sebagai thogut, dan terorisme bersenjata dinilai dipengaruhi oleh ajaran Wahabisme. Para laskar Wahabisme memang terkenal militan.

Di sini menarik. Karena di negara asalnya, Saudi Arabiyah, gerakan wahabi menjadi penguasa setelah mendukung pemberontakan Muhammad Ibnu Saud pada Khilafah Turki Ustmani abad ke-18. Artinya, mereka sebenarnya tak mendukung kekhalifahan. Namun di Indonesia banyak gerakan yang beranasir Wahabisme justru mendukung kekhalifahan.

Mengapa Wahabisme perlu mendapat perhatian dari bangsa dan negara ini adalah, karena mereka pada dasarnya tidak memiliki nasionalisme pada negara ini. Nasionalisme mereka adalah pada manhaj dakwah mereka, yang untuk konteks politik lebih condong tertancap ke Timur Tengah sana. Mereka sangat ke-Arab-Arab-an.

Sebagaimana diketatahi Wahabisme sendiri merupakan salah satu paham sekte puritanisme garis keras dalam Islam yang didirikan oleh Syaikh Muhammad ibnu Abdul Wahab (wafat 1206 H/1792 M). Ajaran Wahabi berhasil menyebar di Arab Saudi, Timur Tengah, Asia, termasuk Indonesia.

Dinasti Saud di Arab Saudi yang didirikan Muhammad Ibnu Saud, yang disebut-sebut sekalangan sejarahwan masih keturunan Yahudi Arab, merupakan pendukung mutlak sekte ini. Muhammad Ibnu Saud memisahkan diri dari Khilafah Turki Ustmani untuk mendirikan dinasti sendiri, dengan dukungan Muhammad ibnu Abdul Wahab.

(SP)

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun